Oleh: Punky Purboyowati, S. S
MuslimahTimes– Siapa yang phobi (takut) dengan sejarah? Siapapun ia, yang jelas ada yang melatarbelakanginya. Phobi merupakan perasaan yang muncul secara tiba – tiba. Bahkan tak disadari ia menularkannya kepada yang lain. Namun yang menjadi masalah adalah, jika si phobi ini hanya berfikir bahwa sejarah itu tidak baik dan terkesan suram baginya. Bagi yang menemukan si phobi ini, harus dicari tahu dahulu apa penyebabnya, apa yang mendasari kephobiannya dan bagaimana cara mengatasinya. Agar si phobi ini tidak menulari yang lain.
Karena Phobi Jadi Benci
Phobi sangat mungkin dialami oleh banyak orang. Namun mirisnya phobi ini dialami oleh negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Bahkan akibat minimnya pengetahuan, mereka mewarisi sifat phobi ini ke anak cucu mereka. Sungguh sangat berbahaya bagi muslim mengingat negeri muslim telah dijajah dari berbagai sisi utamanya dari sisi pemikiran. Di sekolah-sekolah, mereka didoktrin dengan ketakutan dan kebencian yang sangat bahwa negara muslim yang dahulunya pernah berjaya distigma sangat jauh dari kebaikan. Orang kafir diinjak-injak, perempuannya banyak dijadikan budak, barbar dan sejenisnya. Alhasil banyak muslim yang benci dan anti dengan sejarahnya sendiri.
Tak terkecuali di Indonesia. Misalnya kata Khilafah, didoktrin sebagai ajaran radikal dan memecah belah. Karena doktrin ini membuat sebagian muslim menjadi anti bahkan benci dengan kata Khilafah atau pada orang yang menyuarakannya. Padahal, Khilafah merupakan ajaran Islam yang telah dibuktikan dalam sejarah Islam bahwa Khilafah merupakan bentuk kepemimpinan kaum muslim yang dulu pernah berdiri sejak era Nabi Muhammad saw hingga berakhir tragis di Istanbul Turki. Sejatinya, apapun bentuk sejarahnya, baik dan buruknya, hendaknya dihargai. Menghilangkan, menghapus, terlebih tidak mempelajarinya karena phobi atau alasan lain, tidaklah tepat. Biasanya orang yang phobi, tidak mampu memaknai kebenaran. Sekalipun kebenaran itu datangnya dari Allah SWT. Naudzubillahimindzalik.
Kebangkitan Umat Dimulai Dari Sejarah
Berbicara tentang phobi, berbicara pula tentang keberanian, kegigihan, tanggungjawab serta kemajuan suatu negeri. Dalam peristiwa sejarah, tak ada negeri yang diliputi oleh ketakutan. Justru sejarah mencatat sebuah keberanian suatu negara dalam menghadapi apapun. Entah itu menghadapi musuh, menaklukkan negeri, atau melindungi negerinya dari berbagai serangan. Namun keberanian itu tidak serta merta muncul. Tetapi ada yang mendasarinya yaitu ilmu pengetahuan, semangat, serta perintah. Alhasil negara tersebut mampu bangkit dan maju berdasarkan pengetahuannya tentang sejarah dari pendahulunya.
Dalam sudut pandang kemajuan suatu negara sudah pasti tak lepas dari persepsinya tentang sejarah. Dalam faktanya, sejarah memberi pemahaman yang lebih luas terhadap dunia luar. Mempelajari sejarah, akan mampu melihat peristiwa dengan berbagai sudut pandang, tentang bagaimana peristiwa itu bisa terjadi, dan apakah dampaknya dari peristiwa itu. Semuanya diperlukan agar tak salah dalam menyikapinya.
Disinilah letak uniknya sejarah diciptakan, dimulai dan berakhir sesuai dengan apa yang direncanakan. Namun sejarah yang terjadi pasti ada kekurangan dan kelebihan. Di dalamnya dapat mengubah persepsi seseorang mengenai gambaran masa depan. Bahwa setiap kejadian pada masa lampau yang dapat ditentukan dari titik mana masa depan akan dimulai. Dari peristiwa sejarah bisa diambil hikmahnya. Karena itu ketika ada yang phobi, bisa jadi ia belum serius mempelajari, memaknai, dan menyikapi sejarah itu sendiri dengan benar.
Peran Negara Dalam Menyikapi Sejarah
Sejarah memang bisa dilihat dalam berbagai sisi. Namun semua itu perlu disikapi dengan benar. Bukan dengan serampangan, dan tanpa ilmu. Islam menuntun bagaimana menyikapi sejarah agar tak keliru dalam mempelajarinya. Dalam Islam, sejarah tidak boleh dijadikan sebagai sumber hukum. Sebab sumber hukum hanya bisa diambil dari hukum Syariat Islam. Sejarah hanya boleh diambil sebagai sebuah pembelajaran agar masa depan yang dilewati nanti menjadi jauh lebih baik, dan berusaha sebaik mungkin agar kesalahan tak terulang kembali.
Sejarah bukan hanya sebatas sebuah cerita atau dongeng, namun harus dipelajari dan mengkaitkannya dengan tsaqofah Islam sebagai pembanding. Itulah perbedaannya dalam kurikulum di dunia saat ini. Sejarah hanya dipelajari sebatas cerita tanpa makna yang terkandung. Hanya sebatas menghafal dan mengingat. Sayangnya di Indonesia, baru-baru ini justru ada wacana penghapusan dan penyederhanaan pelajaran sejarah di SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) oleh Kemendikbud (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan). Alhasil wacana ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat, pendidikan, terutama guru, dan akademisi. (www.m.medcom.id, 20/9/2020).
Ironis, di masa muda anak-anak belajar sejarah justru dibatasi. Padahal mereka butuh banyak belajar sejarah apalagi di era sulit seperti ini. Pun negeri yang hendak bangkit dan maju perlu banyak belajar sejarah agar generasinya tak buta sejarah. Disinilah letak peran negara. Dalam Islam, negara sangat mendukung dalam mempelajari sejarah. Namun tentunya diukur dari sudut pandang Islam agar tak salah dalam menilai sejarah. Sebab Islam pun memiliki sejarah berikut aturannya yang dapat membawa pada bangkitnya peradaban Islam yang gemilang berdasarkan pada dalil Al Quran, As Sunnah, Ijma’ serta Qiyas. Jadi untuk negeri yang menginginkan kebangkitan tidak ada alasan untuk phobi apalagi benci. Saatnya Negeri ini mencintai sejarahnya dan menyikapinya secara benar sesuai Syariat Islam. Sebab phobi dan benci hanya akan menjadi penghalang kemajuan umat.
Wallahu a’lam bisshowab.