Oleh. Dwi Indah Lestari (Aktivis Muslimah)
Muslimahtimes – “Pemimpin mencapai suksesnya melalui pelayanan kepada orang lain, bukan dengan mengorbankan orang lain”. Masih teringat saat Kementerian Pertanian merilis kalung anticorona yang diklaim mampu menyembuhkan covid 19. Meski akhirnya diralat dengan mengatakan bukan menyembuhkan covid 19 namun corona-sars, namun masyarakat kadung disuguhi janji manis harapan terbebas dari wabah.
Bukan hanya hari ini saja terjadi. Klaim terhadap obat yang mampu menyembuhkan covid 19 sudah banyak beredar sebelumnya. Namun baru-baru ini masyarakat kembali disuguhi berita yang seharusnya “menggembirakan” tentang covid 19. Viral sebuah video wawancara terhadap seseorang yang mengaku professor dan Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid19 bernama Hadi Pranoto.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh musisi Anji ini, Profesor Hadi Pranoto menjelaskan telah menemukan cairan antibodi covid 19 yang bisa digunakan untuk menyembuhkan ribuan pasien covid 19. Lebih jauh lagi, ia mengklaim telah mendistribusikan cairan tersebut ke Pulau Jawa, Bali, dan Kalimantan. Bahkan cairan itu juga telah diberikan kepada pasien di Wisma Atlet dengan masa penyembuhan 2-3 hari (kompas.com, 2 Agustus 2020).
Tentu saja hal ini langsung menuai kritik. Tak hanya para pakar, IDI pun turut angkat suara atas klaim tersebut. Ahli biologi molekuler independen, Ahmad Utomo, menyebutkan bahwa masalah di Indonesia dan masyarakat awam itu salah satunya terkait klaim. “Obat itu highly regulated, untuk itu keberadaan Badan POM adalah supaya ada perlindungan kepada masyarakat yang mengonsumsinya” demikian tuturnya (kompas.com, 2 Agustus 2020).
Padahal hingga saat ini belum ada pakar manapun yang berani menyatakan bahwa obat yang saat ini sedang diteliti mampu menyembuhkan covid 19. Dengan begitu, klaim-klaim yang ada tentu mengundang keraguan atas garansi untuk kesembuhan pasien yang terjangkit virus corona ini.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) pun turut mengecam klaim yang disampaikan oleh Hadi Pranoto tersebut. Bahkan Wakil Ketua Umum PB IDI, dr. Slamet Budiarto mengatakan, hal itu sebagai kebohongan dan penipuan besar yang dapat membahayakan masyarakat (news.detik.com, 2 Agustus 2020).
Berbagai pandangan yang seakan meremehkan virus corona juga banyak bermunculan. Mulai dari yang mengatakan virus ini hanya berbahaya untuk orang lanjut usia hingga pendapat bahwa virus corona mematikan bagi yang memiliki penyakit bawaan saja. Bahkan ada yang menganggap virus ini sebenarnya tidak ada atau tidak berbahaya. Hal ini semakin menambah “frustasi” publik di tengah kondisi pandemi yang terus berkecamuk.
//Lamban Ditangani, Kepercayaan Rakyat Melemah//
Telah berbulan-bulan lamanya berlangsung, pandemi covid 19 hingga kini terus memakan korban. Sampai hari ini tercatat pasien terindikasi positif covid telah mencapai lebih dari 100 ribu orang dengan angka kematian mencapai 5 ribu orang lebih.
Ahli Patologi Klinis sekaligus Wakil Direktur Rumah Sakit UNS Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, masyarakat saat ini berharap besar agar pandemi bisa segera diatasi. Masyarakat mengalami kelelahan batin menghadapi wabah yang tak kunjung usai (kompas.com, 2 Agustus 2020).
Hal inilah kemungkinan yang mendasari munculnya beragam pandangan dan klaim di masyarakat, yang ibarat setitik air di padang pasir akan membawa harapan penuntasan pandemi. Setidaknya bila belum bisa diselesaikan, sudah ditemukan obat untuk penyakit ini.
Namun sayangnya, pandangan dan klaim tersebut lebih sering datang dari pihak-pihak yang tidak bisa memberikan bukti yang valid. Bahkan malah menambah kekisruhan penanganan wabah. Sebab pandangan dan klaim itu oleh masyarakat diyakini sebagai kebenaran. Akhirnya memunculkan sikap peremehan pada bahaya virus beserta upaya pencegahannya.
Wajarlah bila banyak terjadi orang-orang beraktivitas sehari-hari di ruang publik tanpa mengindahkan protokol kesehatan. Meskipun pemerintah sering mengadakan operasi penertiban bagi mereka yang tidak memakai masker saat di tempat publik, namun jumlah pelanggaran bukannya turun, malah semakin bertambah.
Pemberlakuan Adaptasi Kebiasaan Baru yang merupakan daur ulang istilah new normal, semakin membuat kepatuhan masyarakat untuk mengikuti protokol kesehatan sulit dikendalikan. Apalagi dengan pemberian edukasi yang masih minim, banyak dari mereka merasa corona tak lagi berbahaya, sehingga merasa aman beraktivitas normal.
Inilah yang menyebabkan lonjakan kasus baru covid selalu menyentuh angkah 1000 lebih perharinya. Klaster-klaster baru bermunculan bahkan dari kelompok-kelompok yang dulu dianggap aman, seperti pekerja kantoran, mahasiswa yang tinggal di asrama. Mereka kemudian menjadi kormobid yang berpotensi menularkan virus kepada orang lain.
Sayangnya pula, masyarakat nampaknya tak bisa berharap banyak dari pemerintah untuk bisa menemukan vaksin atau obat yang diproduksi sendiri dalam negeri. Hal ini sudah terlihat saat pemerintah justru akan membeli vaksin covid dari Cina. Padahal bisa jadi vaksin ini tidak sesuai dengan jenis virus yang menyerang di Indonesia. Alhasil harapan rakyat untuk bisa segera merasakan udara segar terbebas dari penjara wabah layaknya punguk merindukan bulan.
Lambannya penanganan wabah oleh negara turut membuat bola liar klaim dan pandangan menyesatkan tentang covid 19 terus bergulir dan semakin meresahkan rakyat. Pemerintah sendiri tak banyak melakukan upaya untuk membungkam pembicaraan tak sehat tersebut, bahkan beberapa kali berita-berita hoaks terbit dari lembaga pemerintahan sendiri. Hal ini menunjukkan kegagalan negara dalam memberikan perlindungan kepada rakyat dari serangan hoaks serta memberikan pelayanan informasi yang sehat dan sah kebenarannnya. Wajar kiranya bila kepercayaan masyarakat kepada negara semakin melemah.
//Pandangan Islam//
Berbeda dengan kondisi di atas, Islam memandang negara adalah pelayan umat, yang melakukan seluruh tugas pengurusan hajat hidup umat berdasarkan syari’at Islam. Rasulullah Saw bersabda,
“Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Negara juga adalah junnah (perisai), tempat rakyat berlindung dari segala hal yang mengancam keamanan mereka.
”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)
Sebagai ra’in (pengurus) dan junnah, negara wajib melakukan amanah sebaik-baiknya. Dalam sistem pemerintahan Islam yaitu khilafah, khalifah bertanggungjawab menerapkan seluruh hukum Allah dalam rangka mewujudkan pengurusan urusan manusia. Dengan penerapan syari’at, negara merealisasikan fungsi junnah (perisai) yang memberikan jaminan perlindungan dan keamanan harta, jiwa dan kehormatan rakyat dari apapun yang mengancam. Termasuk jaminan perlindungan dari kejahatan informasi saat kondisi pandemi.
Dalam keadaan pandemi, penting kiranya sinergi antara negara dan rakyat dalam rangka penuntasan wabah secepat mungkin. Hal ini bertujuan agar masyarakat tidak mengalami kelelahan batin berkepanjangan dan kehilangan kepercayaan kepada negara, sehingga rentan mengambil alternatif penyelesaian dari pihak-pihak yang tidak kredibel.
Untuk itu setidaknya ada beberapa hal yang akan dilakukan oleh daulah, Pertama, daulah akan mengambil langkah-langkah sesuai syariat dalam upaya penuntasan wabah secara cepat dan efektif. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh daulah dalam kondisi ini akan disampaikan dengan jelas dan memastikan umat memahami, sehingga mendukung strategi yang dijalankan.
Kedua, negara akan melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap peredaran informasi seputar wabah. Negara wajib mengambil kendali sehingga apapun penyiaran terkait wabah penyakit harus melalui penyaringan negara. Sanksi yang tegas diberlakukan bagi pihak-pihak yang tidak mampu memberikan bukti yang valid dari informasi yang disebarkannya, baik dilakukan oleh lembaga negara maupun swasta, perorangan atau kelompok.
Kemudian yang ketiga adalah menggencarkan edukasi yang benar secara serius, jelas dan terus-menerus kepada umat. Umat harus dipahamkan tentang bahaya wabah, cara pencegahan dan penanganan yang benar. Termasuk dalam proses edukasi ini adalah penguatan ruhiyah agar kondisi pandemi ini dijadikan sebagai momen muhasabah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Selanjutnya, yaitu keempat adalah negara wajib memberikan jaminan pemenuhan segala kebutuhan yang diperlukan bagi umat saat menghadapi wabah. Seperti memenuhi kebutuhan pokok rakyat yang terdampak pandemi, laboratorium yang dibutuhkan untuk penelitian obat atau vaksin, rumah sakit, tenaga kesehatan dan lain-lain.
Negara akan mengarahkan perhatian yang serius bagi upaya riset untuk meneliti karakteristik penyakit, termasuk upaya penemuan obat atau vaksin. Segala upaya penelitian obat bagi penyakit yang dilakukan baik oleh lembaga milik negara maupun swasta harus diketahui oleh negara dan lulus uji klinis sebelum beredar di masyarakat. Sehingga terjamin keamanannya ketika digunakan. Obat dan vaksin tersebut akan diberikan kepada rakyat yang memerlukan secara cuma-cuma sebagai bentuk pelayanan Kesehatan oleh negara.
Dengan penerapan aturan Islam yang penuh keadilan, negara akan mendapatkan kepercayaan penuh dari rakyat. Rakyat percaya bisa mengandalkan negara untuk dapat segera menuntaskan wabah. Dengan begitu, rakyat dengan kerelaan dan kesadaran akan turut membantu agar segala kebijakan yang dikeluarkan daulah dapat berjalan dengan baik. Rakyat mencintai penguasanya, sebagaimana penguasa mencintai rakyatnya.
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian; yang kalian dan kalian pun mendoakan mereka.” (HR Muslim). Wallahu’alam bisshowab.