Oleh : Tari Ummu Hamzah.
Muslimahtimes– Sejak pemerintah era Jokowi berlangsung, penanam modal asing di Indonesia semakin gencar. Tak terkecuali dengan penanaman modal asing untuk sektor infrastruktur. Ternyata para pemodal asing mendapatkan porsi mayoritas dalam pembiayaan modal infrastruktur.
Nantinya investor asing bisa berkontribusi hingga 51% pada proyek pembangunan infrastruktur jalan tol. Jika semula mendapat porsi hanya 30%, ini akan dimaksimalkan. Jika di Ratas, sebenarnya Menko Perekonomian (Darmin Nasution) ingin sekitar 51%. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (27/9) (katadata.com).
Tak heran jika tarif tol meroket. Sebab mayoritas yang bermain di sektor urat nadi perekonomian rakyat ini adalah asing. Ini baru di sektor infrastruktur jalan tol. Bagaimana dengan sektor kesehatan?
Dikutip dari laman cnbcindonesia.com, iuran BPJS Kesehatan mulai hari Kamis, (2/1/2020), sudah resmi naik hingga dua kali lipat. Kenaikan iuran ini juga berlaku bagi sistem pembayaran via e-commerce, Tokopedia. Paling lambat tahun 2019 seluruh penduduk Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan yang dilakukan secara bertahap. Artinya pemerintah memaksa setiap warga negara untuk ikut dalam program BPJS. Tak tanggung-tanggung, kenaikan yang harus dirasakan masyarakat naik hingga 50%.
Faktanya masyarakat Indonesia mayoritas masih hidup di bawah rata-rata. Sehari-harinya harus merasakan susah dalam memenuhi kebutuhan pokok lainnya, tapi mereka juga dipaksa untuk ikut BPJS plus dengan kenaikan tarifnya. Miris!
Semakin besar peluang asing dalam menguasai sektor infrastruktur, semakin besar pula pemalakan terhadap rakyat. Rakyat yang notabene harus mendapatkan hak untuk pelayanan umum, tapi malah menjadi sasaran empuk para kapitalis, untuk memanfaatkan kebutuhan rakyat sebagai ladang bisnis mereka.
Kita harus tahu bahwa para kapitalis itu sifatnya menggurita. Mereka tidak akan sendirian dalam menjalankan roda ekonomi kapitalis. Maka mereka menjalin kerja sama dengan “pemain lokal” untuk digandeng dalam proyek mereka. Contohnya saja pembayaran kartu E-toll bisa melalui minimarket Franchise yang tersebar dimana-mana. Atau melalui ATM bank.
Sekilas memang memudahkan masyarakat untuk melakukan transaksi. Tapi sebenarnya mereka jelas berbagi keuntungan. Sebab untuk menggaet masyarakat haruslah melalui sarana yang mudah dijangkau. Tetap saja masyarakat harus dirugikan dengan tingginya pembayaran masuk tol. Senada dengan BPJS. Kini pembayaran iuran BPJS juga bisa melalui e-commerce. Sepintas terlihat praktis, tapi di balik itu tentu pihak BPJS juga berbagi keuntungan dengan e-commerce.
Dari sini terlihat jelas bagaimana sepak terjang ekonomi kapitalis. Ditambah lagi dalam sistem demokrasi memberi celah kepada orang-orang yang haus akan harta, dan permainan kotor mereka. Ini semakin memperkuat hegemoni kapitalis dalam menjerat bangsa. Mirisnya, rakyat dengan ekonomi kelas bawah lahnyang menjadi sasaran empuk mereka. Padahal sejatinya rakyat berhak untuk mendapatkan pelayanan terbaik dari negara. Bukan hal yang umum jika timbul pertanyaan “Kemana larinya sumber daya negeri ini?”, ” Mengapa tidak dipakai dalam sektor publik?” Jelas larinya ke mereka-mereka juga. Yaitu para korporasi dan guritanya. Pada akhirnya rakyat miskin diperah hingga tak berdaya, menghadapi palakan demi pemalakan oleh negara.
Sedangkan negara hanya sebagai regulator untuk memperkuat kekuasaan para kapitalis. Pada akhirnya negera berlepas tangan dalam mengurusi hajat hidup orang banyak. Sebab rakyat telah “dijual” kepada para kapital untuk dijadikan sebagai “sapi perah” mereka.
Itulah kapitalis, tak segan-segan mengorbankan mayoritas masyarakatnya demi mendapatkan keuntungan.
Hal ini jelas bertolak belakang dengan Islam yang mengedepankan kebutuhan rakyat. Sistem islam itu sendiri tidak memiliki celah bagi “pemain kotor” untuk ikut campur dalam urusan kebutuhan pokok rakyat. Sebab negaralah yang meng-cover segala kebutuhan rakyat. Segala hal tentang permasalahan kepemilikan diatasi secara fair. Jika kepemilikan milik rakyat maka akan dikelola negara dan akan dikembalikan kepada rakyat. Sehingga terbayang negara punya banyak modal dalam menyejahterakan rakyat.
Jadi rakyat memiliki peluang untuk mendapatkan level kehidupan yang tinggi. Tentu dengan mekanisme aturan yang telah ditetapkan Allah dan Rasulullah. Sebab hanya Allah sajalah yang mengetahui fitrah manusia. Itulah mengapa Islam wajib diterapkan. Karena Islam satu-satunya ideologi yang berpihak kepada fitrah manusia, serta memecahkan segala aspek kehidupan.