Oleh. Asha Tridayana
MuslimahTimes– Di dunia maya, publik sempat digemparkan dengan kisah horor Desa Penari yang membuat banyak netizen penasaran hingga saat ini. Dan kini muncul lagi Desa Siluman yang tak kalah misteriusnya dan yang paling mengejutkan datang dari dunia pemerintahan. Hal ini tentunya menuai banyak pertanyaan di kalangan masyarakat, bagaimana mungkin ada Desa Siluman yang muncul di pemberitaan.
Dilansir dari detik.com bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapatnya menyebutkan adanya fenomena Desa hantu atau siluman. Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan saat melaporkan evaluasi kinerja APBN Tahun Anggaran 2019 di ruang rapat Komisi XI DPR RI. Dia menyebut adanya desa baru karena program dana desa. Karena itu, Sri Mulyani akan mengevaluasi program dana desa untuk meminimalkan kejadian tersebut dengan memperketat aturan pencairan. Dan Kemenkeu juga menggandeng Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengusut aksi akal-akalan ini. Kemendagri mencatat ada empat desa fiktif di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Di sisi lain Mendes yang berwenang atas proyek dana desa membatah adanya kesengajaan menciptakan desa fiktif tersebut karena menurutnya hanya ada beberapa kekeliruan akibat data lapangan yang kurang akurat. Seperti misalnya di Jawa Timur, data beberapa desa sudah tidak ada wujudnya lagi karena bencana lumpur Lapindo Jatim dan kasus-kasus sejenisnya.
Fenomena ini sebenarnya tidak asing di lingkungan pemerintahan, dimana kerap kali terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Seperti sudah menjadi rahasia umum ketika dana bantuan yang seharusnya menjadi hak rakyat, tetapi digunakan untuk hal lain. Bahkan untuk kepentingan sendiri maupun kelompoknya. Dana desa dijadikan “bancaan” bagi mereka yang berwenang. Dan rakyat hanya mendapatkan sedikit dari yang seharusnya. Dimana kali ini terdapat desa fiktif atau bisa dikatakan desa siluman seperti yang diungkapkan Menteri Keuangan. Hal ini terjadi karena data valid tentang desa tersebut masih diragukan. Padahal, masih banyak desa-desa yang jelas membutuhkan bantuan justru dibatasi jumlahnya. Di pelosok negeri masih banyak rakyat tidak mampu yang begitu mengharapkan pembiayaan sekadar untuk penghidupan malah dipersulit. Belum lagi fasilitas desa yang terbatas sehingga sering kali menimbulkan masalah kesehatan karena minim pembiayaan dari pemerintahan. Dan masih banyak persoalan lain yang ditimbulkan karena dana desa yang kurang tepat sasaran.
Sebenarnya apa yang terjadi di lingkungan pemerintahan kita?
Apakah tunjangan dan gaji yang diperoleh belum cukup memenuhi gaya hidup sosialita?
Tidakkah ada rasa takut karena berulang kali menzalimi rakyat, mengatasnamakan segala sesuatu untuk rakyat, padahal nihil dalam prakteknya.
Seperti itulah potret birokrasi sekular, dimana kekuasaan dijadikan ajang memperkaya diri, bukan sebagai tanggung jawab untuk mengurusi rakyat. Segala urusan pemerintahan dijalankan tanpa memikirkan nasib rakyat. Hanya seolah-olah mereka peduli terhadap kebutuhan rakyat yang sejatinya justru memanfaatkan.
Ironis memang tapi begitulah yang terjadi di negeri ini. Sistem birokrasi tanpa ruh ketakwaan. Bagaikan Muslim tanpa kesadaran iman. Segala sesuatu dilakukan tanpa takut atas hari penghisaban, hanya menuruti nafsu dunia yang tidak seberapa. Maka hal ini sangatlah membutuhkan perbaikan, dimana perbaikan yang dilakukan harus benar-benar dari akarnya, yaitu sumber masalahnya. Tidak sekadar mengatasi persoalan teknis dengan melengkapi atau meningkatkan akurasi data dan berbagai verifikasi prosedur lapangan. Namun, perbaikan sistem yang mendasari jalannya pemerintahan. Yaitu membuang jauh-jauh kapitalisme yang berdasar atas sekulerisme dan menggantinya dengan syariat Islam. Satu-satunya aturan yang bersumber dari Sang Khalik yang Maha Mengatur.
Jelas akan berbeda ketika syariat Islam diterapkan di segala aspek kehidupan termasuk pemerintahan. Adanya kasus desa siluman yang begitu misterius tidak mungkin akan terjadi. Pemerintah akan menjamin penyaluran dana yang mejadi hak rakyat benar-benar sampai ke tangan rakyat tanpa berkurang sedikitpun. Dan tentu saja, tidak ada kesenjangan antara desa pelosok maupun desa pinggiran kota. Semuanya akan mendapatkan fasilitas pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan.Kesejahteraan seluruh rakyat menjadi terjamin tanpa khawatir sengsara di negeri yang kaya sumber daya. Selain itu, para petinggi pemerintahan yang bekerja atas nama rakyat adalah benar adanya, karena pertanggungjawaban mereka langsung kepada syariat Islam dengan kata lain Allah swt. Seperti yang telah difirmankan dalam surat An Nisa ayat 39 : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Sehingga tidak ada rakyat yang terzalimi namun justu merasa dilindungi. Kekuasan yang dimiliki bukan sebagai sarana mempermudah menyedot anggaran negara atau membuat kebijakan yang bertentangan dengan syariat Islam, yang tentunya akan menyulitkan rakyat.
Namun, sebagai upaya mengurus dan melayani kebutuhan rakyat yang menjadi tanggung jawabnya. Maka dari itu, jelas tak bisa dipungkiri jika hanya dengan syariat Islam segala persoalan negeri dapat teratasi. Dan pastinya terbebas dari bayang-bayang kapitalisme sekularisme yang menggerogoti negeri.
Wallahu’alam bishowab.