Oleh : Tari Ummu Hamzah
MuslimahTimes– Sejak peristiwa runtuhnya menara kembar WTC di Amerika Serikat tanggal 9 September 2001, Amerika yang dipimpin oleh Josh W. Bush, menyatakan dengan lantang akan perang melawan terorisme. Mulailah Amerika membuat narasi-narasi sesat untuk menyudutkan kaum muslimin. Membuat seolah-olah kaum muslimin yang melaksanakan syariat Islam, serta menggunakan simbol-simbol Islam, menjadi ciri terorisme. Mulailah gejolak ketakutan kaum muslimin akan agamanya sendiri itu muncul. Usaha ini diharapkan agar kaum muslimin tak lagi mengkaji Islam dan hanya menjadikan Islam sebagai agama ritual saja.
Tidak cukup sampai di situ, setiap kali ada peristiwa pemboman di suatu tempat, Islam lah selalu dijadikan kambing hitam. Sehingga muncul Opini yang “digoreng” dan digiring untuk semakin menyudutkan gerak dakwah kaum muslimin. Masyarakat mulai dihantui ketakutan akan pemahaman syariat Islam.
Rupanya makin lama isu dan narasi terorisme sudah tidak laku. Umat semakin paham apa makna terorisme yang sebenarnya. Ummat juga mulai meninggalkan label terorisme kepada kaum muslimin yang taat kepada syariat. Hebatnya umat malah banyak yang meninggalkan aktivitas maksiatnya, serta berbondong-bondong untuk hijrah. Bahkan mulai terang-terangan menggunakan simbol-simbol Islam di tempat umum seperti kerudung lebar-lebar, gamis, celana cingkrang, cadar, panji Rasulullah. Umat mulai paham bahwa terorisme itu bukanlah dilabeli dengan penampilan luar, tapi dengan pemikiran yang hendak menciptakan teror dan ketakutan di tengah-tengah umat.
Ini menjadi suatu blunder bagi musuh-musuh Islam. Bukannya kaum muslimin meninggalkan Islam beserta simbolnya, malah mereka semakin terang-terangan membenarkan dan membela Islam. Tak pelak ini membuat para musuh-musuh Islam harus mengatur strategi baru untuk menghambat kebangkitan Islam. Kali ini barat menggunakan menggunakan narasi baru dengan membangun opini radikal.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata radikal artinya (1) secara mendasar, sampai hal prinsip. (2) amat keras menuntut perubahan. (3) maju dalam berpikir dan bertindak. Tapi barat mulai mengarahkan makna radikal kepada sebuah pikiran atau tindakan untuk perubahan. Ini menunjukkan bahwa barat mengambil alih definisi radikal ke arah politis.
Akhirnya barat memiliki kesimpulan bahwa radikal itu (1) sebuah paham atau aliran radikal dalam politik. (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial politik dengan cara kekerasan. (3) sikap ekstrem dalam aliran politik. (Muslimahnews.id)
Islam bukan ajaran radikal sebagaimana tuduhan Barat. Menyandingkan kata Islam dengan radikal atau radikalisme sehingga menjadi tercipta opini Islam radikal atau radikalisme Islam adalah bentuk propaganda kebohongan.
Propaganda ini dimulai sejak jilid pertama kekuasaan Jokowi. Penangan praktik perang melawan radikalisme dirasa sangat ngwur dan serampangan. Bak jurus dewa mabuk, yang sembarangan menebaskan senjatanya ke lawan politis yang pro kepada arah perubahan Indonesia, yang bermartabat Islam. Tak pelak ini menimbulkan opini yang tak masuk akal dan menjadi bahan lelucon masyarakat dan para pakar politik.
Islam sejatinya hanyalah Islam. Adanya label teroris dan radikal, hanya skenario barat untuk menakut-nakuti ummat agar tak lagi mendekati Islam. Barat telah kalah dalam perang fisik, jadi barat menggunakan perang pemikiran agar kaum muslimin menjauh sendiri dari agamanya. Meskipun gempuran pemikiran barat kita hari kian jahat, kaum muslimin haruslah lebih merapatkan barisan. Jangan sampai hanya karena isu dan narasi barat umat jadi terpecah belah.