0
Ketika Indonesia Menetapkan No Lockdown
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Muslimah Penulis Sidoarjo
Muslimahtimes – Presiden Joko Widodo memastikan tidak akan mengambil langkah lockdown di tengah penyebaran virus Corona (COVID-19) yang semakin massif. Hal itu disampaikan oleh Kepala BNPB sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo (Detik.com, 22/3/2020).
Doni menyatakan Jokowi telah memberikan instruksi kepada dirinya untuk tidak mengambil langkah lockdown. Menurutnya, pernyataan itu sudah menjadi keputusan pemerintah Indonesia. “Sekali lagi saya tegaskan, pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi yang juga telah memberikan instruksi kepada kepala gugus tugas tidak akan ada lockdown,” ujar Doni.
Fix, tidak ada Lockdown maka secara tidak langsung ini berarti rakyat harus mulai memproteksi diri sendiri sebab pemerintah sudah menyatakan sikapnya. Sebelumnya pemerintah juga telah menetapkan tak ada bagi masker gratis, sanitaizer, gratis periksa, penanganan medis berbasis pelayanan gratis dan terpadu, keakuratan data. Seolah bukan jadi prioritas pemerintah.
Kita rakyat, dikembalikan kepada sistem purbakala, dimana yang kuat dipertahankan yang lemah dikorbankan. Sungguh, watak kapitalisme sejati telah menunjukkan wajahnya. Rakyat yang disanjung dan dipuja, ternyata hanya dijadikan alat ketika pemilu, giliran hari ini meminta hak, sudah kadaluarsa.
Alangkah naifnya, Indonesia yang kaya raya, faktanya tak hanya bertekuk lutut di tangan koorpotokrasi namun juga pada virus Covid-19, yang tak kasat mata. Benarlah apa yang dikatakan Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, baru-baru ini saat bertemu dengan tokoh senior Jawa Barat, TjeTje Hidayat Padmawinata. Rizal lantas membagikan petuah dari sang tokoh senior tersebut mengenai kondisi Indonesia saat ini.
“Menurut Kang TjeTje Hidayat Padmawinata, Tokoh Senior Jawa Barat, “Indonesia hari ini ‘A Nation without a Leader’, Krisis Kenegarawanan”. Wah ini tondo2,” tulis Rizal Ramli melalui akun Twitternya, @RamliRizal, dikutip VIVAnews, Minggu, 15 Maret 2020. Saking kejamnya, staf kabinetnya telah positif, walikota, para dokter dan terutama rakyatnya sudah positif kebijakan yang diambil tetap No Lockdown.
Negara-negara lain sudah melakukan kebijakan lockdown untuk menghentikan penyebaran virus corona. Sejumlah pihak di dalam negeri lantas menyarankan kepada Presiden Jokowi untuk menerapkan langkah serupa namun apa daya, hari ini fix No Lockdown.
Sejak awal masyarakat ragu terhadap keseriusan pemerintah menangani Covid 19. Sampai WHO bersurat pada Jokowi, barulah akhirnya diputuskan sebagai Bencana Nasional. Namun keraguan masyarakat tidak hilang karena masih banyak hal yang terkesan ditutupi oleh pemerintah.
Apalagi, lambatnya penetapan status dan penyerahan langkah tindak pada masing-masing daerah (bisa berbeda penanganan antar pemerintah daerah) terbukti membuat warga terjangkit Covid -19 meningkat berlipatganda.
Lambatnya pemerintah menentukan status bencana nasional sehingga potensi sebarannya berlipat ganda/ eksponensial bahkan hingga berita terakhir adalah No Lockdown, menjelaskan siapa sebenarnya rezim hari ini dan untuk siapa kekuasaan yang mereka miliki.
Dampak bila pemerintah pusat menyerahkan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan langkah bagi daerahnya masing-masing akan berakibat terpecah belahnya pelayanan kepada umat. Dan sekaligus bukti ketiadaan tanggungjawab penuh dari pemerintah.
Bagaimana seharusnya kepala negara bertindak sebagai negarawan dan penanggung jawab? Islamkah jawabannya, sebab Islam sudah 1400 tahun lalu menjelaskan secara rinci, baik syariat maupun praktek langsung sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Fungsi pemimpin dalam Islam adalah sebagai junnah( perisai) sekaligus Ra’in (pengurus) bagi umat. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Artinya Khalifah atau pemimpinlah yang paling terdepan mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Stabilitas dalam negeri sungguh harus menjadi perhatian khusus, sebab dengannya akan tumbuh kekuatan dan kemampuan menghadapi segala problem baik di dalam maupun di luar negeri. Menjadi negara maju, mandiri dan memimpin.
Pemimpin yang baik dalam Islampun tak sekedar ia yang memiliki rupa menawan, namun juga sanggup menanggung amanah dan penerap syariat kaffah. Hanya Islam yang mampu menuntaskan persoalan pelik ini seperti Covid-19, tanpa menimbulkan masalah baru.
Tak boleh ada satupun yang mengganggu rakyat, sebab ia akan mempertanggung jawabkan ya diakhirat. Hisab seorang pemimpin jauh lebih berat daripada rakyat, ia akan berdosa jika berbohong tentang kepemimpinannya. Bahkan abai.
Saking pentingnya posisi rakyat, hingga pernah suatu waktu, Rasulullah menyerahkan dokter hadiah bagi dirinya pribadi untuk rakyat. Artinya beliau lebih mendahulukan kepentingan rakyat daripada diri beliau sendiri. Padahal bisa saja beliau melakukan itu, namun ketakwaan pada apa yang diperintahkan Allah lah yang lebih diutamakan.
Sampai kapan kita akan memelihara sistem kufur ini, kita manusia namun diatur dengan aturan tak manusiawi. Kita punya pemimpin namun bak anak ayam kehilangan induk, mencari sendiri. Lantas masih adakah alasan untuk menolak penerapan syariat Islam? Wallahu a’ lam bish showab.