Verawati
(Ibu Rumah Tangga dan Member Akademi Menulis Kreatif)
Muslimahtimes– Bagi pencinta minuman kopi, teh atau berkabonasi harus bersiap-siap merogoh kantong lebih dalam. Pasalnya Sri Mulyani tengah mengajukan rencana untuk memungut cukai atau pajak pada minuman tersebut. Dikatakan bahwa alasan memberlakukan cukai pada produk tersebut untuk mengurangi masalah kesehatan masyarakat diantaranya adalah penyakit obesitas. Sri Mulyani mengatakan, “Diabetes penyakit paling tinggi fenomena dan growing seiring meningkatnya pendapatan masyarakat,” jelas Sri Mulyani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Namun menurut Ketua Umum Gabungan Industri Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman menanggapi usulan lama tersebut. Bila ada cukai maka otomatis akan terjadi kenaikan harga barang dan menurunkan harga beli. Beliau juga mengatakan bahwa “Pada dasarnya belum ada data yang menunjukkan pengenaan cukai bisa menurunkan PTM (penyakit tidak menular) dan obesitas. Kalau tujuan adalah mengatasi PTM dan obesitas,” (CNBCIndonesia, 19/02/2020).
Penerimaan negara dari pengenaan cukai pada minuman berpemanis adalah Rp 6,25 triliun. (CNBCIndonesia, 19/02/2020). Sebelumnya juga pemerintah tengah menerapkan pajak pada emisi kendaraan bermotor dan kantong plastik, tujuannya dalam rangka mengurangi sampah ditengah-tengah masyarakat. Sekilas mungkin bisa dikatakan kebijakan-kebijakan ini terlihat bagus. Namun sesungguhnya hal ini merupakan buah manis dari sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini menerapkan pajak sebagai sumber pendapatan negara yang utama dan terbesar. Jadi apapun akan dikenakan pajak. Meski Pendapatan negara dari sektor-sektor ini teramat kecil atau bisa dikatakan recehan. Bandingkan dengan pendapatan negara dari sektor yang lain seperti sumber daya alam contoh perusahaan pertambangan dan migas. Namun sayang justru yang besar keuntungannya itu dinikmati oleh asing dan aseng. Sedangkan rakyat sudah susah di palak pula dengan wajib pajak.
Padahal kalau kita belajar sejarah tidak ada negara yang makmur dengan pajak. Justru karena pajak berbagai peristiwa pemberontakan terjadi. Seperti peristiwa Revolusi Prancis, pajak menjadi salah satu penyebab meletusnya peristiwa ini, yaitu dengan adanya kesewenangan dan ketidakadilan Raja Louis XIV dalam memungut pajak. Pada masa itu, raja membuat rakyat biasa harus membayar pajak yang lebih tinggi dibandingkan kaum bangsawan dan pendeta demi memenuhi kehidupan raja dan para bangsawan istana serta permaisuri Louis XVI yang penuh kemewahan dan kemegahan.
Begitu pun saat ini di Indonesia. Rakyat dipaksa membayar pajak. Namun hasil dari pajak itu pun tidak banyak yang dinikmati rakyat. Justru sebaliknya banyak pajak yang dikorupsi oleh pejabat dan pemungut pajak. Hal ini bisa dilihat dari slogan pajak yang digunakan “Lunasi Pajaknya, Awasi Penggunaannya”. Bahkan ada rencana untuk diubah menjadi “Lunasi Pajaknya, Awasi Pemungutannya”.
Di Indonesia pajak merupakan penopang terbesar APBN. Dalam postur APBN 2018, pendapatan negara di proyeksikan sebesar 2.165,1 triliun rupiah dengan rincian penerimaan dari pajak sebesar 1.786,4 triliun rupiah, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 378,3 triliun rupiah, dan hibah sebesar 0,4 tririlun rupiah. (kemenkeu.go.id/apbn2019). Besarnya target penerimaan negara dari sektor pajak, menjadikan apapun yang ada di Indonesia dijadikan objek pajak. Tak heran minuman berpemanis meski receh menjadi incaran untuk diambil pajaknya juga.
Inilah sistem ekonomi kapitalisme. Pajak dijadikan sumber terbesar pemasukan negara. Lalu kemana kekayaan alam yang dimiliki Indonesia? Seperti migas atau minerba nya? Kapitalisme berpinsip kebebasan. Termasuk dalam hal ini adalah kebebasan kepemilikan. Jadi siapapun boleh memiliki apapun, termasuk sumber daya alam minerba atau migas. Untuk mendapatkan legal hukum, maka dibuatlah undang-undang yang membolehkan adanya kepemilikan tersebut. Dengan dalih privatisasi atau swastanisasi inilah syahwat para kapitalis terpenuhi. Akhirnya terjadi liberalisasi kepemilikan kekayaan alam Indonesia. Munculah segelintir orang kaya dan jurang kemiskinan yang sangat jauh.
Andai satu sumber saja benar-benar dikelola dengan baik oleh negara. Seperti emas yang ada di freeport, akan mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup rakyat Indonesia. Saat ini Freeport menghasilkan 240 kg emas perhari, belum bahan berharga lainnya seperti perak, tembaga. Ini adalah gunung kekayaan yang begitu melimpah. Namun apa yang terjadi? Dikuasai oleh asing, rakyat Indonesia gigit jari. Inilah bentuk kebobrokan sistem hidup kapitalisme yang saat ini tengah diberlakukan ditengah-tengah hidup kita. Maka sudah saatnya kita campakkan sistem ini dan kita ganti dengan sistem Islam.
Dalam sistem Islam pajak bukanlah sumber utama. Pajak hanya akan diberlakukan dalam kondisi darurat atau kondisi negara dalam keadaan krisis. Seperti Umar in al-Khathab radliallahu ‘anhu di masa kekhalifahannya, dimana beliau mewajibkan pajak sebesar 10% kepada para pedagang ahlu al-harb, sedangkan untuk pedagang ahlu adz-dzimmah sebesar 5%, dan 2,5% bagi pedagang kaum muslimin.
Sedangkan sumber utama pendapatan negara adalah, pertama: dari pengelolaan negara atas kepemilikan umum. Dalam sistem ekonomi Islam sumber daya alam seperti kekayaan hutan,minyak,gas dan barang tambang lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah milik umum (rakyat) sebagai sumber utama pendanaan negara.
Pada kepemilikan umum ini negara hanya sebagai pengelola. Dalam hal ini, syariah Islam mengharamkan pemberian hak khusus kepada orang (privatisasi) atau kelompok orang (swastanisasi), terlebih swasta asing. Semua keuntungan akan dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Kedua: dari pengelolaan fa’i,kharaj,ghanimah dan jiryah serta harta milik negara dan BUMN. Ketiga: dari harta zakat.
Inilah sistem ekonomi Islam yang mengatur dan menjamin pemenuhan kebutuhan manusia orang per orang. Bukan untuk segelintir manusia yang rakus.kehidupan yang dibangun akan mendapati keberkahan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Arof ayat 96 “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.
Wallahu ‘alam Bishoab