Oleh: Dina Wachid
Muslimahtimes– India adalah sebuah negeri yang telah dibebaskan melalui tangan Muhammad Ibn al-Qasim ats-Tsaqafi yang dikirimkan oleh khalifah Umawiyah Walid ibn Abdul-Malik sebagai pemimpin pasukan. Peristiwa ini bermula ketika ada sekelompok kaum Muslim melakukan pelayaran di atas kapal di Samudera Hindia, dari daerah Ceylon dekat pesisir negeri Sind yang dirampok kemudian diculik. Sang khalifah kala itu kemudian mengirimkan pasukan untuk menolong kaum Muslim dan kemudian membebaskannya.
India terus menjadi bagian kekhilafahan selama lebih dari seribu tahun (abad 1-14 H). Pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M), pasukan Islam memperluas batas-batas negeri Sind ke arah barat sampai kota Gujarat. Di daerah inilah pasukan Muslim menetap dan membangun kota-kota baru. Sejak saat itu sejumlah besar orang-orang India terselamatkan dari cengkraman kasta kafir dan masuk menjadi bagian dari persaudaraan Muslim sedunia di bawah naungan daulah khilafah. Mereka terbebaskan dari kebodohan dan kekufuran menuju cahaya Islam, menyembah Allah SWT saja. Pemerintahan Islam pada saat itu meliputi apa yang sekarang dikenal dengan nama India, Pakistan, Kashmir dan Bangladesh. Dan itu berlangsung selama seribu tahun lamanya.
India masih menjadi tetap menjadi bagian kekhilafahan selama kekuasaan Ratu Delhi (1205-1526 M) dan selama kekuasaan Mongol (1526-1857 M). Di bawah naungan pemerintahan Islam, negeri India telah melahirkan ulama-ulama besar seperti Syaikh Ahmad Sir Hindi (1624 M) dan Syah Waliyuddin ad-Dahlawi (1703-1762 M).
Kini India tengah menjadi sorotan dunia. Penyebabnya adalah sebuah tragedi kekerasan terhadap umat Muslim terburuk dalam beberapa dekade terjadi di sana. Lebih dari 30 korban tewas dalam tragedi kekerasan di Delhi, India, ketika oposisi mengecam pemerintah karena menjadi ‘penonton bisu’.
Kekerasan dipicu setelah aksi damai selama berminggu-minggu di New Delhi terhadap undang-undang kewarganegaraan baru, diserang oleh gerombolan nasionalis Hindu. Mereka mengatakan bahwa Citizenship Amendment Act (CAA) yang disahkan Desember lalu adalah suatu bentuk diskriminasi terhadap Umat muslim sebagai kaum minoritas terbesar di India.
Beberapa bagian ibu kota juga mengalami kekerasan pada hari Minggu (23/2/2020) setelah seorang pemimpin Partai Bharatiya Janata (BJP) yang memerintah memperingatkan umat Islam agar tidak melanjutkan aksi damai tersebut.
Di hari-hari berikutnya, Karawal Nagar, Seelampur, Maujpur, Bhajanpura, Vijay Park di timur laut Delhi, Jafrabad, Chandbagh, Mustafabad, dan Yamuna Vihar menjadi saksi pertempuran sengit antara umat Hindu dan Muslim. Lebih dari 200 orang telah terluka selama empat hari kekerasan di daerah berpenduduk Muslim di timur laut Delhi, di mana polisi diduga mengabaikan kejadian buruk ketika massa (pada hari Minggu) mengamuk, membunuhi orang-orang, dan merusak properti, termasuk masjid.
Perdana Menteri nasionalis India Hindu Narendra Modi, yang menjamu Presiden AS Donald Trump ketika kekerasan sedang berlangsung, telah dikritik karena tidak melakukan tindakan apa pun.
Sebelumnya pada Agustus 2019 India telah mencabut status otonomi Kashmir hingga wilayah muslim yang diperebutkan Pakistan, India, dan Cina itu kembali alami konflik. Kejahatan Modi berulang kembali saat 12 Desember 2019, Amandemen UU Kewarganegaraan (Citizenship Amendment Act/CAA) disahkan.
Amandemen itu nyata-nyata mendiskriminasi muslim yang tak bakal mendapat kewarganegaraan sebagaimana imigran ilegal dari Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan yang beragama Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi, dan Kristen.
Korban penguasa dari partai Nasionalis Hindu-Bharatiya Janata (BJP) jelas bukan hanya 200 juta Muslim saja. Kerusuhan di Uttar Pradesh Utara Desember tahun lalu memakan korban 30 tewas. Kenekatan Modi yang disinyalir bakal mengubah India menjadi Negara Hindu membuat kerusuhan kembali meletus di New Delhi sejak Senin (24/2/2020) dan mengakibatkan puluhan korban tewas, lebih dari 200 orang terluka, 2 masjid terbakar, berbagai fasilitas umum dan pribadi hancur.
Tak seperti di masa ketika daulah khilafah masih tegak, dimana ketika ada umat yang teraniaya, khalifah langsung mengirimkan pasukan untuk menolongnya. Yang ada kini umat sendirian tak ada pertolongan dari pemimpin muslim manapun. Justru sebaliknya mereka tunduk kepada kafir dan berkomplot untuk memusuhi umat Islam sendiri.
Hari ini untuk kesekian kalinya kita melihat darah umat ini terus tertumpah tanpa ada pembelaan apalagi penjagaan. Segala kecaman tak akan cukup untuk menghentikan kedzaliman yang menimpa umat Muslim di seluruh dunia. Bantuan dan pertolongan dari umat Muslim lainnya hanyalah bersifat sementara. Selama tak ada kekuatan militer yang mampu menumpas kejahatan kaum kafir dan antek-anteknya, maka umat Islam dimanapun akan terus teraniaya.
Tiadanya junnah itulah yang membuat umat terus susah. Tiadanya perisai itulah yang membuat umat terus tercerai berai. Tiadanya pelindung itulah yang membuat kedzaliman tak mampu dibendung. Tiadanya khilafah itulah yang membuat musuh terus menjajah dengan pongah. Melancarkan segala agenda busuk mereka dengan bantuan penguasa boneka di negeri-negeri Islam dengan beragam topengnya.
Padahal dengan adanya khilafah, umat ini akan terayomi seluruhnya. Dengan adanya seorang khalifah umat akan terpelihara segala urusannya, lahir dan batinnya. Dengan adanya imam atau pemimpin umat akan dapat bersatu laksana satu tubuh yang saling menopang dan saling menguatkan. Tak akan mudah lemah dan goyah, apalagi roboh. Karena sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggungjawab atasnya” (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad).
Al-imâm atau khalifah itu yang akan menjadikan umat Islam memiliki junnah atau perisai sebagai pelindung dari berbagai marabahaya, keburukan, kemudaratan, kezaliman, dan sejenisnya. Imam atau khalifah itu yang akan memberikan rasa aman atas urusan dunia dan agamanya. Mencegah dan menghentikan segala penyimpangan akibat dari serangan musuh-musuh Islam baik itu dari kalangan kafir ataupun dari kalangan orang-orang munafik. Kewajiban seorang imam/khalifah juga memerintahkan umat untuk menaati Allah dan Rasul-Nya serta mengatur (memerintah) mereka dengan adil dan berhukum hanya dengan hukum Allah ‘Azza wa Jalla. Wallahu a’lam bish-shawab[]