Oleh. Tari Ummu Hamzah
Muslimahtimes – Konflik rasisme yang bergejolak di Amerika, bukanlah konflik pertama kali. Karena penyebab dari adanya konflik rasisme disebabkan dari negara itu sendiri. Amerika secara terang-terangan di hadapan masyarakatnya, telah menetapkan UUD terpisah antara warga kulit putih dan kulit hitam. Diskriminasi ini menyebabkan ketidakadilan dalam pemenuhan hak-hak publik seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, tempat-tempat umum. Sehingga banyak warga kulit hitam terpinggirkan dan tidak mendapatkan kesetaraan hak kewarganegaraan dengan kulit putih.
Kita tahu bahwa Amerika sebagai patron negara kapitalis terbesar serta pengusung demokrasi, telah menampakkan wajah asli mereka terhadap masalah rasisme. Konflik ini seolah menguliti bagaimana gagalnya Amerika dalam menerapkan aturan sosial ditengah keberagaman ras masyarakatnya. Ini menjadi bukti bahwa kapitalisme telah gagal dalam menyatukan keberagaman ras manusia. Selain itu peristiwa ini juga menunjukkan perilaku munafik.
Diskriminasi semacam ini seolah terulang kembali saat dimasa-masa jahiliyah. Sebab di masa-masa jahiliyah Arab orang-orang dengan kulit hitam yang kebanyakan berasal dari Habasyah atau Ethiopia, mendapatkan perlakuan kasar dan diskriminatif. Bangsa Arab sendiri bersikap superioritas di hadapan ras kulit hitam. Perbedaan fisik ini menjadi jurang pemisah diantara kedua ras ini. Pada akhirnya terbentuklah tatanan kelas sosial yang berasal dari penilaian sikap superioritas. Yaitu orang-orang kulit hitam menjadi budak masyarakat Arab.
Beberapa Orang-orang berkulit hitam ini adalah sahabat Rasulullah Saw, mereka juga masuk dalam barisan As-sabiqunal Al-Awwalun, atau orang-orang yang masuk Islam di masa awal-awal dakwah Rasulullah. Yaitu ada Bilal bin Rabbah, Ummu Ayman, seorang budak yang berasal dari Habasyah. Usamah bin Zaid, anak dari Ummu Ayman dengan Zaid Bin Haristah, Abi Dzar Al-ghifari, Sa’ad As-Sulami.
Di masa jahiliah nasib orang-orang kulit hitam banyak dijadikan sebagai budak dan diperjualbelikan. Mereka sering disiksa oleh majikannya, tidak diberikan hak-hak dasar mereka, serta dihina dihadapan khalayak umum.
Sebut saja sahabat Sa’ad Al-Aswad As-Sulami. Beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah yang berasal dari bani Sulaim yang memiliki kulit hitam, keberadaannya sempat ditolak oleh para sahabat. Hingga suatu hari ia datang menghadap Rasulullah saw, “Ya Rasulallah, apakah hitamnya kulit dan buruknya wajahku dapat menghalangiku masuk surga?”, “Tidak, selama engkau yakin kepada Rabbmu dan membenarkan Rasul dan risalah yang dibawanya” jawab Rasulullah saw.
Keberadaannya sebagai kulit hitam membuatnya tidak diterima serta tidak dipercaya perkataannya oleh masyarakat disekitarnya. Sebab nilai sosialnya lebih rendah dibanding masyarakat Arab. Hingga akhirmya dia ditolak pianangannya oleh sahabat Amr bin Wahab. Karena Amr bin Wahab merasa dia adalah kaum kulit hitam yang perkataanya biasa diragukan oleh masyarakat Arab karena strata sosialnya. Padahal Sa’ad datang meminang putri Amr bin Wahab atas perintah Rasulullah Saw.
Sikap diskriminasi ini terhapus manakala Islam telah diterapkan menjadi sebuah institusi negara, sehingga praktik-praktik kesyirikan dan kejahiliyahan dihapuskan oleh Rasulullah. Bahkan Rasulullah Saw sendirilah yang mempersaudarakan para sahabat karena dasar aqidah Islam.
Di sinilah peran Rasulullah Saw sebagai kepala negara menjadikan Islam sebagai dasar negara. Yaitu mengganti pandangan hidup masyarakat jahiliah Arab dari taraf berfikir rendah menjadi bertaraf berpikir cemerlang. Salah satu bukti kecemerlangan Islam dalam tataran sosial adalah, menghapus sikap dan perasaan rasisme ditengah kaum muslimin.
Sebab dalam Islam persatuan ukhuwah Islam itu adalah persatuan satu aqidah. Tidak peduli pemeluknya berasal dari ras dan bangsa manapun. Sebab kedudukan seorang hamba di mata Allah adalah sama, sedangkan yang membedakannya ditentukan oleh ketinggian keimanan dan ketakwaannya kepada Allah dan RasulNya.
Sehingga Islam tidak menjadikan suatu kaum lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya dari yang lain. Jadi baik dari ras dan bangsa mana pun, ketika suatu kaum telah menyatakan keislamannya serta tunduk terhadap hukum Allah, maka sejatinya mereka adalah bagian dari Islam dan kaum muslimin, serta bersama-sama menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim.
Inilah bukti bahwa Islam mampu menyatukan berbagai keberagaman umat manusia. Menyatukan mereka dalam satu aqidah dan satu kepemimpinan Islam. Keberagaman ras manusia di muka bumi ini adalah suatu ketetapan Allah. Sehingga hanya aturan dari Allah sajalah yang mampu memelihara kerukunan keberagaman ras dan bangsa.