Oleh: Silvia Anggraeni, S.Pd
Lampung
Muslimahtimes– Perum Bulog menyatakan akan membuang 20 ribu ton cadangan beras pemerintah yang ada di gudang mereka. Nilai beras tersebut mencapai Rp160 miliar.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan pemusnahan dilakukan karena usia penyimpanan beras tersebut sudah melebihi 1 tahun. (CNN Indonesia, 29/11/19)
Tindakan mubazir ini mungkin terlihat biasa jika dilihat dengan kacamata penguasa neolib saat ini. Rasa abai akan nasib rakyat seakan corak yang mencolok dari gaya kepemimpinan para penguasa yang menyerupai tirani. Alih-alih memastikan kondisi rakyatnya tidur dalam kondisi tenang dan kenyang serta aman, yang terjadi justru sebaliknya. Beras yang merupakan kebutuhan pokok rakyat Indonesia disiakan begitu saja, padahal jutaan jiwa tengah bertahan hidup dengan melipat perut yang kosong kelaparan.
“Banyak dari mereka tidak mendapat makanan yang cukup dan anak-anak mereka cenderung stunting, terperangkap dalam lingkaran kemiskinan dalam hitungan generasi. Di tahun 2016-2018, sekitar 22 juta penduduk Indonesia menderita kelaparan,”
(detiknews.com, 07/11/19)
Tumpukan beras impor yang akhirnya membusuk sia-sia menampakkan dengan amat jelas kepentingan para kapitalis untuk mengeruk laba. Kebijakan yang diambil pemerintah hanya mempermudah segelintir orang mencari keuntungan tanpa memikirkan nasib rakyat yang membutuhkan. Derasnya arus impor beras yang tak diimbangi dengan distribusi yang baik telah menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga ketahanan pangan.
Seorang pemimpin memiliki tugas yang amat penting dan berat pertanggungjawabannya dihadapan Allah. Seperti Hadits berikut:
“Kepemimpinan adalah amanat. Pada hari kiamat, ia akan menjadi hina dan penyesalan kecuali bagi yang mengambilnya dan menunaikannya dengan benar.” (HR. Muslim)
Potret suram hari ini tentang rakyat miskin yang kelaparan dan harus menelan pahitnya kenyataan bahwa ribuan ton beras yang tersimpan begitu saja. Sesungguhnya adalah bukti ketidak amanahan penguasa dalam menjalankan tugasnya.
Berbeda dengan Islam, dimana negara bertanggungjawab atas pemerataan kesejahteraan rakyatnya. Kisah seorang Khalifah Umar bin Khattab yang rela memanggul gandum untuk rakyatnya yang sedang kelaparan menjadi bukti bahwa tanggung jawab seorang pemimpin dalam Islam amat besar terhadap kebutuhan rakyatnya. Distribusi pangan dipastikan tepat waktu dan sasaran. Dan cadangan pangan tak dibiarkan rusak begitu saja. Karena Islam sebagai sistem yang sempurna telah mengatur segala lini dalam kehidupan manusia. Bahkan dalam hal makanan.
Mubazir adalah perbuatan yang dibenci Allah. Seperti sabda Rasulullah Saw berikut:
Sesungguhnya Allah membenci kalian karena 3 hal: “kata-katanya” (berita dusta), menyia-nyiakan harta, dan banyak meminta.” (HR.Bukhari)
Membuang makanan termasuk perbuatan menyia-nyiakan harta, sehingga Allah membencinya. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).
Hanya dengan syariat Islam segala tatanan kehidupan dapat berjalan dengan selaras dan seimbang. Seorang pemimpin yang akan menunaikan kewajibannya dengan kesadaran hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sehingga akan selalu mengayomi rakyatnya dengan amanah. Dan segala kebijakan yang diambil selalu untuk kepentingan rakyat.
Sehingga kasus seperti tumpukan beras yang rusak saat ini tak mungkin terjadi dalam sistem Islam. Wallahu alam bisshowab