Oleh : Eri
(Pemerhati Masyarakat)
Muslimahtimes – Seperti peramal, prediksi IMF bahwa ekonomi negara-negara di dunia menurun tajam bahkan lebih buruk dari perkiraan sebelumnya menjadi nyata. ‘IMF kini memprediksi output ekonomi dunia tahun ini akan menyusut hampir 5%, atau hampir 2% lebih buruk dari perkiraan yang dirilis pada bulan April. Dalam laporan terbaru yang dikeluarkan pada Rabu (24/06), disebutkan dengan penurunan maka dunia bakal kehilangan output ekonomi senilai US$12 triliun selama dua tahun’. (detiknews.com 26/6/2020)
Imbasnya perekonomian Indonesia pun terpuruk dibandingkan negara lain. ‘Indonesia minus -0,3% membuat khawatir. Kalangan dunia usaha di tengah masih sulitnya bisnis bangkit di fase new normal pandemi covid-19’ (cnbcindonesia.com 26/06/2020).
Tentu, banyak pihak yang merasa khawatir dengan ramalan IMF, terutama dari kalangan pengusaha. Namun saat kondisi ekonomi belum stabil, pemerintah malah menambah beban dengan kebijakan-kebijakan yang memberatkan dunia usaha.
” Kita dikejutkan dengan kebijakan-kebijakan yang muncul tiba-tiba seperti Tapera, teman-teman pengusaha dan juga organisasi buruh keberatan dengan tambahan iuran Tapera, kita sudah banyak sekali beban berbagai iuran dan pungutan kalau dijumlahkan angkanya menjadi sangat besar,” kata Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono’. (cnbcindonesia.com 26/06/2020)
Selain itu, rakyat juga dibebankan dengan biaya listrik yang mahal, kenaikan tarif BPJS dan sebagainya. Kebijakan tersebut sangat zalim karena di tengah pandemi dan krisis, rakyat terus dibebankan biaya ini-itu. Padahal, mereka harus mengencangkan ikat pinggang agar kebutuhan sehari-hari tercukupi. Selain itu, dampak terburuk dari pandemi yang belum juga berakhir adalah jutaan pekerja yang dirumahkan atau di-PHK.
Sebab dunia sedang menghadapi corona, seolah perekonomian terhenti. Daya beli masyarakat yang menurun, berefek pada lambatnya aktivitas produksi serta tingginya inflasi. Dibarengi ekspor yang menurun drastis. Inilah yang terjadi pada sebagian besar negara maju, mereka mengalami krisis ekonomi. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia yang notebene pengikut sistem kapitalis, nasibnya bahkan lebih buruk.
Untuk mengatasi masalah ini, lagi-lagi pemerintah mengambil utang sebagai jalan pintas. Utang menjerat Indonesia dalam penjajahan asing yang berpotensi menghancurkan perekonomian. Selain itu, membengkaknya utang hanya akan membebani APBN. Bisa dibayangkan betapa suram masa depan perekonomian Indonesia. Memunculkan kekhawatiran di masyarakat bila negara gagal membayar utang.
Kehancuran berada didepan mata kita, tidak lain karena menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Meninggalkan ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Maka tak heran kemiskinan merajalela di tengah sumber daya alam (SDA) melimpah. Sebab milik umat dikuasai asing-aseng. Belum lagi praktik riba yang menjadi tonggak ekonomi kapitalis, hanya menambah beban bunga hutang. Lagi-lagi rakyat yang menderita dan menjadi korban pemalakan, akibat defisit anggaran negara.
Tidak ada jalan lain menyelamatkan negeri ini dari kehancuran, selain menerapkan Islam secara kaffah. Memberlakukan sistem ekonomi beserta kebijakan-kebijakannya berdasarkan hukum syariah. Melepaskan diri dari cengkeraman utang riba yang mencekik. Mengoptimalkan harta baitu mal untuk mencukupi anggaran negara dan tidak terjebak ke dalam utang riba. Negara wajib mengelola sumber daya alam milik umat. Serta menjamin seluruh umat bisa menikmati secara mudah dan murah. Negara juga harus menjamin kebutuhan umat lainnya seperti pendidikan, kesehatan serta keamanan.
Nampak jelas kerusakan sistem kapitalis yang melahirkan neo-liberalisme biang kesengsaraan umat. Sudah sepantasnya umat mencampakkan sistem kufur tersebut. Mengganti dengan dengan sistem Islam yang agung, sistem terbaik dari Allah swt. Sistem yang terbukti mensenjeterahkan umat hampir 14 abad. Hidup mulia dan berkah akan terwujud nyata, bukan sekadar harapan palsu.
Waallahu a’lam bis shawwab.