Oleh. Jesiati
Muslimahtimes– Pendemi masih melanda. Dan saat ini persoalan kehidupan semakin mencemaskan, mengerikan dan tak kunjung efektif penanganan. Terbaru kita dikejutkan dengan beberapa pernyataan seorang tokoh terkait deradikalisasi. Deradikalisasi mengacu pada tindakan preventif kontraterorisme atau strategi untuk menetralisasi paham-paham yang dianggap radikal dan membayahakan dengan cara pendekatan tanpa kekerasan. Apa saja fakta yang terjadi? Yuk kita telusuri lebih dalam agar mengetahui solusi tuntas permasalahan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menarik ucapannya terkait paham radikal masuk melalui orang berpenampilan menarik atau good looking dan memiliki kemampuan agama yang baik. MUI menilai pernyataan Fachrul itu sangat menyakitkan. “MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata,” kata Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi (detiknews, 4/9/2020).
Muhyiddin lantas menyinggung pemahaman Menag Fachrul Razi tentang isu-isu radikal. Jangan sampai, kata Muhyiddin, Fachrul mendukung para pihak yang mempunyai agenda terselubung. “Pernyataan tersebut justru menunjukkan ketidakpahaman Menag dan data yang tak akurat diterimanya. Seakan yang radikal itu hanya umat Islam dan para huffaz Al-Qur’an. Seharusnya Menag yang berlatar belakang militer lebih mengerti tentang peran umat Islam Indonesia dan menjadikannya sebagai rujukan untuk menciptakan stabilitas nasional, persatuan dan kemajuan di tengah kebinekatunggalikaan,” kata Muhyiddin, yang juga Ketua Hubungan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah (detiknews, 4/9/2020).
Menteri Agama Fachrul Razi akan menerapkan program sertifikasi penceramah bagi semua agama mulai bulan ini. Ia menyatakan pada tahap awal bakal ada 8.200 orang akan mendapatkan sertifikasi penceramah. “Kemenag bentuk program penceramah bersertifikat. Akan kami mulai bulan ini. Tahap awal kami cetak 8200 orang,” kata Fachrul dalam webinar ‘Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara’ di kanal Youtube Kemenpan RB. Fachrul menegaskan program penceramah bersertifikat ini diberlakukan untuk semua agama. Meski demikian, penyelenggaraan program tersebut sengaja tidak digelar secara mengikat oleh Kemenag. Program ini, kata dia, bisa diikuti bagi penceramah yang berkenan mengikutinya atau bersifat sukarela.”Untuk semua agama, sukarela, ada sedikit gesekan gak setuju gak apa apa. kita lanjut terus,” kata Fachrul (CCN Indonesia, 2/9/2020).
Fachrul mengklaim program tersebut turut bekerja sama dengan berbagai pihak. Ia mengatakan Kemenag turut menggandeng seluruh majelis keagamaan, ormas keagamaan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hingga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Fachrul menegaskan program tersebut bertujuan untuk mencetak penceramah yang memiliki bekal wawasan kebangsaan dan menjunjung tinggi ideologi Pancasila. Sekaligus, kata dia, mencegah penyebaran paham radikalisme di tempat-tempat ibadah.”Mudah-mudahan dengan itu bisa mengeliminasi penyebarannya [pemahaman radikal],” kata Fachrul (CCN Indonesia, 2/9/2020).
Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi meminta kepada seluruh kementerian dan lembaga pemerintahan untuk tak menerima peserta yang memiliki pemikiran dan ide mendukung paham khilafah sebagai aparatur sipil negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Fachrul juga meminta agar masyarakat yang mendukung ide khilafah untuk tak perlu ikut bergabung sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS). “Pemikiran seperti itu [khilafah] enggak usah diterima di ASN. Tapi kalau sudah diwaspadai sebaiknya enggak masuk ASN,” kata Fachrul dalam webinar ‘Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara’ di kanal Youtube Kemenpan RB (CCN Indonesia, 2/9/2020).
Program deradikalisasi yang dibangun sejatinya adalah untuk mengusung paham sekularisme di tengah-tengah masyarakat. Terbukti dari mulai definisi jihad, pelarangan cadar dan celana cingkrang bagi ASN, sampai orang yang berpenampilan menarik (good looking) juga simbol-simbol Islam dikaitkan dengan radikalisme bahkan terorisme. Kebijakan Menag semakin ngawur. Sebagai leading sector penanganan radikalisme agama, Menag makin nampak menyerang dan memojokkan pemeluk Islam yang taat syari’at. Khilafah bukanlah Ide yang dilarang, namun para pengusung ide Khilafah dilarang jadi ASN, mewaspadai dari mereka yang terpapar ide Khilafah dan memberikan stempel kepada mereka adalah radikal. Sertifikat da’i merupakan alat untuk menggiring umat Islam sehingga tercetak Islam sesuai dengan versi rezim.
Alih-alih menyelesaikan persoalan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat, pemerintah bahkan membuat kanal isu radikalisme. Tujuannya agar mempermudah pemerintah untuk mengawasi dan mengontrol yang terpapar radikalisme. Jika kita menelaah lebih dalam lagi bahwa aktor isu di balik radikalisme ini adalah kaum kapitalis penjajah khususnya Barat yang menjadikan radikalisme sebagai model baru mereka untuk menghadang laju kebangkitan Islam di negeri-negeri kaum Muslim termasuk Indonesia, khususnya kesadaran untuk menjalankan Islam kaffah. Mereka berkonspirasi dengan penguasa negeri-negeri Muslim yang mau membebek kepada mereka. Isu radikal ini lebih condong sebagai isu politik yang memanipulasi ketakutan (Islamophobia) di tengah masyarakat. Tujuannya tidak lain untuk menyerang gagasan-gagasan politik Islam ideologis yang telah mendapat banyak dukungan luas di dunia Muslim.
Radikalisme direncanakan sedemikian cantik untuk menyerang Islam dan kaum muslim. Tidak puas sampai disini, kaum Barat penjajah menginginkan Islam hancur lebur dan umatnya terpecah belah dengan isu radikalisme ini. Dibuatlah kaum Muslim takut dengan ajarannya sendiri. Karena yang dibidik radikal di sini adalah kaum muslim yang menjadikan agamanya sebagai dasar berpikir untuk kehidupannya yang senantiasa terikat dengan seluruh hukum syara.
Radikalisme juga dipakai oleh kafir Barat penjajah yang didukung oleh kaki tangan mereka di setiap negeri-negeri kaum Muslimin untuk menutupi cara buruk politik Barat agar tetap bisa bercokol dan menjajah negeri-negeri muslim.
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk kedalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut kepada Allah. Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (TQS Al Baqarah:114).
Wahai kaum muslim, penting bagi kita menyadari bahwa ada bahaya besar di balik isu radikalisme, yang mengancam Islam dan ajarannya serta umat Islam secara keseluruhan. Jangan sampai kita terprovokasi dengan isu radikalisme sehingga menghalangi perjuangan Islam, menghalangi tegaknya hukum Allah di muka bumi ini. Mari kita rapatkan barisan, jangan mau dipecah belah. Terus bersemangat berjuang untuk tegaknya Islam kaffah. Kiita dapat membendung deradikalisasi yang menyasar kaum Muslim dengan meningkatkan pemahaman politik dan spiritual Islam melalui edukasi yang kontinyu. Tujuannya agar kaum muslim memahami segala bentuk persoalan dengan sudut pandang aqiqah dan syariat Islam. Meski gelombang yang menghalagi kebangkitan Islam menghadang, tetaplah berdiri kokoh dan berjuang.
Wallahu’alam Bisshawab