Oleh : NS. Rahayu
(pemerhati sosial)
#MuslimahTimes –– New normal life adalah kembalinya kehidupan normal pasca upnormal saat pandemi covid 19. Kebijakan dunia yang diterapkan dengan catatan protokol kesehatan WHO dipilih banyak negara, termasuk Indonesia.
Di luar negeri mengambil kebijakan ini karena kurva telah landai dan dianggap tidak membahayakan lagi. Meski faktanya masa transisi pemberlakuan new normal justru terjadi peningkatan kluster-kluster baru corona. Namun berbeda dengan Indonesia yang memberlakukan new normal saat kurva masih meninggi. Satu tindakan nekat dengan membebek negara lain.
Hasilnya? Sama dengan kegagalan negara-negara lain. Uji nyali berdamai dengan covid 19 menuai buahnya. Jumlah pasien corona tidak menurun justru mengalami kenaikan. Salah satu propinsi di Indonesia yang menjadi sorotan dunia dengan kenaikan tertinggi adalah Jawa Timur (khususnya wilayah surabaya) disusul wilayah-wilayah lainnya, seperti Jakarta, Sulsel dan lainnya.
Detiknews.com (12/6/20) memberitakan, tingkat kematian covid 19 di Jatim tertinggi saat ini, ada 575 kasus kematian tercatat lebih tinggi dari Jakarta dengan angka kematian 537 kasus. Pakar Kesehatan Masyarakat dan Ahli Epidemiologi FKM Universitas Airlangga (Unair) Dr dr Windhu Purnomo mengatakan ada beberapa indikator yang membuat kasus kematian di Jatim tinggi.
Ketersediaan fasilitas kesehatan menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat kematian di Jatim. Kalau orang sakit dirawat dengan baik, kematian bisa dihindarkan sebaliknya kalau orang sakit dirawat tidak optimal karena keterbatasan dalam penanganannya maka resiko tingginya adalah kematian.
Penanganan kasus covid 19 setelah booming pasien di masa transisi new normal ini membuat RS di Surabaya dan RS rujukannya kewalahan. Bed sudah terisi penuh bahkan overload, sementara pasien baru terus bertambah.
Dan sikap tak terbuka Pemkot Surabaya saat kewalahan atasi covid-19 serta buruknya layanan kesehatan membuat kondisi semakin ambyar,karena banyak para orang berstatus OTG menyebabkan penularan tanpa kendali dan kontrol.
Hingga Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Camelia Habiba meminta Pemkot Surabaya membuka diri dan mengakui telah kewalahan dalam menangani merebaknya virus covid 19 di Surabaya. Pemkot perlu bersinergi dengan pihak lain untuk mengatasi pandemi global ini. Beritajatim.com (4/6/20)
Sistem Kapitalis Tidak Mau Merugi
Kegagalan penanganan Covid 19 oleh Pemkot dan Pemprov Surabaya sebenarnya bukan semata karena penanganan pandemic dalam sistem kesehatan saja namun penerapan sistem kapitalis sekular yang justru menjadi akar permasalahannya.
Sistem kapitalis sekular yang berasaskan materi senantiasa menghitung untung rugi dalam setiap kondisi meski itu berkaitan dengan urusan nyawa manusia.
Rakyat menjadi korban uji nyali herd imunity dari kebijakan negara yang plin-plan. Kolapsnya ekonomi membuat kelimpungan para kapitalis yang tidak ingin mati sekarat, melalui new normal secara sistemik semua dipaksa untuk menjalankan roda perekonomian. Demi pundi-pundi para kapitalis yang dianggap sebagai penopang ekonomi oleh Negara.
Rakyat hidup, ibarat kutuk marani sunduk (sudah tahu beresiko bahaya, tapi tetap dijalani). Inilah kondisi real rakyat hanya bisa pasrah dengan keadaan, mereka menghadapi pilihan sulit terpaksa keluar rumah semata bertahan hidup. Antara beresiko dengan paparan corona atau kelaparan yang juga bisa menyebabkan kematian.
Lumpuh Ekonomi VS Kesehatan
Di sisi lain pemerintah nampak tak berdaya memberi jaminan ekonomi secara maksimal bagi rakyatnya. Jangankan jaminan ekonomi, sekadar menyediakan layanan kesehatan minimal pun mereka tak kuasa. Hingga untuk sekadar pengadaan APD, banyak rumah sakit yang bergantung pada sumbangan rakyatnya.
Wakil Wali Kota Surabaya, sekaligus Wakil Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana terkejut saat meninjau kondisi warga Kedungdoro pasca di karantina. Disebabkan banyak warga karantina mengeluh dan melaporkan tidak adanya pendampingan tenaga perawat, selimut, hingga vitamin dan makanan. Beritajatim.com (4/6/20)
Tak heran jika di tengah fasilitas kesehatan yang tak memadai korban pun terus berjatuhan. Bahkan tak sedikit tenaga medis yang syahid akibat minimnya perlindungan. Karena urusan kesehatan diukur dengan takaran untung rugi (perspektip ekonomi) jauh dari kata manusiawi.
Ironisnya, rezim penguasa justru mengarahkan ragam kebijakan yang menguntungkan para pengusaha. Tak peduli jika akan banyak nyawa rakyat yang dikorbankan dengan hanya demi roda ekonomi para kapitalis yang menuju kelumpuhan.
Dalam sistem kapitalisme kepemimpinan dan kekuasaan sarat dengan kepentingan. Fungsi mengurus dan menjaga umat hanya ada dalam khayalan. Pelayanan terhadap rakyat justru menjadi alat mencari keuntungan.
Kepemimpinan Berkah
Berbeda jauh dengan sistem Islam. Islam berdiri di atas landasan keyakinan bahwa manusia diciptakan sebagai hamba Allah SWT dan mengemban amanat sebagai pengelola kehidupan hingga mengharuskannya tunduk pada aturan hidup yang diturunkan Allah Taala, yakni syariat Islam yang membawa kemaslahatan sekaligus keberkahan.
Dalam sejarahnya selama kurun 13 abad, umat Islam telah terbukti mampu tampil sebagai pionir peradaban. Para penguasa atau khalifahnya benar-benar telah mampu mewujudkan kesejahteraan bagi warga negara, baik muslim maupun non muslim.
Rakyat khilafah benar-benar bisa menikmati layanan dan penjagaan maksimal dari para penguasa. Negara tidak menilai berdasarkan anggaran tahunan atau aspirasi politik, melainkan didasarkan aspek ruhiyah pada hak-hak yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka.
Hal itu dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap warga negara tanpa melihat apakah rakyatnya tahu akan hak-haknya atau tidak, dan apakah mereka memintanya atau tidak. Termasuk dalam sistem kesehatan yang komprehensif meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang dipastikan akan menjadi jalan kebaikan.
Hal ini terbukti dimana bidang kedokteran dan farmakologi berkembang demikian pesat justru di masa kepemimpinan Islam. Termasuk sistem penanganan wabah dan kerumahsakitan.
Sistem Islam terbukti meniscayakan penanganan secara total, baik dalam aspek kesehatan dan aspek yang lainnya. Syariat Islam mampu menjadi solusi setiap permasalahan yang ada sekaligus membangun mimpi umat menuju rahmatan lilalamin yang penuh keberkahan baik dunia dan akhirat.
Allah, SWT berfirman dalam QS Al Araf : 96,
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”
Wallahualam bi shawab.