Mengenal Aisyah ra Istri Rasulullah secara Kaffah
Oleh: Hana Annisa Afriliani,S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)
Mulia cantik indah berseri…
Kulit putih bersih merahnya pipimu…
Dia Aisyah putri Abu Bakar Istri Rasulullah..
Sungguh sweet Nabi mencintamu
Hingga Nabi minum di bekas bibirmu…
Bila marah, Nabi kan bermanja, mencubit hidungnya…
.
.
Muslimahtimes – Sepenggal lagu “Aisyah Istri Rasulullah” karya seorang warga Malaysia yang bernama Hasbi Bin Muh Ali atau dikenal dengan Mr.Bie ini sedang menjadi trending di jagad youtube. Bagaimana tidak, lagu ini dicover oleh banyak selebritis dan youtuber asal Indonesia, seperti Syakir Daulay, Sabyan, Aviwkila dan masih banyak yang lainnya. Dan seketika langsung mengisi deretan trending di youtube dengan jumlah viewer jutaan.
Liriknya yang lebih menonjolkan pada sisi fisik Ummul Mukminin Aisyah ra ini serta romantisme kehidupan rumah tangganya bersama Rasulullah Saw sukses membuat baper para netizen yang mendengar lagu tersebut. Ditambah alunan musik yang mendayu-dayu, membuat perasaan kian terhanyut.
Adakah yang salah dengan lirik lagu tersebut? Tentu saja tidak, karena memang Aisyah ra digambarkan di dalam hadist merupakan wanita berkulit putih yang pipinya kemerah-merahan. Oleh karena itulah, Rasulullah Saw memanggilnya “humaira” artinya yang pipinya kemerah-merahan. Selain itu juga, soal romantisme rumah tangga Rasulullah bersama Aisyah ra pun memang benar adanya, tak dapat dinafikan. Karena sirah telah mencatatnya dengan indah bahwa Rasulullah Saw senantiasa memperlakukan Aisyah dengan ma’ruf dan senantiasa membuatnya tersipu. Sungguh, potret rumah tangga Rasulullah saw adalah potret rumah tangga romantis yang pernah terekam dalam sejarah.
Namun demikian, sosok Aisyah ra tak sebatas istri cantik nan romantis, melainkan juga sosok cendikiawan Muslimah yang berkontribusi besar bagi kebangkitan Islam. Beliau menjadi rujukan intelektual para sahabat Rasulullah Saw. Keilmuannya yang paling menonjol adalah di bidang fiqih dan hadist. Beliau juga seringkali memberikan pandangan-pandangan dalam persoalan hidup sehari-hari. Abu Musa Al-Asy’ari berkata, “Ketika kami, para sahabat, menghadapi kesulitan, dalam memahami sebuah hadits, kami sering bertanya kepada Aisyah. Ia pun selalu mampu menjawabnya.”
Kecerdasannya sungguh menakjubkan, lahir dari pendidikan di tangan ayahnya Abu Bakar As-Sidiq dan sang suami tercinta, Rasulullah Saw. Aisyah menjadi satu-satunya perempuan yang paling banyak meriwayatkan hadist, yakni sebanyak 2.210 hadist.
Tak hanya itu, Aisyah ra selama 50 tahun setelah Rasulullah saw wafat sangat aktif berkontribusi dalam rangka perbaikan umat. Ia juga senantiasa mengoreksi para sahabat yang keliru dalam memahami hadist atau ayat suci.
Pada suatu hari Ibnu Abbas meriwayatkan hadits berikut ini: “Sungguh Muhammad saw. pernah melihat Tuhannya dua kali; sekali dengan mata kepala beliau dan sekali dengan hati beliau.” (HR. Thabrani, Baihaqi, dan Haitsami)
Kemudian, Masruq bertanya kepada Aisyah, “Wahai Ibunda, pernahkah Rasulullah saw. melihat Tuhannya?” Aisyah menjawab, “Bulu kudukku berdiri (karena kaget) mendengar pertanyaanmu. Ada tiga hal yang jika seseorang memberitahumu hal itu, maka ia pasti telah berdusta. Pertama, siapapun yang mengatakan kepadamu bahwa Muhammad saw. pernah melihat Tuhannya, maka pasti ia berdusta”. Kemudian Aisyah membaca ayat, “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Teliti.” (al-An’âm [6]: 103).
Begitu pula ayat, “Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan berbicara kepadanya kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (QS. asy-Syûrâ [42]: 51)
Ada hadits lain yang menguatkan pendapat Aisyah. Salah satunya adalah sabda Rasulullah saw. berikut ini, “Allah swt. adalah cahaya. Bagaimana mungkin aku bisa melihat-Nya?” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
Samudara kecerdasan Aisyah ra begitu terpancar. Ia mampu menjawab berbagai persoalan tentang kehidupan berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan sepeninggal Rasulullah saw, Aisyah ra mengajar di madrasah yang ia buat di sudut Masjid Nabawi. Murid-muridnya datang dari berbagai penjuru dunia, diantaranya Irak, Syam, dan Mesir.
Tak hanya itu, Aisyah ra merupakan sosok yang zuhud, qona’ah dan rendah hati. Dalam bingkai kehidupannya yang sangat sederhana bersama Rasulullah Saw, ia tumbuh menjadi sosok demikian. Dalam kesederhanaan ia tetap qona’ah dan berhusnuzon kepada Allah Swt sehingga tidak pernah sedikitpun mengeluh. Bahkan diceritakan dalam sebuah hadist bahwa sepeninggal Rasulullah Saw, Aisyah ra menitikan air mata jika makan dengan menu yang cukup. Ketika ditanya, ia menjawab bahwa ia teringat dengan Rasulullah Saw yang selama hidupnya tak pernah makan dengan menu yang cukup. Masyallah betapa agungnya akhlak Ummul Mukminin Aisyah ra.
Dengan demikian, Aisyah ra sungguh layak menjadi panutan bagi para Muslimah dalam keseluruhan sosoknya. Dari kepribadiannya yang agung hingga kontribusinya untuk kebangkitan umat. Sungguh luar biasa!
Kisah Aisyah ra sungguh inspiratif dan mampu menyentuh kesadaran kita bahwa sesungguhnya letak kemuliaan seorang perempuan bukan pada kecantikannya, namun pada pancaran kebaikan akhlak dan keluasan ilmunya, khususnya perkara agama. Dari Aisyah ra juga kita belajar bahwa seorang Muslimah sudah selayaknya mendedikasikan waktunya untuk perjuangan di jalan dakwah, bukan sekadar disibukkan dengan urusan pribadi dan rumah tangga. Karena sejatinya, Allah telah memerintahkan, baik laki-laki maupun perempuan, untuk aktif melakukan aktivitas amar ma’ruf nahyi mungkar di tengah-tengah masyarakat.
Allah Swt berfirman yang artinya: ”Kamu semua adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran, 3 : 110)