UU Ketahanan Keluarga: Harapan Yang Tak Dianggap
Oleh. Mutia Rahmi, S.I.Pus
(Pemerhati Sosial)
Muslimahtimes – Masuknya RUU ketahanan keluarga (RUU KK) dalam daftar Program Legislasi Nasional, mengundang pro-kontra. Pengusul RUU ini bermaksud untuk memperbaiki kualitas keluarga dan menyelesaikan berbagai masalah yang menimpa keluarga seperti tingginya angka perceraian dan perilaku yang menyimpang dalam seksual yang merusak tatanan masyarakat. Sementara yang kontra, meski dengan berbagai macam kalimat, tapi berpijak pada satu sudut pandang, yaitu bahwa negara tidak perlu turut campur dalam urusan keluarga. Negara tak bisa mengekang Hak Asasi Manusia.
Poin-poin kontroversial dalam pembahasan RUU Ketahanan Keluarga tentang tugas istri disebutkan dalam Pasal 25 Ayat (3) huruf a, wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Ketentuan itu disorot karena berpotensi mengungkung peran istri atau perempuan di dalam rumah. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Ai Maryati Solihah menganggap Pasal 25 itu bias gender, seolah ranah perempuan hanyalah seputar domestik rumah tangga, sementara kepala keluarga tidak-boleh-tidak menjadi kewenangan laki-laki. Pasal 86 keluarga wajib melapor kepada Badan yang menangani Ketahanan Keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh Pemerintah jika ada anggota keluarganya yang mengalami perilaku seksual menyimpang untuk mendapatkan rehabilitasi.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara mengingatkan pasal mengenai LGBT dan kehidupan rumah tangga berpotensi melanggar HAM.
Pro Kontra terhadap RUU Ketahanan keluarga dari dua contoh topik perdebatan di atas, dapat disimpulkan bahwa pro-kontra ini lahir dari perbedaan perspektif yang tajam tentang peran negara dan agama dalam menyelesaikan persoalan. Dan polemik ini niscaya akan terus terjadi pada bangsa yang menyepakati sekularisasi agama.
Semangat untuk mewujudkan nilai-nilai kebaikan yang lahir dari pemahaman syariat akan mendapat perlawanan sengit dari pihak moderat sekuler. Sistem demokrasi ini memang sangat tidak kompatibel dengan syariat Islam. Dalam islam antara negara dan keluarga punya ikatan sinergi yang kuat dan strategis. Suksesnya kepemimpinan kepala keluarga dalam mewujudkan keluarga sholih – mushlih (baik dan memberi kebaikan pada masyarakat dan negara) wajib ditopang oleh kepemimpinan di tingkat negara. Mampunya kepala keluarga memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya, pendidikannya, moral dan akhlak anggota keluarganya, menjaga dari keburukan dan fungsi keluarga lainnya. Didukung peran negara dalam penyelenggaraan sistem ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Begitu pun lahirnya kepemimpinan yang amanah dan bertanggung jawab, diperoleh dari pendidikan keluarga.
Karena itu Islam memberi tugas pada negara untuk menyiapkan berbagai perangkat untuk mewujudkan ketahanan keluarga. Negara melanjutkan pembentukan manusia utuh yang sudah disiapkan keluarga. Negara menciptakan suasana masyarakat tempat generasi menimba pengalaman hidup dan menempa mentalnya. Menyediakan pendidikan formal dengan kurikulum yang bertarget melahirkan calon orang tua sholih-mushlih, dan siap membina rumah tangga. Negara menebar nilai-nilai kebaikan melalui sistem media massa yang bermanfaat menguatkan keyakinan masyarakat dan mencerdaskan. Mencegah munculnya informasi negatif di media massa, kontra produktif dengan akidah dan akhlak. Pembentukan keluarga yang benar, pergaulan di tengah masyarakat yang sehat dan produktif, penerapan syariat Islam di aspek ideologi, politik, sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan layanan publik, ketahanan dan keamanan, oleh negara serta pengurusannya dengan benar dan bertanggung jawab penuh, secara efektif akan melahirkan keluarga yang kuat, masyarakat mulia dan umat terbaik.
Semua ini bisa terwujud karena perundang-undangan dalam khilafah, ruhnya adalah akidah Islam. Umat Islam percaya penuh bahwa syariat Islam akan menyelesaikan masalah dan mengatur urusan dengan benar dan baik. Tugas umat Islam yang utama hari ini justru adalah mengubah format pemerintahan yang ada hari ini dengan pemerintahan Islam, Khilafah, agar syariat Islam kaaffah tegak seluruhnya.