Siti Masliha, S.Pd
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Muslimahtimes– Berdamai dengan Corona adalah wacana yang pernah disampaikan oleh pemimpin kita. Hal tersebut kini bukanlah isapan jempol semata. Jokowi beserta jajarannya kini serius menggodok kebijakan New Normal untuk negara kita. Ini artinya rakyat diminta berjuang sendiri ditengah pandemi Corona yang belum juga mereda. Sebelumnya berbagai kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona.
Namun kebijakan pemerintah justru membuat rakyat semakin sengsara dan lonjakan virus Corona semakin bertambah. Pemerintah seolah tergagap menghadapi pendemi Corona ini. Kegagapan pemerintah bisa dilihat dari kebijakan yang dikeluarkannya.
Pada masa awal penyebaran virus Corona yang berasal dari Wuhan China, pemerintah seharusnya mengantisipasi agar virus ini tidak masuk ke negara kita. Namun hal ini tidak ditangkapi serius oleh pemerintah. Beberapa “guyonan” yang keluar dari para tokoh negeri ini membuat rakyat semakin geli. Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan: “Corona [Masuk Batam]? Corona kan sudah pergi. Corona mobil?” ujarnya sambil tersenyum, saat ditanya wartawan soal info ada pasien positif Corona di Batam, pada 10 Februari lalu.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi: “[Ini] guyonan sama Pak Presiden ya. Insya Allah [virus] Covid-19 tidak masuk ke Indonesia karena setiap hari kita makan nasi kucing, jadi kebal,” ujarnya saat menghadiri peringatan Hari Pendidikan Tinggi Teknik ke-74 di Graha Sabha Pramana, UGM, Yogyakarta, pada 17 Februari.
Jelas guyonan ini tidak pantas dikeluarkan oleh tokoh petinggi negeri ini. Awal Maret virus Corona benar-benar masuk ke negara kita. Belum ada kebijakan pemerintah yang tegas untuk memutus mata rantai virus corona ini. Pemerintah tidak memberlakukan lockdown dengan alasan menyelamatkan ekonomi bangsa dan alasan perbedaan budaya setiap bangsa berbeda. Desakan dari pemerintah daerah untuk melakukan lockdown tidak ditanggapi serius oleh pemerintah. Salah satu daerah yang mengusulkan lockdown adalah Garut Jawa Barat. Akibat tidak diberlakukannya lockdown lonjakan korban Virus corona semakin meningkat dan penyebaran hampir di seluruh Indonesia.
Setelah tidak diberlakukannya lockdown pertegahan April pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB (pembatasan Sosial Berskala Besar). Namun PSBB ini tidaklah efektif, karena pemerintah memberikan kelonggaran di masa PBSS dengan membuka fasilitas-fasilitas umum seperti bandara, stasuin, pasar, mall dan lain-lain. Akibatnya lonjakan pasien corona semakin meningkat dan persebarannya terjadi hampir di seluruh daerah. Daerah yang lonjakan pasien tinggi adalah Surabaya.
Selain pemerintah membuka kelonggaran di sejumlah fasilitas umum, pemerintah juga masih memberikan kelonggaran kepada TKA (Tenaga Kerja Asing) khususnya dari China untuk datang ke Indonesia. Dilansir dari Kompas.com Sebanyak 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China akan masuk di wilayah Sulawesi Tenggara secara bertahap. Kedatangan para TKA asal China tersebut telah disetujui oleh pemerintah pusat. Penolakan datang dari masyarakat karena bertentangan dengan keadaan masyarakat Sultra yang sedang berjuang melawan pandemi Covid-19 (Kompas.com 3/5/2020).
Kebijakan terbaru dari pemerintah adalah New Normal. Masyarakat diminta hidup normal dengan corona dimana kondisinya penyebaran Corona masih tinggi. Disini jelas New Normal adalah kebijakan putus asa dari pemerintah dalam mengurus rakyat di masa pandemi ini. Pembukaan Mall dan sektor pariwisata dengan alasan ekonomi membuat lonjakan korban Corona semakin tidak terbendung.
Inilah kebijakan dalam sistem kapitalisme dalam menangani wabah penyakit. Disini tampak jelas pemerintah tidak memperhatikan keselamatan rakyat. Korban keganasan virus Corona sudah nyata didepan mata. Lonjakan korban dimana-mana namun sikap pemerintah santai-santai saja. Para pakar banyak yang bersuara dan para dokter telah menjerit agar pemerintah bangkit. Namun faktarnya permintaan tidak menggubrisnya. Banyak rakyat yang mati sia-sia karena keganasan virus corona.
Selain tidak menjamin keselamatan rakyat pemerintah juga tidak menjamin kebutuhan rakyat. Banyak rakyat yang kehilangan pekerjaan, banyak rakyat yang terkena PHK namun bantuan sangat sulit dan berbelit. Banyak pemimpin daerah yang protes terhadap kebijakan pemerintah dalam menyalurkan bantuan kepada rakyat miskin.
Pergerakan laju perekonomian menjadi nomor wahid yang menjadi prioritas pemerintah. Nyawa rakyat melayang tidak menjadi hal yang penting. Selain nyawa rakyat yang melayang, nyawa NaKes dan para dorter juga terbaikan. Padahal para NaKes dan dorterlah yang menjadi pahlawan di tengah pandemi corona ini.
Pergerakan ekonomi bisa dilihat dengan dibukanya sejumlah mall dan sektor pariwisata. Kedua sektor ini hanya segelintir orang yang menguasai bisnis raksasa ini. Sedangkan perekonomian rakyat dibiarkan mati begitu saja.
Inilah gambaran negara kapitalis dalam menangani masalah wabah penyakit. Ekonomi menjadi dasar mengambil kebijakan bukan keselamatan jiwa manusia. Jelas ini sangat betentangan dengan akal sehat dan hati nurani kita sebagai manusia.
Berdamai dengan Khilafah
Khilafah adalah sistem pemerintah Islam yang mengatur seluruh kehidupan berdasarkan Al quran dan Sunnah. Keimaman menjadi landasan seorang kholifah (pemimpin) dalam memimpin rakyatnya. Khilafah sudah berdiri selama 14 abad lamanya. Khilafah bukanlah cerita dongeng pengantar tidur. Bukan pula cerita fiktif khayali semata. Khilafah nyata adanya. Kisah nyata bagaimana seorang pemimpin dalam masa khilafah menyelesaikan masalah wabah penyakit. Hal ini pernah dilakukan oleh Umar bin Khathab ketika beliau menjadi pemimpin. Pada saat menghadapi wabah penyakit. Ketegasan Umar dalam mengambil kebijakan bisa dilihat dalam kisah berikut.
Dalam kitab Ash-Shahihain diceritakan, suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab Ra mengunjungi negeri Syam. Dia kemudian bertemu dengan Abu Ubaidah dan sahabat-sahabat lainnya. Umar mendapat laporan bahwa negeri tersebut sedang terkena wabah penyakit, seperti wabah kolera. Beliau bermusyawarah dengan mendengar masukan dari para sahabat-sahabatnya dan kaum Muslim saat itu. Abdurrahman lalu berkata, “Saya tahu tentang masalah ini. Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian berada di suatu tempat (yang terserang wabah), maka janganlah kalian keluar darinya. Apabila kalian mendengar wabah itu di suatu tempat, maka janganlah kalian mendatanginya.” Dalam kondisi di tengah merebaknya wabah penyakit ini, Umar bin Khattab telah mengambil keputusan yang berbobot. Tujuannya tak lain adalah menyelamatkan lebih banyak kaum Muslimin dan manusia secara umum agar tidak dibinasakan oleh wabah penyakit.
Umar telah mempraktikkan sendiri apa yang pernah beliau ucapkan. Yaitu, nasihatnya ketika manusia menghadapi masalah. Pertama, menyelesaikan masalah dengan idenya yang justru semakin merusak. Kedua, menyelesaikan masalah dengan berkonsultasi dan memusyawarahkan kepada yang lebih ahli. Ketiga, bingung dan tidak menyelesaikan masalah, tetapi tidak mau mencari solusi dan tidak mau mendengar saran dan solusi orang lain.” Umar mengambil langkah kedua, dia bermusyawarah meminta pendapat para sahabat dari kalangan Anshar maupun Muhajirin. Intinya, dia melibatkan orang-orang yang dianggap memiliki keahlian karena yang dipanggil adalah para pemukanya.
Umar sama sekali tidak mengambil langkah pertama selaku orang yang mengambil keputusan yang merusak. Umar juga tidak mengambil langkah yang ketiga yaitu seorang yang bingung ketika menghadapi masalah. Selain itu, Umar juga memberikan nasihat kepada kita. Bagaimana seorang pemimpin harus mengambil sikap yang tegas untuk menyelesaikan sebuah masalah. Untuk menyelesaikan masalah, seorang pemimpin juga sama sekali tidak diperbolehkan untuk menyepelekan suatu masalah. Karena, jika masalah itu disepelekan dan tidak diselesaikan, maka dampaknya akan terus menerus.
Selain menjamin keselamatan rakyatnya dalam khilafah rakyat juga dijamin kebutuhan pokoknya. Salah satu bagian terpenting dalam syariat Islam adalah aturan menjamin kebutuhan pokok bagi setiap rakyat. Kebutuhan pokok tersebut berupa sandang, pangan, papan dan lapangan pekerjaan. Dalam khilafah laki-laki wajib berkerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, keluarga serta anak dan istrinya. Jika laki-laki tersebut tidak mampu berkerja karena alasan tertentu maka kebutuhannya ditanggung oleh sanak kerabatnya. Jika sanak kerabatnya juga tidak mampu maka khilafah yang akan menanggungnya. Khilafah dengan baitu maalnya akan menanggung nafkah bagi orang-orang yang tidak mampu bekerja dan berusaha. Jika khilafah tidak mampu maka seluruh kaum muslimin wajib menanggungnya. Ini direfleksikan dengan penarikan pajak oleh khilafah kepada orang-orang yang mampu. Setelah itu didistribusikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Jelas terjadi perbedaan yang amat mencolok bagaimana penanganan wabah penyakit dalam sistem kapitalisme dengan khilafah. Masihkah kita percaya dengan sistem kapitalisme yang rela membunuh nyawa rakyatnya sendiri? Atau kita sekarang berjuang menegakkan kembali khilafah. Allahu Akbar.