Oleh: Sunarti
#MuslimahTimes — “Air diminum rasa duri, nasi dimakan rasa sekam.” Tepatlah peribahasa ini disematkan di benak kita, ketika melihat kerusakan moral di tanah negeri. Fenomena yang membuat rasa tidak enak dikarenakan merasa sedih atas hilangnya moral di tengah-tengah masyarakat. Bagaimana tidak, seorang terpelajar telah merenggut keperawanan seorang anak di bawah umur yang mengalami keterbelakangan mental.
Sungguh ini adalah perbuatan keji dan dilakukan oleh seorang oknum ASN yang menjadi TU di sebuah SMK di Ngawi. Seperti yang dirilis oleh Regional.kompas.com, bahwa seorang pria berusia 50 tahun, berinisial LS, memperkosa gadis yang mengalami keterbelakangan mental dan masih di bawah umur.
Pelaku, warga Dusun Margujayan Desa Widodaren Kecamatan Gerih Ngawi kini ditahan di Polres Ngawi, terkait dugaan pencabulan yang dilakukannya. Penahanan berdasarkan atas pengaduan Sutini (42), ibu dari Mawar sebagai korban, 12 Oktober lalu. Dan pengaduan ini telah dibuktikan oleh pihak kepolisian bahwa dari hasil visum memang menunjukkan pada kemaluan korban mengalami robek pada selaput dara, karena terkena benda tumpul yang masuk ke organ genetalianya.
Menguak Tabir Kerusakan Moral
“Bagai api dalam sekam” kondisi moral bangsa ini sangat berbahaya. Kejadian demi kejadian seperti di atas tidak hanya sekali dua kali, akan tetapi sering, banyak bahkan. Gambaran hilangnya moral manusia akibat adanya penerapan sistem kapitalis di negeri ini bagai fenomena ice ball. Perjalanan ‘jiwa yang sakit’ individu telah menggejala di masyarakat menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Sistem kapitalis yang mengahasilkan kehidupan serba bebas membuat para penghuni semakin memuja nafsu birahi. Tersebab dalam sistem ini, gharizah nauw’(naluri melestarikan jenis/keturunan) dianggap sebagai pemuas kebutuhan jinsi (seksual) saja. Ini adalah pandangan dari Barat (kaum sekuleris-kapitalis) yang disebarkan dalam tatanan kehidupan saat ini. Pemahaman ini diterima oleh kaum muslim, kemudian diambil dan diterapkan, tanpa menyadari akibat yang muncul dari pandangan ini. Maka tidak heran jika bermunculan perilaku menyimpang dalam pemuasan nalurinya.
Di sisi lain, individu yang lemah iman, akan mudah tergoda dengan adanya rangsangan dari luar dirinya. Meskipun secara tabiat manusia memiliki naluri melestarikan keturunan (nau‘) namun, munculnya naluri ini akan dominan ketika ada pengaruh/rangsangan dari luar. Seperti, menonton video porno, melihat gambar porno, melihat aurat lawan jenis dan hal lain yang serupa.
Sementara, tidak ada batasan terhadap semua tontonan yang masuk ke negeri ini. Bahkan akan dengan mudah dijumpai banyaknya rangsangan terhadap pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual, baik dalam cerita-cerita, syair-syair, buku-buku, dan berbagai karya yang lainnya.
Pada masyarakat juga akan banyak dijumpai campur-baur pria dan wanita tanpa ada hajat. Seperti di rumah-rumah, tempat-tempat rekreasi, di jalan-jalan, di kolam-kolam renang, dan di tempat-tempat umum lainnya. Semua ini muncul karena dianggap sebagai tindakan yang merupakan keharusan dan sengaja diwujudkan demi kepuasan penyaluran seksualnya.
Maka tidaklah mengherankan apabila akses yang merangsang syahwat bisa ditemui di berbagai tempat. Sementara negara tidak membatasi dengan ketat persoalan ini dengan aturan yang ketat pula. Alih-alih memperhatikan, justru memfasilitasi dengan berbagai sarana yang bisa menyalurkan hasrat ini tanpa batas. Seperti pembiaran terhadap akses porno di media massa, aksi pornografi dan pornoaksi aksi di tempat-tempat umum dan tersebarnya foto-foto porno di buku-buku bacaan serta hal lain yang berbau porno yang beredar di masyarakat.
Sementara di tengah-tengah masyarakat, penyaluran naluri seksual yang bebas sesuai dengan keinginan manusia sudah menjadi sebuah kebiasaan. Apabila tidak ada pihak yang dirugikan, maka tidak akan menjadi persoalan. Akan tetapi apabila badanpihak yang dirugikan, barulah akan ada tindakan. Itupun masih tarik ulur dengan berbagai pertimbangan, yang membuat hukum seolah ‘menggantung’ tidak jelas.
Adanya tata aturan yang membebaskan pergaulan antara lawan jenis, juga bisa menjadi pemicu munculnya kasus amoral tersebut. Akibat bercampur baurnya pria dan wanita, menjadikan naluri nauw’muncul dan menggejala. Dan apabila tidak terpenuhi akan mendatangkan marabahaya. Ini akibat kesalahan persepsi dari masyarakat. Maka ketika hendak menyalurkan jinsidengan berbagai cara akan dilakukan. Meskipun, pelampiasan ini dilakukan bukan dengan pasangan halalnya. Bahkan, mencari pasangan yang mudah untuk digaulinya.
Lebih parahnya lagi, ketika hukum yang berlaku tidak tegas dalam putusannya. Sehingga mengakibatkan para pelaku tidak jera. Akhirnya, kasus serupa bermunculan ke permukaan, lantaran para pelaku tidak takut akan hukuman. Maka akan sangat mudah pada individu untuk melampiaskan nafsu syahwatnya. Tampak jelas bahwa peradaban saat ini membuka peluang yang luas bagi terjadinya kerusakan moral.
Islam Memandang Penyaluran Jinsi(Seksual)
Nauri mempertahankan keturunan (naw‘) alami dimiliki oleh manusia. Karena ini adalah fitrah dari Sang Pencipta, Allah SWT, dengan tujuan melestarikan keturunan, menjaga ketentraman dan menjaga keturunan. Maka dominasi pemahaman yang hanya berorientasi hubungan seksual dalam ajaran Islam sangat salah besar. Menjadikan hubungan tersebut sebagai sesuatu yang alamiah dan pasti bagi pemuasan naluri dijalankan dengan batas aturan syariat. Yaitu aturan dari Allah SWT, sebagai aturan yang pasti.
Dalam kitab Nizhamul Ij’timak karya Syekh Taqiyuddin and Nabani menjelaskan bahwa sangat penting mengubah pandangan kaum muslim, akan pemahaman yang membatasi hubungan itu sebagai hubungan yang berfokus pada kenikmatan dan kelezatan semata, dan mengubah pemahanan itu menjadi suatu pandangan yang bertujuan mewujudkan kemaslahatan masyarakat, bukan pandangan mengenai dua jenis kelamin yang berorientasi seksual. Pandangan ini harus selalu didominasi oleh ketakwaan kepada Allah SWT, bukan didominasi oleh kesenangan mencari kenikmatan dan pelampiasan syahwat.
Pandangan tersebut tidak mengingkari manusia untuk meraih kenikmatan dan kelezatan hubungan seksual, tetapi menjadikannya sebagai suatu bentuk kenikmatan yang dibenarkan oleh syariah, mampu melestarikan keturunan, dan selaras dengan tujuan tertinggi, yaitu ketaatan kepada Allah SWT.
Aturan Islam Sebagai Solusi Menjaga Mental
Allah SWT menurunkan aturan lewat ayat-ayat al-Quran datang dengan memfokuskan makna gharizah nauw’ pada kehidupan suami-istri. Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa pada dasarnya naluri tersebut diciptakan untuk kehidupan suami-istri, yaitu untuk melestarikan keturunan. Dengan kata lain, naluri ini semata-mata diciptakan Allah SWT demi kehidupan bersuami-istri saja. Banyak ayat al-Quran menjelaskan pengertian ini dengan berbagai cara dan makna yang beragam, agar pandangan masyarakat terhadap hubungan pria dan wanita terbatas pada kehidupan suami-istri saja, bukan pada hubungan seksual pria dan wanita.
“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan darinya. Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata, ”Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”(TQS al-A‘râf [7]: 189)
Sementara untuk penjagaan terhadap munculnya rangsangan dari luar dengan dilaksanakannya sistem pergaulan dalam Islam. Yaitu, dimulai dari individu ada aturan kewajiban menutup aurat, menundukkan pandangan (ghatul bashor), aturan izin keluar rumah untuk wanita, bepergian dengan mahram ketika melebihi 24 jam, dan lain sebagainya.
Untuk ranahnya masyarakat ada aturan pemisahan kehidupan pria dan wanita, larangan khalwat (berdua-duaan), larangan iktilat (bercampur baurnya pria dan wanita), dan lain sebagainya. Masyarakat wajib mentaati segala aturan yang berlaku dengan penuh kesadaran atas ketundukan kepada Allah SWT.
Yang terakhir adalah peran negara sebagai penentu kebijakan. Di ranah ini adalah ranah yang urgent. Selain negara melindungi akses yang membangkitkan syahwat, negara juga memberi sanksi yang tegas sesuai syariat. Mengingat segala bentuk aturan akan ditepati dan dijalankan oleh seluruh warga, jika aturan ditetapkan dan ditegakkan dengan tegas. Adanya tindakan tegas bagi pelanggar hukum, akan dikenakan sanksi yang tegas, akan membuat jera bagi pelaku.
Jika negara menerapkan sistem Islam, jelaslah masyarakat akan mentaati seluruhnya. Dikarenakan secara individu ketaatan terhadap Allah adalah ketaatan mutlak. Maka tak hayal lagi apabila kataatan ini akan lebih terjaga dengan adanya perlindungan dari pihak penyelenggara kebijakan yang menerapkan sistem Islam.
Wallahu alam bisawab