Oleh: Najah Ummu Salamah
#MuslimahTimes — Beberapa Lalu sempat viral harga satu stel baju seorang aktris di negri ini. Baju yang modelnya sederhana tapi merek ternama tersebut ditaksir mencapai 8,1 juta rupiah.
Selain pakaian, aksesoris, tas, sepatu, kendaraan dan rumah mewah, para artis selalu menjadi sorotan. Live style mereka selalu menjadi pujian. Bahkan juga menjadi panutan dan tuntunan.
Dari sekian juta penggemar aktris, para emaklah yang menjadi follower mereka. Karena para emak zaman now juga tidak mau kalah dengan kaum milenial. Kaum emak juga ingin eksis. Bahkan eksistensi kaum emak sekarang semakin dominan dengan adanya dunia Maya dan beragam aplikasinya.
Dengan gadget, semua informasi gaya hidup artis mudah diakses. Sehingga kaum emak begitu cepat mengikuti gaya hedonis yang mereka tampilkan.
Akibatnya banyak para suami yang kewalahan menuruti kemauan istri. Semua barang yang lagi viral ingin dibeli tanpa peduli kondisi keuangan suami. Sedangkan suami akan merasa tidak bisa membahagiakanย istrinya jika tidak bisaย menuruti. Maka banyak kasus korupsi terjadi di negri ini sebagian karena motifasi ingin menuruti gaya hidup mewah istri.
Lalu apakah benar bahagia itu jika sudah mampu mengikuti live style kekinian kaum selebriti?. Yaitu Live style hedonis dan eksis.
Bahagia Bukan Terletak Pada Dunia
Islam adalah agama sempurna, Islam menjadikan makna syahadat sebagai pijakan kebahagiaan. Mengimani Allah SWT dan membenarkan Risalah NabiNya akan mengantarkan kita pada satu tujuan hidup yang satu. Yaitu mengabdi dan menyembah Allah SWT. Dalam firmanNya, Allah SWT bersabda:ย
ููู
ูุง ุฎูููููุชู ูฑููุฌูููู ูููฑููุฅููุณู ุฅููููุง ููููุนูุจูุฏูููู
ย ” Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS.Adz-Zariyat: 56)
Bahwa tujuan hidup manusia di seluruh dunia adalah bahagia. Maka makna bahagia yang sejati adalah semata pada ketaatan dan pengabdian kepada Allah SWT. Kebahagiaan yang bisa dirasakan hingga kembali pulang ke kampung akhirat.
Segala kenikmatan dunia adalah sementara. Bahagianya sesaat saja. Seandainya semua hal bisa kita beli di dunia, tak akan pernah menjamin hadirnya rasa bahagia yang sejati.
Allah SWT tidak pernah meletakkan kebahagiaan pada segala barang dan keadaan yang terjadi di dunia. Bahkan dunia bagi seorang mukmin adalah penjara. Nabi Muhammad SAW bersabda:
ุนููู ุฃูุจูู ููุฑูููุฑูุฉู ููุงูู ููุงูู ุฑูุณูููู ุงูููููู -ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
- ยซ ุงูุฏููููููุง ุณูุฌููู ุงููู
ูุคูู
ููู ููุฌููููุฉู ุงููููุงููุฑู ยป
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam bersabda, โDunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.โ (HR. Muslim no. 2392)
Maka, salah alamat jika dunia dan segala isinya menjadi tujuan hidup untuk meraih bahagia.
Seharusnya seorang mukmin menjadikan harta yang Allah SWT titipkan sebagai sarana untuk mencapai bahagia sejati. Sehingga kepemilikan terhadap barang dan segalanya harusnya menjadi sarana takwa. Bukan malah untuk berbangga dan berfoya-foya.
Seorang mukmin akan meletakkan harta di ujung jarinya, bukan digenggaman tangan. Sehingga saat Islam dan umat membutuhkan harta kita, seorang mukmin akan bersegera mengorbankan hartanya di jalan agama.ย
Banyak sekali kisah tauladan wanita kaya namun rela menjadi sederhana demi agamanya. Lihatlah kisah bunda Khadijah yang lebih memilih menghabiskan harta kekayaannya untuk mendukung dakwah Rosulullah SAW.
Begitupun sosok Zainab binti Jahsy yang mendapat julukan si tangan panjang dan Ummul Masakin karena sering menghabiskan hartanya untuk fakir miskin.
Tidak ketinggalan kisah Aisyah binti Abu Bakar juga seorang wanita yang dermawan. Hingga semua harta tunjangan dari Khalifah Umar bin Khattab habis beliau sedekahkan dalam sehari saja.
Serta masih banyak lagi wanita-wanita kaya namun hartanya tidak untuk bergaya hidup mewah. Karena mereka paham bahwa dunia hanyalah sarana untuk meraih Jannah.
Namun sayang saat ini jarang kita jumpai wanita-wanita hebat seperti itu. Hal ini akibat penerapan sistem Demokrasi kapitalis yang membawa gaya hidup hedonis. Membuat manusia meletakkan standar kebahagiaan pada duni dan isinya. Padahal semua adalh sementara.ย
Kebahagiaan sejati bukan pada barang mewah yang kita miliki. Namun sejauh apa kita mengoptimalkan harta untuk jalan ketaatan dalam menggapai ridho illahi. Demi suatu kebahagiaan hakiki di akhirat nanti. (Wallahu a’lam bi ash-showab).