Oleh : Arifah Azkia N.H
(Aktivis Mahasiswi Surabaya, Penggiat Literasi)
Muslimahtimes– Belit kebijakan ranah pendidikan masih terjadi kesimpang siuran apalagi terkait permasalahan ekonomi terlebih di tengah masa pandemi saat ini. Adanya mahasiswa protes terkait pembayaran kuliah UKT, dan kini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim akan memberi keringanan uang kuliah tunggal (UKT) biaya kuliah di masa pandemi. Hal ini seolah seperti mendapat angin segar. Padahal nyatanya, dalam sistem pendidikan, terutama kampus permasalahan itu tidak sekedar dari sisi pembiayaan.
Alih-alih bantuan pemberian keringanan diberikan secara menyeluruh, nyatanya hanya di peruntukkan bagi yg tidak mampu. Artinya tidak seluruh mahasiswa mendapatkan bantuan keringanan. Belum lagi terdapat pembedaaan juga antara yang negeri dan swasta.
Belum lagi di tambah dengan ketentuan aturan pemberian keringanan UKT dengan sejumlah pilihan bagi mahasiswa yang terkendala ekonomi karena pandemi Covid-19. Syaratnya, mahasiswa harus menyertakan bukti bahwa keluarga atau walinya terkendala ekonomi.
“Jadi kepastian bahwa harus dilakukan [keringanan UKT] ini di dalam bentuk regulasi tertinggi yang bisa dikeluarkan kementerian. Jadi bukan surat edaran atau imbauan,” tutur Mendikbud pada CNN Indonesia. Ia juga mengakui kebijakan ini dibuat berdasarkan laporan dari sejumlah pihak, termasuk mahasiswa, bahwa biaya UKT menjadi beban selama pandemi Covid-19.
“Jadinya mereka minta apakah ada arahan Kemendikbud meringankan beban UKT. Dan ini jawaban bagi mahasiswa tersebut,” kata Nadiem.
Sistem pendidikan sekuler sama sekali tak menghargai peranan pelajar dan menjadikan sistem pendidikan sebagai suatu urgensitas, faktanya mahasiswa harus teriak-teriak dan demo minta-minta keringanan biaya pendidikan yang ternyata biaya pendidikan mahal di kala pandemi hanyalah solusi semu bak ilusi semata, kebijakan tebang pilih, dan tak merata.
Begitupun output dari perguruan tinggi juga akan menghasilkan orang-orang yang sekuler. Tidak dapat di pungkiri jika kita liat para pejajabat, pemimpin-pemimpin negeri ini dan jajaran penguasa, mereka semua adalah output dari pendidikan tinggi. Mereka para intelektual.
Tapi, karena sistem pendidikannya adalah sistem pendidikan sekular, maka wajarlah akan muncul dan melahirkan sosok-sosok seperti mereka. Yang bahkan pemikirannya di jalankan bak boneka asing dan membebek aturan sistem hegemoni kapitalis semata. Maka, tidak dipungkiri jika sistem pendidikan sekuler akan pula menghasilkan produk orang-orang sekular.
//Peran Mahasiswa Dikerdilkan//
Menelisik terkait berbagai aksi yang senantiasa terjadi di berbagai kampus yang di lakukan mahasiswa, tak jauh dari tuntutan-tuntutan demo yang bahkan menjadi lumrah. Peran mahasiswa yang mereka sebenarnya adalah agen of change, tetapi di sistem kapitalis peran mahasiswa di kerdilkan dengan aksi demonya yang nuntut keringanan biaya pendidikan. Harusnya mereka berfikir perubahan. Dan merubah sistem tatanan kehidupan.
Kini nampak di sistem kapitalis mahasiswa yang harusnya menjadi garda terdepan perubahan senantiasa dikerdilkan dengan persoalan-persoalan tersistemik buah dari kapitalistik. Mahasiswa di sibukkan dengan berbagai persoalan yang membuatnya buram mengukir peradaban. Aksi mahasiswa yang bahkan harus mengemis meminta-minta keringanan biaya pendidikan, teriak-teriak protes soal mahalnya pendidikan, membakar ban, hingga nanyi-nyanyi diatas gedung menjadikan perkedilan sosok generasi bangsa dan mirisnya kondisi pendidikan yang sebenarnya merupakan masalah-masalah cabang yang dihasilkan dari permasalahan mendasar pada sistem yang diadopsi.
//Pendidikan Merupakan Hak, Tanpa Tebang Pilih//
Dalam Islam, negara berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi perguruan tinggi, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah.
Rasulullah saw. bersabda,
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
“Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (Al-Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara dan tak lagi dibedakan yang miskin maupun kaya. Karna pendidikan adalah hak bagi setiap warga daulah.
Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas baitulmal. Sistem pendidikan bebas biaya tersebut didasarkan pada ijmak Sahabat yang memberikan gaji kepada para pendidik dari baitulmal dengan jumlah tertentu. Contoh praktisnya adalah Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntahsim Billah di kota Baghdad. Di sekolah ini, setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian. MasyaAllah.
Wallahu a’lam bishshowab.