Oleh : Salma Shakila
#MuslimahTimes — Beberapa bulan yang lalu ketika pemerintah masih memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSSB) yang cukup ketat, saya pernah membuat tebakan kira-kira tempat-tempat wisata buka tidak ya di masa pandemi ini? Melihat beberapa aspek yang terkait dengan ekonomi kembali digalakkan.Â
Saya mengira pasti buka walau pandemi. Iya walau pandemi. Tebakan ini melihat sifat kapitalisme yang sangat mementingkan materi dan keuntungan. Sesuatu yang menguntungkan bagi kapitalis tentu sayang sekali untuk tidak diperjuangkan. Betul tidak?
Sebagaimana yang kita tahu, aspek pariwisata tanpa melihat apakah berwisata itu kegiatan pokok apa bukan, merupakan salah satu aspek yang menggiurkan dan tentu akan mendatangkan pundi-pundi rupiah yang banyak. Tentu tak aneh demi ekonomi, maka pariwisata akan dibuka di tengah pandemi yang belum usai.Â
Mengingat selama penutupan sejumlah tempat-tempat wisata selama lebih dari 3 bulan telah membuat potensi pendapatan bernilai milyaran raib. Untuk itu walau pandemi Covid-19 belum usai banyak tempat-tempat wisata yang akan kembali dibuka dan diharapkan bisa merealisasikan target pendapatan 1/3 nya hingga akhir tahun mendatang.Â
====
Anggap saja, mungkin bagi banyak orang tak masalah sekolah tidak masuk, kegiatan ibadah berjamaah dibatasi, bekerja pun banyak yang WFH tapi kalau berwisata itu urusan pribadi yang tidak boleh dibatasi. Asal nanti di tempat wisata tetap jaga jarak, sering cuci tangan, dan menggunakan masker. Itu dianggap aman. Benarkah aman? Bukankah saat ini sedang pandemi?Â
Tapi rupanya banyak orang yang tidak paham dengan apa yang dimaksud pandemi. Menurut wikipedia pandemi adalah epidemi penyakit yang menyebar di wilayah yang luas misal di benua atau di seluruh dunia. Area geografis ini mengalami keparahan penyakit, jumlah korban, dan infeksi. Jadi pandemi sangat berbahaya jika membiarkan masyarakat terlalu banyak beraktivitas di luar, berkerumun. Ini berpotensi terjadi penularan apalagi dalam situasi sekarang tidak bisa dibedakan antara yang sakit dan yang sehat.
Apalagi didukung dengan persepsi yang salah tentang ‘new normal life’kan dicanangkan pemerintah. Bukan dianggap ‘new normal’ tapi ‘normal’. Pembatasan sudah dicabut, jadi bisa hidup normal. Ini kan salah kaprah.
===
“Tapi kan manusia itu makhluk sosial tidak mungkin terkurung terus”. Hal ini menjadi salah satu alasan banyak orang yang sudah mulai bosan di rumah lebih dari 3 bulan mulai keluar rumah. Jalan-jalan sudah ramai seperti dulu sebelum diberlakukan PSBB ketat. Dan banyak orang yang karena sudah jenuh terpikir untuk pergi ke tempat wisata.Â
Sampai-sampai bergulir istilah ‘wisata balas dendam’ karena sudah lebih dari 3 bulan dikarantina. Longgar sedikit langsung pergi ke tempat wisata biar pikiran jenuh hilang.Â
Gayung bersambut karena dianggap ingin memenuhi kebutuhan rakyatnya, pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sudah mulai membuka tempat-tempat wisata. Kesempatan ini diharapkan mampu meraih keuntungan, dimana wisatawan mulai berdatangan. Rupiah yang sempat hilang selama masa PSSB bisa kembali dihitung untuk pembiayaan-pembiayaaan daerah. Kan walau buka tetap memperhatikan protokol kesehatan. Termasuk penerapan pembelian tiket secara online. Begitulah protap yang ditetapkan pemerintah.Â
====
Potensi bahaya penyebaran Virus Covid-19 di tempat-tempat wisata jangan dianggap remeh. Hati-hati banyak orang berkerumun berpotensi menularkan dan jadi cluster baru. Bagaimanapun selain ini pandemi, angka korban di Indonesia masih tinggi. Sampai tulisan ini ditulis jumlah korban Covid-19 di Indonesia mencapai 62.142 orang. Dengan penambahan lebih dari 1.000 orang setiap harinya. Bahkan ahli epidemopologi virus menganggap jika tetap tidak dibatasi maka angka ini akan menuju 100.000. Ini sangat berbahaya.Â
Selain angka korban Covid-19 masih tinggi,  vaksin Covid-19 juga belum ditemukan. Jika solusi perjalanan luar negeri wajib punya surat sudah vaksin. Bagaimana dengan wisatawan domestik? Padahal jumlah wisatawan domestik cukup banyak. Dan soal surat bebas vaksin sangat merepotkan. Ya itupun jika vaksin ditemukan. Tapi lihatlah sampai saat ini vaksin Covid-19 belum kunjung ditemukan. Berpergian di saat pandemi tentu sangat merepotkan. Bukankah rapid test yang mahal sekarang pun sudah sangat menyusahkan masyarakat.Â
====
Beginilah watak rezim yang lahir dari ideologi kapitalisme. Kapitalisme mengurus masyarakat dengan prinsip untung rugi bukan berdasarkan ketaatan kepada Allah. Kondisi seluruh dunia masih dalam keadaan wabah. Seharusnya tuntaskan dulu wabahnya. Walaupun menguntungkan pariwisata bukan aspek pokok, menjaga nyawa warganya jauh lebih penting. Berdasarkan sudut pandang bahwa nyawa manusia berharga dan negara memiliki kewajiban untuk mengurus urusan umat dengan baik sesuai Islam, maka di tengah pandemi seperti ini tentu ada mekanisme yang seharusnya dilakukan oleh Negara. Diantaranya dengan melakukan upaya-upaya agar wabah tidak semakin tersebar. Dan mencari cara untuk menemukan obat penawar dari virus ini. Sementara yang sakit akan dipisahkan dari yang sehat. Pergerakan wabah akan diminimalisir. Orang-orang yang berada dalam wilayah karantina dijamin kebutuhan pokoknya sehingga potensi penyebaran virus bisa ditekan bahkan sampai angka nol. Setelah wabah tuntas, barulah terpikir untuk membuka tempat-tempat wisata.Â
Pengaturan penanganan wabah yang baik hanya ada di dalam Islam. Islam sebagai sebuah aturan paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam meletakkan pengurusan terhadap urusan rakyat sebagai hal utama yang harus diperhatikan oleh negara dalam Islam. Pemimpin dalam Islam berperan sebagai pengurus urusan rakyat. Penerapan Islam akan memunculkan maslahat yakni terjaganya jiwa manusia di dalamnya.Â
Sistem Islam dalam bentuk Khilafah akan melakukan upaya terbaik untuk keselamatan jiwa manusia bukan tetap memikirkan prinsip untung rugi seperti saat ini.Â
Wallahu ‘alam bish showab.