Oleh : Jesiati
Muslimahtimes– Masyarakat miskin dan pedagang kecil kembali dibuat ketar-ketir oleh pemerintah lantaran subsidi LPG 3kg alias gas melon akan dicabut. Habis dibuat pening dari rencana larangan penggunaan minyak goreng curah atas alasan kesehatan dan sertifikasi produk halal buat pedagang kecil, mereka kini belum bisa tidur nyenyak karena berbagai kejutan di awal 2020. Ini yang namanya negara mati rasa ketika membiarkan rakyat sengsara. Apa saja fakta-fakta yang membuat rakyat sengsara, yuk kita telusuri dulu agar bisa kita analisis dan temukan solusi tuntasnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah akan memberi bantuan dana tunai kepada warga miskin. Hal ini dilakukan sebagai ganti dari kebijakan pencabutan subsidi elpiji 3 kilogram (kg) mulai pertengahan 2020. “Ya nanti diberikan seperti kompensasi uang, kira-kira tengah dibahas,” ujar Arifin di Jakarta,Jumat (Kompas.com,17/1/2020).
Seperti diketahui, pemerintah berencana mencabut subsidi elpiji 3 kg pada pertengahan 2020. Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan sistem distribusi tepat sasaran elpiji 3 kg. Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas), Djoko Siswanto beberapa hari yang lalu mengatakan, secara prinsip pemerintah dan DPR telah menyetujui sistem distribusi tertutup elpiji 3 kg. Sebagai gantinya, pemerintah akan memberikan subsidi langsung kepada masyarakat yang berhak. “Kita sudah melakukan persiapan bagaimana cara memberi (subsidi) langsungnya kepada masyarakat. Mudah-mudahan tahun ini juga, sekitar pertengahan tahun (2020) bisa kita laksanakan karena uji cobanya sudah dilaksanakan di berbagai tempat,” ujarnya di Jakarta, Selasa (Kompas.com, 14/1/2020).
PT PLN masih belum bisa memastikan kebijakan tarif listrik pada 2020. Meskipun dari rencananya, akan ada penyesuaian harga atau tarif adjusment pelanggan listrik golongan 900 volt ampere bagi Rumah Tangga Mampu atau RTM. Kebijakan penyesuaian ini semula akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2020. Namun, Kementerian ESDM kemudian memutuskan belum ada kenaikan untuk menjaga kestabilan ekonomi dan daya beli. Terkait kebijakan tarif listrik pada 2020 ini, Wakil Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menuturkan bahwa pihaknya belum bisa menentukan apakah akan ada penyesuaian kenaikan atau penurunan tarif. Kebijakan ini seluruhnya diputuskan oleh Kementerian ESDM sebagai penanggung jawab sektor. “Dari Kementrian ESDM yang akan memutuskan. PLN sendiri adalah pelaksana,” kata Darmawan di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (VIVAnews,17 Januari 2020.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, persoalan terkait dengan guru honorer masih banyak. Salah satunya terkait dengan tuntutan gaji guru honorer. Selama ini, dikatakan Muhadjir, dana bantuan operasional sekolah (BOS) kebanyakan digunakan sekolah untuk menggaji guru honorer. Padahal seharusnya dana BOS tersebut dipergunakan untuk peningkatan mutu sekolah, seperti pengadaan barang atau menunjang proses pembelajaran siswa di kelas. Mendatang, Kemdikbud berusaha agar mulai 2020 dana BOS murni untuk peningkatan mutu sekolah.
“Kami memperjuangkan agar gaji guru honorer tidak diambil dari dana BOS, tetapi dari dana alokasi umum (DAU), sama dengan guru PNS (pegawai negeri sipil,red) lainnya. Dana BOS aka fokus untuk biaya operasional bukan untuk gaji guru, karena BOS akan habis untuk gaji guru, dampaknya sekolah tidak terawat,” ujar Muhadjir saat peluncuran digitalisasi sekolah di Serindit, Kabupaten Nautana, Kepulauan Riau, Rabu (Beritasatu.com,18/9/2019).
Sebanyak 41 penyandang disabilitas netra tingkat SMA dan Perguruan Tinggi dipaksa untuk mengosongkan tempat tinggalnya di asrama Gedung BRSPDSN Wyataguna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung. Pengosongan tersebut dilakukan karena berubahnya status Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyadang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN). Berdasarkan aturan tersebut, penyandang disabilitas tunanetra tingkat SD, Elda mengatakan mendapatkan layanan selama 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun dan perkuliahan 5 tahun. Namun, sejak terjadi perubahan nomenklatur panti menjadi balai waktu pelayanan hanya enam bulan ( Republika.co.id, 15/1/2020).
Lima perusahaan sawit berskala besar mendapatkan subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan total mencapai Rp7,5 triliun sepanjang Januari—September 2017. Lima perusahaan sawit itu terdiri dari Wilmar Group, Darmex Agro Group, Musim Mas, First Resources, dan Louis Dreyfus Company (LDC). Berdasarkan data yang diperoleh CNN Indonesia.com, Wilmar Group mendapatkan nilai subsidi terbesar, yakni Rp4,16 triliun. Padahal, setoran yang diberikan Wilmar Group hanya senilai Rp1,32 triliun.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang diteken oleh Presiden Jokowi itu, diatur tentang penggunaan dana tersebut. Pada Pasal 11 ayat (1) dinyatakan bahwa dana yang dihimpun adalah untuk pengembangan sumber daya manusia; penelitian dan pengembangan perkebunan sawit; promosi perkebunan kelapa sawit; peremajaan tanaman perkebunan; serta prasarana perkebunan sawit. Sedangkan pada ayat (2) dijelaskan bahwa penggunaan dana itu juga dipakai untuk kebutuhan pangan, hilirisasi industri dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel. Ayat selanjutnya menyatakan BPDPKS dapat menentukan prioritas penggunaan dana berdasarkan program pemerintah dan kebijakan Komite Pengarah.
Terkait hal tersebut, kajian soal sawit milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2016 menemukan bahwa penggunaan dana yang berlebihan bagi perusahaan biodiesel bisa menimbulkan ketimpangan dalam pengembangan usaha perkebunan sawit.
Nilai subsidi untuk perusahaan sawit lainnya adalah Darmex Agro Group (Rp915 miliar) dengan setoran Rp27,58 miliar; Musim Mas (Rp1,54 triliun) dengan setoran Rp1,11 triliun; First Resources (Rp479 miliar) dengan setoran Rp86,95 miliar; dan LDC (Rp410 miliar) sebesar Rp100,30 miliar. Dengan demikian terdapat selisih nilai yang relatif besar untuk para konglomerat sawit tersebut. Ini terdiri dari Rp2,84 triliun (Wilmar Group); Darmex (Rp887,64 miliar); Musim Mas (Rp421,56 miliar); First Resources (Rp392,61 miliar) dan LDC (Rp309,83 miliar).
Fakta di dalam kehidupan menunjukkan bahwa tidak semua barang dan jasa yang diproduksi manusia untuk dikonsumsi sendiri. Fakta juga menunjukkan bahwa, sebagian besar barang dan jasa yang diproduksi manusia adalah untuk kepentingan dan kebutuhan manusia lain. Seperti petani yang menanam padi atau produsen baju yang menghasilkan baju, sebagian besarnya diperuntukkan bagi manusia lain. Hanya sedikit saja yang digunakan untuk konsumsi.
Aktivitas ekonomi yang paling besar sebenarnya di dominasi oleh transaksi. Transaksi tersebut dapat berupa jual beli, barter, sewa menyewa, pinjaman, hutang, memberi dan meminta. Transaksi inilah yang sebenarnya paling banyak menimbulkan problem ekonomi dibanding masalah produksi. Berbagai sumber konflik, baik berupa kezaliman, keserakahan, penyimpangan, penindasan dan ketidakadilan lainnya, hampir seluruhnya bersumber dari masalah tersebut. sedangkan persoalan produksi tidak menimbulkan problem sama sekali. Fakta dilapangan justru produksi barang dan jasa melimpah, tapi tidak terdistribusi secara adil dan merata di tengah masyarakat.
Sampai hari ini ekonomi kapitalisme masih mendominasi seantero bumi dengan segala kekurangannya. Kondisi renta yang tertatih untuk bertahan dari terpaan spekulasi sektor non riil (virtuall sector) sebagai basis perekonomian, siap mengancam kapan saja. Krisis terjadi secara berulang begitu nyata, walaupun bisa diredam krisis akan datang lagi dengan waktu yang lebih pendek dan lebih keras hantamannya. Ekonomi kapitalisme yang berpatokan pada mekanisme pasar bebas dengan tangan tak kentaranya (invisible hand), memberikan kebebasan pada setiap orang dalam menguasai sumber daya. Dalam mengatur perekonomian, terbukti menimbulkan kesenjangan karena modal yang akhirnya menjadi penentu keberhasilan. Masyarakat seolah terbelah menjadi dua, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin papa. Itulah potret perekonomian yang tampak saat ini dengan kemiskinan dimana-mana.
Problem kemiskinan termasuk salah satu persoalan utama. Meskipun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bertambah tiap tahun, tapi tidak menjamin terujudnya kesejahteraan yang nyata. Jika menganut standar kemiskinan versi Bank Dunia, maka jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2013 mencapai 97,9 juta jiwa. Atau setara dengan 40 persen. (Republika, 23/6/2013). Jumlah yang sangat besar dan lebih dari cukup sebagai bukti terjadinya kesenjangan dan kegagalan ekonomi.
Paradigma ekonomi kapitalis menitikberatkan pada sektor produksi. Jika produk nasional secara agregat meningkat, maka meningkat pula kesejahteraan. Karena jumlah barang dan jasa telah tersedia di pasar bagi kebutuhan masyarakat berdasarkan kuantitas semata. Dengan begitu, setiap orang dibiarkan bebas memperoleh kekayaan sejumlah yang ia mampu sesuai dengan faktor-faktor produksi yang dimiliki, baik pemuasan itu dirasakan oleh semua individu ataupun sebagiannya saja. Tugas pemerintah dianggap telah selesai jika stok kebutuhan telah tersedia di pasar, apakah rakyat tidak ‘mampu’ membeli bukan menjadi soal.
Salah satu contohnya kenaikan harga daging akibat jumlahnya berkurang di pasaran. Maka, langkah praktis yang diambil oleh pemerintah dalam menetralisir harga biasanya dengan menambah jumlah persedian melalui impor. Begitu juga dengan komoditi lainnya, walaupun potensi alam sangat mendukung. Produk sederhana, seperti cabe, bawang dan garam masih sangat tergantung dengan Negara luar. Ditambah lagi dicabutnya subsidi gas LPJ tentu ini sangat menyengsarakan rakyat.
Kapitalisme dalam perkembangannya menyebabkan adanya konsentrasi kapital dalam dunia industri. Dampaknya ialah sosialisasi produksi secara komprehensif. Alat-alat produksi itu tetap dimiliki oleh segelintir kapitalis. Industri-industri saling bersaing untuk memperoleh laba. Pada akhirnya persaingan ini hanya menyisakan industri besar yang memegang dominasi absolut. Industri kecil pada akhirnya menjadi cabang-cabang dari industri besar. Tidak ada industri yang berdiri sendiri. Semua berdiri dalam satu rantai kapitalis dalam konglomerasi nasional.
Hal yang sama juga terjadi pada perusahaan konglomerat nasional, Salim Group yang resmi membeli saham Bank Ina Perdana pada tahun 2017. Salim Group membeli 29,02 % saham Bank Ina melalui NS Financials Fund sebesar 10,58% saham dan NS Asean Financial Funds sebesar 18,44%. Keduanya merupakan instrumen investasi milik Nikko Securities Indonesia. Salim Group menguasai 50% saham Nikko Securities melalui PT. Gema Insasi karya. Melalui Liontrust Ltd pada transaksi 21 Desember 2016, Salim Group menambah kepemilikan Bank Ina. Dengan ini Bank Ina akan mendapat tambahan dana sekitar Rp 703 milliar.
Inilah yang disebut sebagai era kapital finansial. Hari ini, kapitalis yang mendominasi adalah kapitalis yang bergerak di dalam sektor finansial, dari perbankan sampai grup-grup investasi. Kapitalis industrialis yakni kapitalis yang murni bergerak di dalam sektor industri ada di bawah dominasi kapitalis finansial yang mengontrol kapital. Disamping itu, untuk menopang proses akumulasi yang berkelanjutan bagi para kapitalis, negara konsisten menerapkan upah murah. Hal ini berakibat pada buruh yang dipaksa hidup dengan upah yang sangat rendah. Ditambah dengan tidak adanya jaminan sosial, jaminan pekerjaan, serta kondisi kerja yang layak. Kombinasi dari kebijakan di atas adalah tentunya melahirkan ketidakadilan dalam proses redistribusi kekayaan dan keuntungan nasional. Ini terus menerus memperlebar jurang antara have dan have not.
Sistem ekonomi kapitalisme didasarkan pada azas kebebasan. Kebebasan kepemilikan terhadap harta, kebebasan pengelolaan harta, dan kebebasan konsumsi. Azas kebebasan ini tidaklah layak, karena melanggar nilai moral dan spritual. Bisnis minuman memabukkan ataupun prostitusi misalnya dianggap legal selama menguntungkan, karena jelas bertentangan dengan nilai agama dan merusak intitusi keluarga. Termasuk penguasaan terhadap SDA strategis oleh sebagian kecil kelompok kaya telah mengorbankan sebagian besar masyarakat. Lahirnya manusia-manusia rakus yang menjadikan materi sebagai standar nilai dalam kehidupan. Mahalnya sumber energi dan biaya hidup yang tinggi merupakan kesalahan pengelolaan kekayaan alam yang mestinya bisa mensejahterakan.
Kesejahteraan dalam pandangan Islam tidak dinilai dari terpenuhinya materi saja tapi juga spiritual, terpeliharanya nilai-nilai moral dan terujudnya keharmonisan sosial. Karena itu suatu masyarakat dikatakan sejahtera jika terpenuhi kebutuhan pokok individu rakyat, baik berupa pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatannya. Serta terjaga dan terlindunginya agama, harta, jiwa, akal dan kehormatan. Sehingga sistem ekonomi yang berkeadilan sangat terkait dengan sistem hukum, politik, sosial dan budaya. Masih banyak manusia yang hidup serba kekurangan, bahkan untuk mendapatkan sesuap nasi harus bersusah payah. Kenyataan itu terlihat jelas bahwa kesulitan mendapatkan makanan bukanlah karena kelangkaan, bukan pula berkurangnya barang, namun karena buruknya distribusi di tengah masyarakat. inilah tantangan sebenarnya dalam ekonomi Islam.