Oleh : Kanti Rahmillah
Era Samrtphone. Era-nya sosmed. “Era, dimana informasi bisa masuk toilet” (Nasrudun Joha). “Era Berita mencari Pembaca” (Asri Supatmiati). Era tulisan menjadi sarung tinjumu. Tak berlebihan jika ada yang mengatakan “statusmu adalah harimaumu”. Karena kata-katamu yang mejeng diberanda. Bisa meyadarkan manusia. Bisa juga memenjarakan raga.
Kumpulan aksara, menjelma menjadi sebuah godam penghancur zaman. Sekaligus pedang pembangun peradaban gemilang. Yeahhh, zaman ketukan jempol lebih ditakuti dari ketukan palu hakim di pengadilan.Siapa yang sangka. Asma Dewi tersandera karena statusnya yang menyinggung penguasa. Ustadz Felix dipersekusi, karena konten dakwahnya yang “keras” pada kedzoliman. Melanglang juga dijagat maya.
212. Sejarah dalam Indonesia. Tujuh Juta orang, berkumpul di monas. Menuntut keadilan lantaran penista agama tak jua dijerujikan. Tak ada sembako, apalagi uang roko. Mereka hadir karena mempunyai perasaan yang sama. Marah, agamanya dinistakan. Ini adalah bukti nyata, hasil kerja keras dakwah media sosial. Yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Medsos adalah media tak bertuan. Adminnya tak bisa di bayar. Tranding topic atau viral tak bisa dikuasai pemilik modal. 16 milyar pengguna facebook. 60 milyar pertukaran pesan antar pengguna whatsapp. Menjadikan Medsos bak gadis cantik yang diperebutkan sejumlah kepentingan.
Tak terkecuali para pengemban dakwah. Jikalau pebisnis tergiur dengan kemudahan bisnisnya, lantaran kerja medsos. Begitupun para pengemban dakwah, tak akan diam. Dia akan gunakan jarinya untuk sebarkan kebaikan. Jungkirkan kamuflase-kamuflase yang dibuat media mainstream untuk pencitraan.
Manfaatkanlah medsos. Karena media mainstream hari ini telah dikuasai para kapital. Mereka membuat opini sesuai kepentingan mereka. Memplintir fakta. Membuat framing, mendeskriditkan Islam.
Mereka tak menampilkan seluruh realita. Kemas berita seolah netral, padahal bias kepentingan. Itulah politik media. Pilar ke 4 dalam demokrasi. Keberadaanya sebagai corong penguasa. Tak peduli penguasa itu diktator dan anti Islam.
Maka penting bagi pengemban dakwah, untuk mewarnai kehidupan medsos. Mengirim pesan penting bernafaskan syiar agama. Memproduksi tulisan, layaknya khutbah Jumat. Agar hijrah menghiasi manusia. 250 juta jiwa penduduk Indonesia. Siap memiliki pemahaman Islam kafah.
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). ( Q.S Al-anfal ayat 60).
Jika tulisanmu hari ini menggetarkan musuhmu. Betarti kau telah menambatkan kuda-kuda untuk berperang menggetarkan musuhmu. Musuh agamamu. Kau telah torehkan benih-benih kemenangan. Peradaban Islam yang gemilang, selamat datang.