Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd.
Warga Kutai Barat Kaltim
Muslimahtimes– Pindah IKN Bukan Hanya Bahagia Tapi Siap Konflik Agrariaindah Ibu Kota Negara (IKN) baru bagi warga Kalimantan Timur (Kaltim) tidak cukup disambut dengan bahagia tapi harus siap dengan konflik agraria. Konflik agraria bakal diramalkan terjadi selama proses pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kaltim.
Kekhawatiran itu sempat disampaikan Wali Kota Balikpapan, Rizal Effendi. Dia mencontohkan sejumlah masalah kepemilikan lahan di Kota Minyak. Seperti adanya sertifikat ganda bahkan lahan milik Pemkot Balikpapan pun disebutnya banyak yang diklaim masyarakat.
Pemkot Balikpapan sudah mengantisipasi kerawanan konflik pertanahan melalui regulasi khusus. Regulasi itu mensyaratkan IMTN sebagai dasar penerbitan sertifikat hak milik oleh BPN. Karena sebelumnya, kepemilikan segel sering menimbulkan tumpang tindih kepemilikan. Kepastian hukum dari IMTN tidak dapat diterbitkan apabila ada sanggahan dari pihak ketiga. Dengan masa berlaku hingga tiga tahun. Namun, masih ada yang merasa keberatan sehingga dievaluasi lagi.
Calon IKN di Panajem Paser Utara (PPU) juga memiliki regulasi serupa. Namun, tak seketat di Balikpapan, Pemkab PPU masih mensyaratkan segel sebagai dasar penerbitan sertifikat hak milik di BPN. Untuk mengawasi penerbitan segel dibuat regulasi khusus. Aturan tersebut juga menuai pro-kontra lantaran setiap transaksi jual beli tanah atau peralihan hak atas tanah wajib diketahui bupati. Tahapannya berjenjang mulai tingkat rukun tetangga/dusun, kelurahan/desa, dan kecamatan. Selanjutnya camat melaporkannya secara periodik kepada bupati. Tujuan penerbitan perbup untuk melindungi hak kepemilikan tanah masyarakat di PPU. Sebab, dikhawatirkan ada transaksi jual beli yang terlalu banyak, sehingga ada penguasaan lahan berlebihan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Pengamat Sosial dan Politik Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Lutfi Wahyudi mengatakan jangan sampai keberadaan IKN justru memarginalkan masyarakat Kaltim. Dia menambahkan, perlu ada antisipasi terhadap kepemilikan lahan saat pemindahan IKN ke Kaltim nanti. Dia meminta jangan sampai terjadi akumulasi kepemilikan lahan oleh sekelompok elite ekonomi yang memiliki modal melimpah. (https://kaltim.prokal.co/read/news/364110-pindah-ikn-potensi-konflik-agraria)
Selain itu, tanah adat juga bakal memicu konflik sosial. Raida tokoh adat Dayak Paser Balik meminta pemerintah melibatkan masyarakat adat agar tak ada kecemburuan masyarakat asli dengan pendatang. Suku Dayak Paser Balik yang telah turun temurun tinggal di Sepaku jangan sampai dirugikan karena sebagian tanah tak memiliki alas bukti hak kepemilikan, sementara ribuan hektare tanah masyarakat lainnya dalam bentuk HGU. Tanah HGU ini bakal diambil pemerintah untuk persiapan IKN, sedangkan tanah mereka di kampung tanpa bukti kepemilikan. (https://kaltim.idntimes.com/news/kaltim/melani-indra-hapsari/pemindahan-ikn-masalah-tanah-berpotensi-picu-konflik-sosial)
Selain konflik dengan masyarakat adat dayak, pemerintah juga dihadapkan dengan masalah pengakuan hak kepemilikan tanah oleh Kesultanan Kutai Kertanegara. Melalui satu anggota kuasa hukumnya, 6 Pemangku Hibah Grand Sultan, Muhammad Marwan memaparkan setidaknya terdapat lahan seluas 120 ribu hektare milik kerabat Kesultanan Kutai Ing Martadipura yang disebut diklaim pemerintah sebagai tanah milik negara. (https://kaltimkece.id/warta/terkini/keluarga-kesultanan-bawa-bukti-baru-jegal-status-tanah-negara-di-lahan-ikn)
Konflik Lahan Akibat Kapitalisme Liberal
Tidak dapat dipungkiri pindah IKN baru bakal melahirkan berbagai konflik, khususnya konflik agraria. Konflik kepemilikan tanah sudah menjadi hal biasa dalam sistem ekonomi kapitalis liberal. Rakyat biasa atau penduduk lokal bagai “dianaktirikan” karena keterbatasan dana. Sedangkan pendatang, khususnya pengusaha akan “dianakemaskan”.
Negara hanya sebagai regulator. Tidak sedikit jika terjadi konflik lahan antara warga dengan pemerintah atau perusahaan maka yang dikalahkan adalah rakyat biasa. Akibatnya, banyak lahan luas kini beralih fungsi jadi perusahaan termasuk pertambangan dan sawit.
Rakyat yang sebelumnya mengandalkan hutan dan pertanian kini berubah hanya sebagai buruh tambang, pekerja sawit atau pekerjaan lain. Sektor pertanian pun ditinggalkan. Penjualan lahan oleh warga asli pasti terjadi karena kebutuhan dan nilai tawar yang tinggi oleh para pengusaha.
Pindah IKN bakal memicu berbagai konflik termasuk menambah daftar konflik pembebasan lahan yang sudah ada. Kekuasaan dan para kapital/ pemilik modal besar pasti tidak mau mengalah. Jika permasalahan lahan tidak jelas dan tidak adil maka dipastikan akan teradi konflik. Jika penduduk asli mengalah karena adanya nilai tawar yang tinggi dipastikan akan terpinggirkan dan “menganaemaskan” pendatang berduit alias elit kapitalis atau asing.
Islam Atasi Konflik Lahan
Dalam Islam jika pindah IKN terjadi maka potensi konflik agraria tidak akan terjadi karena kepemilikan tanah yang jelas. Kepemilikan dalam Islam dibagi dalam tiga kategori yakni, kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum.
Pertama, kepemilikan individu merupakam hak seseorang yang diakui Syariah, individu tersebut memiliki otoritas untuk mengelola kekayaannya sendiri. Undang-undang Syariah telah memberikan perlindungan hak milik individu menjadi kewajiban negara sehingga tidak boleh dicederai. Karena itu dibuat hukum yang bersifat preventif bagi siapa saja yang menciderai hak tersebut. Misalnya mencuri, merampok, dan cara lainnya yang tidak dibenarkan Syariah.
Kedua, kepemilikan negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim sementara pengelolaannya menjadi wewenang Khilafah. Barang yang tidak termasuk milik individu tetapi juga tidak terkategori milik umum semisal tanah dan barang-barang bergerak. Perbedaannya dengan harta milik umum tidak boleh diberikan kepada siapa pun sedangkan milik negara boleh diberikan kepada siapa saja berdasarkan kebijakan semata dan kepentingan rakyat. Misalnya fai’, kharaj, dan jizyah yang tidak ditentukan sasarannya dalam Syara’ terserah ijtihad Khalifah berbeda dengan zakat ditentukan delapan ashnaf.
Ketiga, kepemilikan umum adalah kepemilikan yang telah dinyatakan Syara’ diperuntukkan untuk masyarakat dan individu dilarang menguasai. Yaitu fasilitas umum, barang tambang, dan SDA.
Nabi saw bersabda: Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal air, padang, dan api (HR. Abu Dawud).
Perlu diperhatikan negara tidak boleh memiliki kepemilikan individu dengan alasan demi kemaslahatan umum sebab kepemilikan individu dilindungi Syariah bahkan negara sekalipun. Setiap pelanggaran atas kepemilikan individu dipandang tindakan zalim yang bisa diajukan kepada Mahkamah Mazalim. Negara pun tidak boleh menetapkan harta kekayaan milik umum atau negara sebagai milik pribadi dengan alasan kemaslahatan. Selain itu, dilarang memproteksi milik umum menjadi milik pribadi misalnya tanah mati dan barang yang menjadi milik umum sedangkan negara boleh memproteksi untuk kepentingan kaum muslim dengan syarat tidak mengakibatkan kemadaratan bagi siapa pun.
Selanjutnya dalam Islam, hukum pertanahan pun diatur. Syariah Islam setidaknya memberikan 4 (empat) solusi mendasar terkait pertanahan. Pertama: Kebijakan menghidupkan tanah mati (ihyâ’ al-mawât). Kedua: Kebijakan membatasi masa berlaku legalitas kepemilikan tanah, dalam hal ini tanah pertanian, yang tidak produktif alias ditelantarkan oleh pemiliknya, selama 3 (tiga) tahun. Ketiga: kebijakan negara, memberikan tanah secara cuma-cuma kepada masyarakat. Keempat: Kebijakan subsidi Negara. Setiap orang yang telah memiliki/menguasai tanah akan dipaksa oleh negara (khalifah) untuk mengelola/menggarap tanahnya, tidak boleh membiarkannya. Jika mereka tidak punya modal untuk mengelola/menggarapnya, maka negara akan memberikan subsidi kepada mereka.
Demikian Islam telah menjelaskan kepemilikan tanah sehingga tidak akan ada tumpang tindih tanah dan konflik. Jika negara memerlukan tanah untuk membangun IKN baru misalnya, maka akan terjadi transaksi oleh negara kepada individu secara suka rela tanpa konflik.
Tidak ada cara lain bagi kaum muslim saat ini selain bersegera untuk menerapkan Syariah Islam secara total, termasuk menyangkut kepemilikan dan pertanahan, dan mengangkat seorang Khalifah yang akan menjadi pelaksananya. Hanya dengan itulah, problem sengketa lahan termasuk problem lain dapat diselesaikan secara tuntas. Akhirnya pindah IKN tidak bakal menuai konflik tetapi keberkahan.
Wallahu’alam…