Oleh: Yulweri Vovi SafitriaÂ
#MuslimahTimes — Masalah Natuna sepertinya tak kunjung selesai. Baru-baru ini kapal-kapal nelayan asing kembali mencari ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Keberadaan nelayan ersebut dikawal oleh kapal coast guard Cina. Penjarahan ikan oleh nelayan asing seakan terus menghantui perairan Natuna yang kaya akan ikan. Pemerintah pun memutuskan untuk mengutus 100 nelayan pantura untuk mencari ikan di perairan Natuna.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, mobilisasi tersebut tidak menutup kemungkinan bagi nelayan daerah lain. Mahfud menegaskan, berdasarkan hukum internasional, perairan Natuna adalah wilayah sah Indonesia. Dengan begitu, hanya Indonesia yang berhak mengeksplorasi maupun mengeksploitasi kekayaan laut di kawasan perbatasan itu.
Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk mengirimkan nelayan dan kapal patroli untuk menegaskan bahwa Indonesia hadir di Natuna. (batamnews.co.id, 6/1/2020)
Rencana pemerintah mengirim ratusan nelayan ke Perairan Natuna menuai pro dan kontra. Penolakan itu muncul dari Himpunan Mahasiswa Kabupaten Natuna. Mereka menggelar unjuk rasa damai di Lampu Merah, Lapangan Pamedan Tanjungpinang, Sabtu (11/1/2020).
Menurut ketua Himpunan Mahasiswa Kabupaten Natuna Raja Igho Febrinaldi, solusi pemerintah untuk mendatangkan bantuan 500 kapal nelayan itu akan merusak pencarian masyarakat Natuna. Ini akan menimbulkan permasalahan.
Mereka meminta Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk terus tegas mengingatkan kepada PBB terhadap pelanggaran yang sudah dilakukan China di Laut Natuna Utara.
Igho juga meminta, restorasi hukum laut yang pernah diterapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan era Susi Pudjiastuti, guna terciptanya keamanan nelayan Natuna dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Serta memperbanyak armada laut dan siap siaga untuk menjaga laut Natuna ataupun kepulauan lain yang berbatasan langsung dengan negara asing.
Pengelolaan Hasil Laut Dalam IslamÂ
Keberhasilan Khilafah mensejahterakan warga negara tanpa bergantung kepada negara asing bukanlah omong kosong atau retorika belaka. Sebagaimana bualan demokrasi kapitalisme yang menjanjikan kemakmuran dan kesejahteraan.
Khilafah bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan kebutuhan setiap warga negara dalam memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan). Memberikan peluang kerja bagi laki-laki. Artinya negara diberi tugas untuk membuka lapangan kerja yang luas dalam suasana yang aman dan kondusif.
Negara tidak sebatas wajib membuka lapangan pekerjaan, negara juga wajib menyediakan sarana dan prasarana, modal usaha yang diambilkan dari baitulmal. Modal diberikan cuma-cuma tanpa harus dikembalikan dengan sistem pinjaman ribawi. Bagi warga negara yang tidak memiliki keahlian, negara menyediakan fasilitas pelatihan gratis tanpa pungutan apapun.
Begitu juga dalam pengelolaan hasil laut, negara memberikan fasilitas yang memadai seperti kapal yang bisa menghadapi badai musiman, peralatan serta pengawalan armada laut yang kuat. oleh tentara Khilafah yang siaga cepat untuk menjaga wilayah perairan terutama yang berbatasan langsung dengan asing.
Bisa dipastikan maka seluruh hasil laut bisa dinikmati secara merata oleh warga negara. Bahkan negara juga bisa melakukan ekspor hasil laut. Hanya saja aktivitas perdagangan luar negeri (ekspor-impor) tidak boleh dilakukan secara langsung tanpa seizin negara. Dan haram hukumnya memiliki ketergantungan kepada negara lain baik masalah pangan, infrastruktur, teknologi, maupun alat berat dan persenjataan.Â
Dalam hubungan perdagangan haram hukumnya bekerja sama dengan kafir harbi, sebab membuka peluang dagang dengan mereka sama saja membuka jalan bagi mereka untuk menguasai kaum muslimin.
Maka merupakan karunia besar dari Zat Pemilik Alam Semesta, Allah Swt., bahwa wilayah negeri-negeri Muslim di bawah naungan Khilafah memiliki sumber daya alam berlimpah. Baik yang tersimpan di dalam perut bumi, hutan dengan berbagai flora fauna, dan laut dengan beragam jenis hasilnya.
Wallahu’alam BisshawabÂ