Oleh. Al Muslimah Prihatin
MuslimahTimes– Isu ketahanan pangan mencuat di tengah bayang-bayang resesi tak berujung, sebagai buah cacat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang dibongkar kerapuhannya oleh kehadiran pandemi covid-19. Organisasi Pangan Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) menyampaikan akan adanya ancaman kelangkaan pangan di masa pandemi COVID-19. Masalah ketahanan pangan menjadi sangat penting sekaligus rentan bermasalah pada situasi bencana, termasuk bencana wabah penyakit seperti pandemi Covid-19.
Ketahanan pangan mengindikasikan pada ketersediaan akses terhadap sumber makanan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar (Rosales & Mercado, 2020). Menurut Siche (2020), terdapat tiga kelompok yang paling rentan terdampak dari wabah Covid-19 ini yaitu orang miskin, petani, dan anak-anak.
Kementerian Pertanian selaku lembaga yang memiliki tanggungjawab dalam bidang pertanian dan pangan diberitakan telah menyiapkan berbagai strategi untuk menghadapi tantangan ketahanan pangan di tengah pandemi corona ini. DPRD Kalsel juga mengesahkan Raperda tentang Penyelenggaraan Ketahanan Pangan untuk Kalsel ( kalsel.antaranews.com, 20/07/20).
Hal tersebut erat kaitannya dengan program pemerintah pusat, yaitu menjadikan Kalsel sebagai target LPN (Lumbung Pangan Nasional) dan penyokong IKN(Ibu Kota Negara) baru. Namun keberhasilan program ini masih perlu ditilik dan diteliti ulang. Hal ini perlu dilakukan mengingat beberapa hal, seperti buruknya jalur distribusi hasil pertanian, ditambah lagi impor kebutuhan pokok selalu dilakukan pemerintah yang seringkali membuat petani merugi. Sebagaimana disinggung diatas bahwa petani termasuk golongan yang paling rentan terdampak pandemi, Ini merupakan fenomena yang unik karena mereka merupakan produsen bahan-bahan pangan yang menjadi tumpuan semua orang. Pada masa pandemi ini, petani kecil tidak memiliki akses terhadap pasar yang luas, sehingga hasil produksi pertaniannya hanya dijual seadanya di pasar lokal dengan harga yang murah. Selain itu, harga kebutuhan lain yang semakin meningkat termasuk harga bahan pertanian juga menambah kerentanan pada petani.
Hal berikutnya yang potensial menjegal mimpi ketahanan pangan saat ini adalah lemahnya kedaulatan pangan, dimana yang menentukan suplai ketersediaan pangan bukan lagi pada petani Indonesia sebagai yang diutamakan oleh negara, tetapi sangat ditentukan oleh kartel impor pangan (kapitalis) yang telah berjasa dalam menaikkan para penguasa ke singgana kekuasaannya saat ini. Penerapan sistem kapitalisme di negeri ini menciptakan suasana membangun pertanian bukanlah untuk ketahanan pangan dan demi kemaslahatan rakyat namun untuk mengejar target (produksi) ekonomi semata. Sehingga abai terhadap ketahanan pangan bagi rakyatnya sendiri. Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus pengamat pertanian dilansir dari Detik.com 14/07/20, Andreas Santosa membeberkan indeks ketahanan pangan Indonesia yang meningkat. Andreas mengatakan, pada tahun 2015 indeks ketahanan pangan Indonesia berada di ranking ke-75 dari 113 negara, dan naik jadi ke-62 di tahun 2019 dari 113 negara.
Sayangnya, menurut Andreas kenaikan peringkat tersebut disebabkan oleh maraknya impor pangan. “Mengapa posisi kita naik? Amat sangat disayangkan, karena kenaikan impor pangan kita. Ketahanan pangan itu tidak memperdulikan dari mana pangan berasal,” kata Andreas dalam program Market Review IDX Channel, Selasa (14/7/2020).
Satu hal lagi yang harus menjadi perhatian jika kita membahas tentang ketahanan pangan, yaitu akses terhadap pangan itu sendiri, bukan semata ketersediaannya di pasaran. Tidak mudah kita lupakan, laporan ADB tentang fenomena kelaparan di Indonesia yang mengatakan bahwa masih banyaknya orang yang bekerja di sektor pertanian tradisional, petani dibayar rendah dengan produktivitas hasil pertanian yang jauh dari maksimal, menjadi penyebab banyak orang di Indonesia menderita kelaparan. (Detik.com, 07/11/19)
“Banyak dari mereka tidak mendapat makanan yang cukup dan anak-anak mereka cenderung stunting, terperangkap dalam lingkaran kemiskinan dalam hitungan generasi. Di tahun 2016-2018, sekitar 22 juta penduduk Indonesia menderita kelaparan,” papar laporan tersebut.
Tentunya harus ada perubahan atas semua ini karena mempertahankan status quo ini sama saja dengan mengabadikan penderitaan bagi rakyat.
Syariah Islam memiliki sejumlah sistem siap pakai dan sudah teruji berabad-abad dalam menjamin kebutuhan pangan seluruh warga negaranya Muslim maupun nonmuslim.
Jejak historis menunjukkan konsep unggul khilafah yang mampu mensejahterakan dan menjaga ketahanan pangan bagi rakyatnya selam berabad-abad. Hal itu adalah peran sentral pengaturan seluruh aspek kehidupan termasuk tata kelola pangan yang berada di tangan negara/Khilafah. Karena negara bukan pelayan kapitalis/cukong tapi pemelihara, pelayan dan pelindung rakyat. Dengan fungsi politik ini, maka seluruh rantai pasok pangan akan dikuasai negara. Meskipun swasta boleh memiliki usaha pertanian, namun penguasaan tetap di tangan negara dan tidak boleh dialihkan kepada korporasi. Negaralah yang berdaulat menguasai dan mengatur ketersediaan suplainya dari hasil pertanian rakyat sebagai cadangan pangan negara.
Berikutnya, negara memiliki visi kedaulatan pangan yang tidak bisa ditawar. Dengan visi inilah negara/khilafah akan serius memaksimalkan semua potensi pertanian yang dimiliki di dalam negeri untuk membangun ketahanan pangan tanpa tergantung pada negara asing. Untuk mewujudkan visi dan target ketahanan dan kedaulatan pangan, Negara/khilafah memiliki konsep anggaran negara yang unik. Konsep APBN khilafah baik pemasukan dan pengeluaran diatur berdasarkan syariah. Di antara sumber pemasukan APBN adalah harta milik umum yang sangat berlimpah seperti tambang, kekayaan laut, hutan, dsb. Yang saat ini pendapatan negara dari sektor ini minim sekali karena diserahkan pengelolaannya kepada swasta asing dan aseng.
Dalam pandangan Islam, sektor pertanian merupakan salah satu sumber primer ekonomi di samping perindustrian, perdagangan, dan tenaga manusia (jasa). Dengan demikian pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi yang apabila permasalahan pertanian tidak dapat dipecahkan, dapat menyebabkan goncangnya perekonomian negara, bahkan akan membuat suatu negara menjadi lemah dan berada dalam ketergantungan pada negara lain. Sehingga, kebijakan pangan negara harus dijaga dari unsur dominasi dan dikte korporasi ataupun negara asing, serta bukan semata-mata mengejar target produksi sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Negara/khilafah akan mengoptimalisasikan pengelolaan pertanian ini agar kebutuhan pangan untuk rakyat terpenuhi termasuk petani itu sendiri. Langkah optimalisasi pengelolaan ini dilaksanakan dengan beberapa kebijakan yang telah diatur oleh syariat, agar kesejahteraan dan keadilan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Pengelolaan berdaulat seperti inilah yang patut diteladani dan diterapkan secepatnya di negeri ini. ketahanan dan kedaulatan pangan yang diimpikan akan segera menjadi nyata dan bukan sekadar mimpi belaka. Apalagi dimasa pandemi saat rakyat berada diambang resesi ekonomi yang semakin memberatkan kehidupan mereka. Wallahu’alam.