Mia Annisa
(Narasumber Kajian WAG MQ Lovers Bekasi)
Muslimahtimes– Sistem kapitalisme yang rusak sedari lahir memang sudah tak dapat dipercaya mampu menyelesaikan persoalan sistemik yang ada saat ini. Hampir satu abad lamanya, alih-alih memberikan solusi sistem ini justru malah mendatangkan persoalan baru. Solusinya tambal sulam dan penyelesaiannya tidak menyentuh hingga ke akar-akarnya.
Lihat saja bagaimana cara kerja pemerintahan Indonesia ketika menghadapi wabah ini. Pemerintah malah mengeluarkan kebijakan nyeleneh yang meresahkan masyarakat di tengah kurangnya upaya maksimal dalam menjemput qadha Allah saat masa-masa kritis pandemi.
Yasonna Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM telah memutuskan untuk membebaskan puluhan ribu narapidana dari lapas. Menurutnya, keputusan ini untuk menghindari terinfeksinya para tahanan dari wabah corona di dalam jeruji besi. Keputusan ini berlaku bagi para napi serta koruptor yang berusia lanjut.
Keputusan ini tentu membuat publik geram. Selain menghadapi ancaman terpapar virus Corona, masyarakat juga berada di bawah bayang-bayang meningkatnya angka kriminalitas seiring ambruknya perekonomian di tengah wabah.
Cukup beralasan apa yang dikhawatirkan oleh masyarakat pasca narapidana ini bebas mereka akan berbuat kejahatan kembali. Terbukti di beberapa daerah ditemukan kasus kriminal yang pelakunya adalah napi yang baru dibebaskan dari penjara.
Benar saja, ditemukan beberapa kasus mantan narapidana kembali ditangkap karena berbuat pidana. Padahal, Ditjen PAS mewajibkan napi yang dibebaskan agar menjalani asimilasi di rumah.
Di Bali misalnya, pria bernama Ikhlas alias Iqbal (29) yang dibebaskan pada 2 April. Ia kembali ditangkap pada 7 April karena menerima paket ganja seberat 2 kilogram.
Kemudian di Sulawesi Selatan (Sulsel). Seorang pria bernama Rudi Hartono harus kembali mendekam dalam penjara karena hendak mencuri di rumah warga. (https://kumparan.com/)
Pembebasan napi, kebijakan sumbu pendek. Kenapa ? Karena pemerintah tidak pernah berpikir setelah mereka nekat memutuskan membebaskan para napi bukan tidak mungkin dampaknya cukup mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Harusnya pemerintah menyiapkan seperangkat regulasi di tengah kacaunya kondisi ekonomi. Sayangnya negara selalu cuci tangan tanpa melakukan proses pembinaan terhadap mereka. Wajar, sekeluarnya dari dalam tahanan mereka tidak tau tujuan dan apa yang sebenarnya harus mereka lakukan. Situasi semacam ini yang mengantarkan mereka pada kebingungan dan jalan buntu hingga muncullah jalan pintas untuk tetap bisa bertahan hidup. Timbul niat jahat begitu melihat kesempatan. Mencuri, merampok, begal, menjual barang haram dan sebagainya.
Bukti yang absah, penjara saat ini tidak membuat para pelaku kejahatan jera dan kapok. Di alam kehidupan yang serba rusak dan bobrok mereka kembali bebas berkeliaran melakukan kejahatan untuk kedua kalinya. Sayangnya ini tidak pernah pemerintah pikirkan. Mereka hanya berpikir soal untung rugi, jika negara selama ini terbebani anggaran untuk membiayai narapidana selama masa di dalam tahanan. Mereka juga tak pernah memikirkan, kebijakan sembrono melepas tahanan sebelum waktunya akan mengancam keselamatan masyarakat.
Dari sini tercermin bahwa hukuman bagi para pelaku kejahatan dalam sistem kapitalisme-sekulerisme tidaklah memberikan pengaruh sama sekali. Dan melepaskan narapidana bukanlah solusi alternatif, butuh sistem yang benar-benar memadai agar pelaku kejahatan bisa dihilangkan.
Islam sebagai ideologi punya jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan ini. Sejalan dengan firman Allah:
… اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ…
…Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah…(QS. Al-An’am 6: Ayat 57)
Permasalahan ini memang mesti dikembalikan pada Sang Pembuat hukum, Allah SWT. Sebab, Islam satu-satunya aturan yang memuat kejelasan sanksi yang tegas, bersifat mengikat pelaku kejahatan tanpa pandang bulu. Esensi sanksi dalam hukum Islam bertujuan menghukum dan mengadili pelaku kriminalitas. Sanksi merupakan keharusan. Tidak ada lagi pasal karet atau tebang pilih, tajam ke atas tumpul ke bawah.
Sistem ini tidak ditemukan dalam aturan mana pun. Apakah itu kapitalisme atau sosialisme. Sebagai contoh Khalifah Usman ibn Affan memerintahkan eksekusi hukuman qishash terhadap Ubaidillah ibn Umar (anak kandung mantan Khalifah Umar ibn Khattab) karena terbukti bersalah membunuh. Hanya saja, eksekusi gagal dilaksanakan karena pihak korban memaafkannya, sebagai gantinya ia dikenakan pembayaran diyat (denda).
Juga perkara, Khalifah (kepala negara Khilafah Islam) Ali bin Abi Thalib r.a yang berselisih dengan seorang Yahudi soal baju besi. Dalam proses persidangan Kholifah Ali r.a tidak bisa meyakinkan hakim karena saksi yang diajukan Ali adalah anak dan pembantunya. Akhirnya hakim memutuskan Yahudi tidak bersalah.
Kehadiran Islam yang diterapkan dalam bingkai Khilafah sebagai pelaksana hukum akan menerapkannya secara totalitas. Sejarah mencatat sepanjang keagungan Islam diterapkan dari 2 per 3 belahan dunia hanya di temukan 200 kasus kriminal. Sudah bisa dipastikan pelaku kejahatan amatlah sedikit memenuhi ruang tahanan sehingga negara tak perlu repot-repot lagi untuk grasak-grusuk mengeluarkan mereka dari dalam penjara dengan alasan terbebani anggaran dan kapasitas tahanan over load.
Negara tak perlu khawatir karena anggaran bisa di tarik dari Baitul maal melalui pos-pos yang sudah ditentukan yaitu fa’i dan kharaj. Negara juga tak hanya fokus mengurusi kebutuhan hidup para tahanan saja tetapi negara juga bertanggung jawab penuh untuk melakukan pembinaan terhadap mereka. Ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasul Saw memperlakukan para tawanan tidak jarang menyebabkan mereka akhirnya memeluk Islam. Di antaranya adalah Tsumamah bin Atsal, seorang pemimpin Bani Hanifah. Pada saat itu, dia datang ke Madinah untuk membunuh Rasulullah. Namun gelagatnya tercium oleh para sahabat. Akhirnya dia ditawan. Rasulullah yang mengetahui hal itu kemudian menyuruh sahabatnya untuk memberinya makan. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Tentu saja keadaan ini membuat para sahabat kebingungan. Bagaimana mungkin seorang yang hendak membunuh Rasulullah malah malah diberi makan, diperlakukan dengan penuh hormat, dan dimaafkan. Tsumamah kemudian dilepaskan setelah beberapa hari ditawan. Menariknya, setelah dilepaskan Tsumamah kembali kepada Rasulullah dan menyatakan diri masuk Islam. Wallahu’alam.