Oleh : Miftahul Jannah, S.Pd. (Aktivis Muslimah Kalsel)
Muslimahtimes – Perekonomian dunia tengah memasuki kondisi resesi, bahkan mulai masuk pada potensi depresi karena pandemi covid-19 yang masih mewabah. Negara-negara Asia pada akhirnya juga tidak lepas dari jurang resesi, termasuk Indonesia. Negara-negara Eropa bahkan telah terlebih dahulu menyatakan perekonomian mereka tengah masuk kondisi resesi. Negara-negara tetangga di Asia Tenggara juga telah terlebih masuk ke jurang resesi. Diantaranya ada Singapura dan Filipina. Thailand juga diprediksi akan masuk jurang resesi.
Dilansir dari IDXChannel.com, dalam laporan Morgan Stanley “Asia Economic Mid Year Outlook 2020”, Malaysia dan Indonesia merupakan negara yang juga akan mengalami resesi ekonomi dan proyeksi tersebut baru akan terjadi pada kuartal III 2020. Jika dilihat secara keseluruhan, Morgan Stanley memprediksi ekonomi sejumlah negara di Asia Tenggara yang sebesar 1,2% pada kuartal I 2020 akan semakin jatuh hingga minus 8,9% pada kuartal II 2020 dan minus 3,3% pada kuartal III 2020, kemudian minus 0,8% pada kuartal IV 2020.
Sejalan dengan prediksi Morgan Stanley, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen. Apakah Indonesia sudah masuk jurang resesi? Menteri keuangan Sri Mulyani menegaskan Indonesia belum mengalami resesi. Dilansir dari Bisnis.com, Sri Mulyani mengatakan “Sebetulnya kalau dilihat secara year on year belum (resesi secara teknikal) karena ini pertama kali Indonesia mengalami kontraksi. Yang disebutkan tadi pertumbuhan quarter-to-quarter biasanya yang dilihat resesi adalah secara yoy dua kuartal secara berturut-turut.”
Bagaimana sebenarnya indikator suatu negara dikatakan mengalami resesi? Dilansir dari IDXChannel.com, dilansir Forbes, Kamis (16/7/2020), resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Para ahli menyatakan, resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami produk domestik bruto (PDB) negatif, meningkatnya tingkat pengangguran, penurunan penjualan ritel, dan kontraksi ukuran pendapatan dan manufaktur dalam periode waktu yang panjang. Selama resesi, ekonomi menghadapi kesulitan, orang-orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat lebih sedikit produksi dan penjualan, dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun.
Dilansir dari okezone.com, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan bahwa kontraksi PDB itu berarti situasi resesi ekonomi sudah di depan mata. “Di kuartal III kemungkinan besar kita akan resesi, kalau melihat kuartal II ini kita cukup dalam minusnya,” kata Bhima, Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Sebenarnya sebelum terjadinya pandemi, ekonomi dunia sudah mengalami kelesuan sebagai konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalis di seluruh dunia. Terkhusus untuk Indonesia, hal ini nampak dari data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait laju pertumbuhan triwulanan year on year dari tahun ke tahun semakin suram, yang jika dibandingkan antara tahun 2019 dengan tahun 2020 sudah menurun terlebih dahulu jauh sebelum adanya pandemi, kemudian kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang sangat lebar. Apalagi saat terjadi pandemi covid-19, sistem ekonomi kapitalisme benar-benar di ambang kehancuran. Pasalnya sistem ekonomi ini ditopang oleh sektor non riil sehingga menjadikan institusi pasar modal dan perseroan terbatas terpukul sejak pandemi. Bahkan, sektor riil yang selama ini menopang sektor non riil, ini juga ikut terpukul. Ditambah sumber pendapatan negeri-negeri kapitalis yang berasal dari pajak dan utang yang berbasis ribawi membuat stabilitas ekonomi negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis semakin terpuruk.
Oleh karena itu, untuk menyelamatkan umat manusia di dunia tidak ada jalan lain kecuali dengan menghentikan dan meninggalkan penerapan sistem kapitalisme termasuk sistem ekonomi kapitalisme. Kemudian menggantinya dengan sistem yang sahih sebagai solusi hakiki untuk menyelesaikan permasalahan saat ini. Sistem yang berasal dari Yang Maha Mengetahui. sistem dari Allah SWT dan Rasulullah SAW mencontohkannya dalam kehidupan secara langsung, yakni sistem Islam.
Sistem makro dan mikro ekonomi Islam terbukti berbuah produktivitas, stabilitas, serta distribusi yang adil dalam rentang waktu lebih dari 13 abad. Tidak pernah mengalami krisis ekonomi siklik, apalagi resesi dan depresi. Negara Islam akan menerapkan sistem Islam secara kaffah, termasuk pada sistem ekonominya. Tawaran ekonomi syariah dalam tata ulang kebijakan makro dan mikro ekonomi yang diterapkan negara Islam adalah sebagai berikut:
1) Menata ulang sistem keuangan negara.Yakni tidak akan bertumpu pada pajak dan utang. Sistem keuangan Islam pemasukannya tidak akan bergantung pada negara atau organisasi lain tetapi pemasukan diperoleh dari pengelolaan berbagai kepemilikan umum diantaranya ada pertambangan, laut, hutan, dan aset-aset rakyat dimana rakyat hanya sebagai pengelola.
2) Menata ulang sistem moneter. Negara Islam akan mengakhiri dominasi dolar (uang kertas) dengan sistem moneter berbasis dinar dan dirham.
3) Menata ulang kebijakan fiskal. Negara akan menghapus semua pungutan pajak.
4) Menata ulang sistem kepemilikan asset di permukaan bumi. Kepemilikan asset tidak akan diberikan kepada asing dan aseng.
5) Tata ulang kebijakan mikro ekonomi. Negara Islam akan melarang praktik ribawi dan transaksi yang melanggar aturan syariat lainnya. Demikianlah yang akan dilakukan oleh negara Islam ketika menerapkan Islam secara kaffah terutama pada sistem ekonominya. Oleh karena itu, umat manusia terkhusus kaum Muslim seharusnya menjadikan Islam sebagai solusi hakiki untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi. Wallaahu a’lam bish-showab