Oleh. Silvia Anggraeni, S.Pd
#MuslimahTimes — “Kalian bakal berambisi terhadap kepemimpinan dan itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat. Maka senikmat-nikmat kepemimpinan adalah saat seseorang menyusu darinya (menjabat), dan secelaka-celakanya adalah saat orang melepaskan penyusuannya (mati).”(HR Al Bukhari)
Saat ini kita menyaksikan betapa nyatanya para penguasa yang mengemis jabatan pada rakyatnya, namun abai kala bahaya mengintai jiwa rakyat yang telah memberinya kuasa. Ketakutan dan kebingungan rakyat Indonesia kala wabah covid-19 begitu cepat menyebar di negeri ini tak mendapat tanggapan positif dari pemerintah. Tidak adanya upaya pencegahan sejak awal yang dilakukan pemerintah dengan menutup akses masuk bagi warga negara asing menggambarkan ketidakpedulian pemerintah akan bahaya yang mengancam. Ketidaksiapan tim medis dengan alat-alat pengaman juga bukti negara sangat abai akan keselamatan rakyat. Dan saat jumlah pasien yang positif terinfeksi melaju pesat, pemerintah tetap lambat. Lockdown yang menjadi harapan terakhir nyatanya tak jua di ambil oleh pemerintah.
Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menyampaikan,alasan mengapa pemerintah Indonesia tidak menerapkan lockdown atau karantina wilayah. Hal itu berkaitan dengan aktivitas perekonomian masyarakat.
“Di Indonesia banyak sekali yang bekerja mengandalkan upah harian. Itu menjadi salah satu kepedulian pemerintah, supaya aktivitas ekonomi tetap berjalan,” tutur Wiku di Kantor Graha Bafan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta Timur, Rabu (18/3/2020), seperti dikutip dari laman liputan6.com.
Alasan ekonomi menjadi pertimbangan untuk tidak melakukan lockdown. Ketakutan rakyat akan ancaman kesehatan akibat pandemi covid-19 harus dibenturkan pada ketakutan akan keluarganya yang kelaparan jika ia harus tetap di rumah. Banyaknya pekerja harian yang hanya memperoleh pendapatan jika keluar rumah memaksa mereka mengambil resiko dengan tetap bekerja di luar. Maka sekedar imbauan dari penguasa agar masyarakat mengisolasi diri dan tidak keluar rumah dalam rangka upaya memutus rantai penyebaran virus ini hanya sebatas kata-kata. Karena rakyat butuh makan.
Hari-hari kelam melewati pandemi covid-19 ini sungguh membuka mata hati kita semua, betapa negara tidak serius menjaga keselamatan rakyat.
Hanya Islam yang menjamin rakyat dapat hidup dengan tenang dan diayomi dengan baik. Dalam Islam masalah kesehatan serta kebutuhan pokok adalah suatu hal yang dijamin oleh negara. Maka semua kesedihan yang kita alami saat ini tak akan terjadi jika sistem Islam diterapkan.
Sebagai upaya perlindungan masyarakat dari bahaya wabah, daulah akan melakukan lockdown. Karena hal ini sesuai dengan apa yang Rasulullah Saw ajarkan, dalam hadits yang artinya: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari).
Hal ini adalah langkah nyata mencegah meluasnya jangkitan wabah. Dalam pelaksanaannya segala kebutuhan pokok rakyat akan dijamin oleh negara.
Dalam APBN Khilafah (APBN-K), sumber pendapat tetap negara yang menjadi hak kaum Muslim dan masuk ke Baitul Mal adalah: (1) Fai’ ; (2) Jizyah; (3) Kharaj; (4) ‘Usyur; (5) Harta milik umum yang dilindungi negara; (6) Harta haram pejabat dan pegawai negara; (7) KhumusRikaz dan tambang; (8) Harta orang yang tidak mempunyai ahli waris; (9) Harta orang murtad. Inilah pendapatan tetap negara, ada atau tidaknya kebutuhan.
Sementara pendapatan tidak tetap berupa instrumental dan insidental. Artinya instrumen seperti pajak dapat dikeluarkan secara insidental yaitu ketika kondisi Baitul mal sedang mengalami kekosongan dana, sementara diperlukan biaya yang mendesak maka pada saat tersebut negara akan mengeluarkan instrumen pajak untuk menghindari adanya bahaya atas kekosongan dana tersebut.
Dana dari Baitul mal ini yang akan digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan pokok rakyat. Daulah Islam juga memiliki kondisi ekonomi yang kuat. Semua Sumber daya alam dikelola dengan maksimal tanpa adanya campur tangan asing. Daulah juga tidak bergantung pada utang luar negeri. Maka jelas negara memiliki dana untuk membiayai segala kebutuhan rakyat terutama dalam kondisi darurat seperti saat adanya wabah.
Umar bin Khattabpun memberikan teladan ketika rakyatnya ditimpa kelaparan. Maka seluruh dana di Baitul mal dialokasikan kepada rakyat hingga habis tak bersisa. Lalu ia meminta kepada gubernur Mesir kala itu untuk mengirimkan bantuan logistik ke Madinah. Sesampainya bantuan di Madinah Umar turut memastikan bantuan sampai dan merata. Ia berada di tengah rakyatnya dan merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya. Semua ini sesuai dengan perkataannya: “Akulah seburuk-buruknya pemimpin apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.”
Masya Allah, begitulah pemimpin dalam Islam melindungi rakyatnya.
Segala yang terjadi adalah kehendak Allah. Wabah ini datang atas izinnya dan akan pergi juga atas izinnya. Manusia hanya mampu berusaha, dan bertafakur dengan adanya peringatan dari Sang Pencipta. Saatnya untuk memperbaiki kesalahan dan dosa. Dengan kembali pada syariat Islam agar Allah tak lagi murka.
Allahu A’lam