Oleh : Ummu Farras
MuslimahTimes– Kebijakan impor, masih menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para Petani. masifnya kebijakan impor yang diambil pemerintah, kerap kali cederai Petani lokal. Pasalnya, kebijakan impor komoditas pangan yang dilakukan pemerintah, nyatanya dilakukan ketika produksi pertanian dalam negeri masih dapat disediakan oleh Petani lokal.
Dilansir dari iNews.id, Kementerian Pertanian (Kementan) berhasil mencapai target peningkatan produksi padi dan jagung yang dicanangkan pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari data nasional sepanjang tahun 2018. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Sumarjo, Gatot Irianto, meyampaikan, produksi padi tahun 2018, mencapai 83,04 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau setara dengan 48,3 juta ton beras. Nilai ini diambil masih surplus dibandingkan dengan angka konsumsi sebesar 30,4 juta ton beras. Begitu juga dengan jagung, pada periode yang sama produksinya mencapai 30,05 juta ton Pipilang Kering (PK), sedangkan perhitungan kebutuhan sekitar 15,58 juta ton PK.
Begitu pun data dari Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat target produksi jagung hingga akhir 2019 adalah sebanyak 33 juta ton.
Angka tersebut naik dari realisasi pada 2018 sebesar 28,92 juta ton dan dipastikan surplus melebihi kebutuhan. (Kompas.com)
Nilai komoditas pangan yang surplus tidak menjadikan pemerintah untuk menutup kran impor. Nyatanya, impor tetap dilakukan.
Seperti yang diketahui, Kementerian Perdagangan menerbitkan izin impor jagung sebesar 440 ribu ton yang khusus dialokasikan untuk kebutuhan industri. Sebanyak enam perusahaan telah mendapatkan alokasi jagung impor pada semester pertama 2019. Sebelumnya, pemerintah juga telah memberikan izin impor jagung kepada Perum Bulog sebesar 130 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan pakan pada industri kecil. Impor tersebut dilakukan dalam dua tahap, yaitu 100 ribu ton pada akhir tahun 2018 dan 30 ribu ton pada awal 2019. (katadata.co.id)
Sungguh ironis. Di tengah melimpah nya hasil panen Petani lokal, pemerintah mengambil kebijakan impor. Dampak negatif derasnya impor bagi Petani lokal adalah anjloknya harga komoditas pangan Petani lokal. Karena di pasaran harga komoditas lokal bersaing dengan komoditas impor. Alhasil Petani lokal hanya bisa menjerit kala hasil panennya melimpah ruah, tetapi tidak laku di pasaran.
Seperti kasus bapak Ismail (30), petambak garam asal Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jabar hanya bisa mengelus dada. Ismail hanya bisa menimbun hasil produksi garamnya di gudang.
Sebab, pembeli atau tengkulak garam produksi para petambak tak kunjung mampir. Garam hasil panen sebelumnya, dan panen saat ini ditumpuk di gudang yang sama.
“Sudah dua bulanan tidak ada yang membeli. Kita simpan saja di gudang sambil nunggu pembeli,” kata Ismail. “Sekarang sudah Rp 100 per kilogramnya. Awal-awal panen sempat Rp 500 hingga Rp 700 per kilogramnya,” ucap Ismail. (detik.com)
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sumber daya alam hayati yang melimpah ruah. Tanah yang Subur dan wilayah yang membentang luas, seharusnya menjadikan pemerintah mampu memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyat Indonesia dengan mewujudkan ketahanan pangan. Tapi harapan tinggalah harapan. Ketahanan pangan bisa terwujud apabila negara berpihak kepada rakyat, dan serius mengurusi rakyat. Pada kenyataannya, saat ini rezim sudah tidak memihak rakyat. Rezim neolib ini Sudah menunjukkan dipihak mana ia berada. Daripada berdiri diatas kaki sendiri, Rezim ini lebih memilih melakukan Kerjasama-kerjasama perdagangan dengan negara lain, dalam bentuk bilateral maupun multilateral, dan membuat Indonesia terjebak dalam kesepakatan-kesepakatan yang mengharuskannya untuk ‘tunduk’ pada arahan negara adidaya. Maka tekanan ini berimbas kepada produktivitas pertanian lokal yang akhirnya menjadi lesu dan putus asa, karena kalah bersaing dengan produk pertanian impor yang lebih baik dan diminati pasar. Hasilnya, produksi dan perdagangan pangan dikuasai para komprador Asing dan Aseng. Para kapitalis (pemilik modal) berlomba-lomba mencengkram negeri gemah ripah loh jinawi ini. Sehingga pada akhirnya, kesejahteraan bagi rakyat hanya tinggal harapan semu dan utopis. Sumber daya alam pun tak hentinya dikeruk oleh para pemilik modal.
Lebih dari itu, di tengah sengkarut rezim neolib ini, banyak pejabat negara yang ikut menjadi ‘agen’ komprador Asing dan Aseng. Mereka melakukan ini hanya demi secuil nikmat dunia, yaitu harta dan tahta. Mereka juga memiliki kekuasaan di negeri ini untuk membuat kebijakan dan undang-undang yang memperlancar kepentingan Asing dan Aseng. Alhasil disini rakyatlah lagi yang menjadi korban kezaliman kebijakan penguasa. Kebijakan impor dan permainan para cukong korporasi, semakin mencekik dan menyengsarakan rakyat.
Kesejahteraan rakyat dan ketahanan pangan, dapat terwujud apabila Indonesia mau melepaskan diri dari sistem kapitalis neoliberalisme ini. Dan beralih ke sistem Islam sebagai satu satunya sistem yang bisa melepaskan negeri dari cengkraman Asing. Karena sistem Islam sebagai pelindung umat, akan merealisasi hukum Islam yaitu aturan dari Sang Pencipta, dalam semua bidang, termasuk perekonomian. Dalam ketahanan pangan, Islam pun memiliki solusi cemerlang yaitu strategi yang bertumpu pada prinsip prinsip ekonomi yang menyangkut kepemilikan dan bersifat keadilan yang hakiki bagi seluruh umat. Strategi politik pertanian ini memungkinkan negara mampu untuk menyediakan atau memproduksi ketahanan pangan bagi seluruh rakyat. Selain itu, mengatur pula secara merata dan menjamin seluruh warga negara tercukupi kebutuhan pangannya. Hanya sistem Islam yang bisa mengobati kebobrokan rezim kapitalis neoliberalisme saat ini. Karena aturan Islam merupakan aturan yang paling sempurna dan sesuai dengan fitrah manusia. Hukum syari’at Islam hadir sebagai solusi dari setiap permasalahan negeri. Bukan hukum buatan manusia yang dibuat atas dasar kepentingan, manfaat, dan hawa nafsu.
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al-Maidah : 50)
Kini hanya menyisakan satu pertanyaan, bersediakah para penguasa bersama rakyat untuk benar-benar menerapkan sistem Islam dalam kehidupan?
Wallahu’alam bisshowwab