Oleh : Jesiati
#MuslimahTimes — Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia hingga saat ini, apalagi di tengah pendemi permasalahanpun semakin menjadi-jadi. Terbaru, kita disuguhkan dengan pernyataan seorang tokoh terkait “Membangun Negara agar Islami bukan Negara Islam”. Seperti apa fakta yang terjadi? Yuk kita telusuri lebih dalam untuk mengetahui solusi tuntas permasalahan. Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengajak Pemuda Muhammadiyah untuk membangun Indonesia sebagai negara Islami. Islami yang dimaksud adalah akhlak seperti jujur, demokratis, toleran, dan egaliter. Hal itu disampaikan Mahfud dalam sambutannya pada acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemuda Muhammadiyah yang digelar secara daring.
Menurut Mahfud, negara Indonesia ini adalah inklusif, di mana semua perbedaan primordial digabung menjadi satu kesatuan Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, ia mengatakan Pemuda Muhammadiyah dalam level apapun dalam kehidupan bernegara harus terus berdakwah jalan tengah, tidak menjadi Islam yang ekstrem. “Mari membangun Indonesia sebagai negara Islami. Bukan negara Islam, agar semua umat Islam di Indonesia dapat berkontribusi, masuk dari berbagai pintu. Jangan ekslusif,” kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini juga terus mengingatkan, bahwa dalam berdakwah, Pemuda Muhammadiyah untuk jangan bertengkar soal wadah organisasi, dan perbedaan dengan organisasi-organisasi lain. “Muhammadiyah harus terus membawa nilai-nilai Islami dan menyerukan kebaikan islam kepada seluruh masyarakat dalam bernegara. Karena itu adalah hakekat dakwah,” katanya (sindonews.com, 27/9/2020).
Irlandia dan Selandia Baru dinobatkan sebagai negara paling Islami di dunia, karena dinilai dapat menerapkan ajaran Islam secara nyata sesuai pedoman Alquran dan Hadis. Indonesia? Masih jauh. Menurut Askari, status negara Islam belum tentu dapat mencerminkan nilai yang terkandung dalam Alquran dan Hadis. Bahkan sebagian negara Islam justru menggunakan kekuatan agama sebagai instrumen untuk mengendalikan pemerintahan dan masyarakat. “Banyak negara yang mengaku Islam namun justru berbuat tidak adil, korupsi dan terbelakang. Artinya negara tersebut sama sekali tidak Islami,” ujar Askari seperti dikutip dari The Telegraph (Ayobandung.com, 14/9/2017).
Upaya berbagai kalangan untuk mengaburkan pandangan umat Islam terhadap ajaran Islam terus menguat. Jika sebelumnya mereka mempermasalahkan tentang Khilafah, saat ini yang dipermasalahkan adalah negara Islam. Sesungguhnya tujuan yang diinginkan adalah sama, yaitu menjauhkan kaum muslimin dari ajaran Islam yang sempurna, lebih jauh lagi menghadang kebangkitan umat. Membangun negara agar Islami bukan Negara Islan seakan-akan menarik perhatian bahwa itu sangat bagus padahal jelas menjauhkan kita dari ajaran Islam yang sebenarnya. Wacana tentang Negara Islami vs Negara Islam bagi Indonesia kini kembali disuarakan karena dipandang itulah yang cocok untuk Indonesia yang plural.
Islam adalah sistem yang sempurna. Di dalamnya terdapat aturan yang mengatur segala bentuk interaksi antar sesama manusia, seperti sistem sosial, ekonomi, politik, dsb. Aturan-aturan semacam ini meniscayakan adanya negara yang akan melaksanakan dan menerapkan aturan-aturan tersebut kepada manusia. Islam telah menetapkan sistem yang khas bagi pemerintahan. Islam juga telah menetapkan sistem yang khas untuk mengelola pemerintahan. Di samping itu, Islam menuntut seluruh hukum syara (Islam) kepada rakyatnya.
Konsekwensi dari keimanan seseorang tatkala beriman kepada Allah Swt maka harus terikat dengan syari’at Islam secara keseluruhan. Sebagaimana Allah Swt berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”(TQS. Al-Baqarah (2) : 208).
Terikatnya individu muslim pada syari’at Islam secara keseluruhan itulah yang akan mencerminkan perilaku islami. Hal tersebut merupakan bukti dari ketundukan terhadap Allah Swt sebagai Al-kholiq (sang pencipta) dan Al-mudhabir (sang pengatur). Jadi bukan mengedapan hawa nafsu atau rasionalitas belaka dengan menyatakan yang penting penampakan atau terlihat islami karena keimanan itu diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dibuktikan dalam perbuatan. Tidak bisa disebut orang yang beriman jika terlihat perilakunya islami namun hatinya tidak yakin akan adanya Allah Swt dan lisannnya tidak berucap syahadat.
Keberadaan sebuah negara, disebut negara Islam tatkala dipimpin oleh seorang Khalifah dan sistemnya. Khilafah sebagai sebuah sistem kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tatkala tidak bisa menerapkan hukum-hukum syari’at Islam secara keseluruhan maka tidaklah bisa disebut sebagai sebuah negara yang islami. Terlebih saat ini tatkala sistem yang menaungi adalah sekuler tentu keberadaan syari’at Islam hanya bisa bicara diranah ubudiyah semata dan tidak diberi kesempatan untuk berada diruang publik. Karena asas dari sistem sekuler yaitu memisahkan agama dari kehidupan.
Negara Islam adalah negara yang bersifat politis. Negara Islam tidak bersifat sakral. Kepala negaranya tidak dianggap memiliki sifat-sifat orang suci. Negara yang dimaksud di sini adalah Khilafah Islamiyah yang dikepalai oleh Khalifah, yang kadang-kadang disebut sebagai amirul mukminin, sulthan, atau imam. Menegakkan Khilafah hukumnya wajib bagi seluruh kaum muslimin. Melaksanakan kewajiban ini sebagaimana melaksanakan kewajiban lain yang telah dibebankan Allah SWT kepada kaum muslimin, adalah suatu keharusan yang menuntut pelaksanaan tanpa tawar-menawar lagi dan tidak pula ada kompromi. Melalaikannya adalah salah satu perbuatan maksiat yang terbesar dan Allah akan mengazab para pelakunya dengan azab yang sangat pedih.
Dalil mengenai kewajiban menegakkan Khilafah dalam Al Quran, bahwasanya Allah SWT telah memerintahkan Rasulullah saw untuk menegakkan hukum di antara kaum muslimin dengan hukum-hukum yang telah diturunkan-Nya. Allah SWT berfirman: “Maka putuskanlah perkara di antara manusia dengan apa yang Allah turunkan, dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (TQS. Al Maidah: 48) “Hai, orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu sekalian.” (TQS. An Nisaa: 59)
Maksud dan Tujuan Pemerintahan di dalam Islam adalah :
- Memelihara agama. Negara terutama khalifah bertanggung jawab untuk memelihara akidah Islam. Dalam hal ini dilakukan dengan mengoptimalkan wewenang yang telah diberikan oleh syara kepadanya. Negaralah satu-satunya institusi yang berhak menghukum orang-orang murtad dan memberi peringatan kepada siapa saja yang menyeleweng dari agama. Sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah” (HR. Bukhari)
- Mengatur urusan masyarakat dengan cara menerapkan hukum syara kepada mereka tanpa membeda-bedakan antara satu individu dengan yang lainnya. Firman Allah SWT: “Hendaklah kamu menetapkan hukum di antara mereka berdasarkan apa yang diturunkan Allah” (TQS. Al Maidah: 49)
- Menjaga negara dan umat dari orang-orang yang merongrong negara. Caranya dengan melindungi batas-batas negara, mempersiapkan pasukan militer yang kuat dan senjata canggih untuk melawan musuh, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasul saw, dan para khalifah sesudah beliau. Firman Allah SWT: “Persiapkanlah untuk (menghadapi) mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi, berupa kuda-kuda yang ditambatkan agar kalian menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya.” (TQS. Al Anfal: 60)
- Menyebarkan dakwah Islam kepada segenap manusia di luar wilayah Daulah, yaitu dengan cara menjalankan jihad sebagaimana yang dilakukan Rasulullah pada beberapa peperangan, misalnya penaklukan Mekah dan perang Tabuk. Begitu juga pernah dilakukan oleh para Khalifah sesudah beliau. Mereka melakukan banyak penaklukan seperti ke wilayah Syam, Irak, Mesir, Afrika Utara, dan menyebarluaskan Islam di sana. Rasulullah saw bersabda: “Jihad tetap (terus) berlangsung sejak aku diangkat menjadi rasul sampai generasi terakhir dari umatku memerangi Dajjal. Jihad tidak dapat dibatalkan oleh zalimnya pemimpin yang buruk atau adilnya pemimpin yang adil.”
- Menghilangkan pertentangan dan perselisihan di antara anggota masyarakat (muslim dan non muslim) dengan penuh keadilan. Hal ini dilakukan dengan cara menjatuhkan sanksi kepada mereka yang berbuat zalim, memperlihatkan keadilan terhadap orang yang dizalimi sesuai dengan hukum yang disyariatkan Allah. Firman Allah SWT: “Jika kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menghukumi dengan adil.” (TQS. An Nisa: 58)
Sistem pemerintahan Islam tegak berdasarkan asas berikut:
- Kedaulatan di tangan Syara’. Seorang individu tidak boleh memelihara urusan umat atau individu-individu lain dengan sesuka hatinya. Segala perbuatan individu dan umat terikat dengan perintah dan larangan Allah SWT. Menurut pandangan Islam, tak satu pun manusia mempunyai hak legislasi (membuat hukum). Tidak ada lembaga legislatif di dalam struktur pemerintahan Islam karena kedaulatan berada di tangan hukum syara, yaitu al Qur’an dan as Sunnah. Bukan berada di tangan umat. Firman Allah SWT: “Menetapkan hukum itu hanya milik Allah.” (TQS. Al An’am: 57)
- Kekuasaan di tangan umat. Kaum muslimin memiliki kewajiban melaksanakan hukum-hukum syariat. Kaum muslimin secara keseluruhan tidak mungkin dapat menerapkan syariat Islam terhadap mereka sendiri tanpa adanya penguasa (hakim). Syariat memberikan hak untuk mengangkat penguasa (Khalifah) kepada umat. Umatlah yang memilih Khalifah dan memberikan bai’at kepadanya. Khalifahlah yang mewakili umat dalam menjalankan aktivitas kekuasaan (pemerintahan). Imam Muslim meriwayatkan bahwa Ubadah bin Shamit berkata: “Kami telah membai’at Rasulullah saw untuk setia mendengarkan dan menaati perintahnya., baik dalam keadaan susah maupun mudah, baik dalam keadaan yang kami senangi ataupun tidak kami senangi.”
- Mengangkat seorang Khalifah adalah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin. Syariat telah mewajibkan setiap muslim untuk membai’at seorang Khalifah. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang mati dan di atas pundaknya tidak ada bai’at maka matinya adalah mati jahiliyah.” (HR. Muslim).
- Khalifah satu-satunya pihak yang berhak melakukan tabanni (adopsi) terhadap hukum-hukum syara serta menegakkan konstitusi dan perundang-undangan. Khalifah sebagai kepala negara memiliki kewajiban untuk mengatur urusan kaum muslim. Syariat Islam memberikan kepadanya amanah untuk melindungi dan memelihara urusan umat. Inilah latar belakang mengapa umat memberikan kekuasaan kepada kepala negara untuk memerintah berdasarkan hukum-hukum Allah SWT.
Membangun Negara agar Islami atau Negara Islam? Pilihan yang tepat yang bagi kaum muslim adalah Membangun Negara Islam. Membangun negara Islami tanpa sistem pemerintahan Islam hanyalah ilusi. Membangun Negara Islami dengan asas yang ada pada demokrasi hanya akan menyuburkan kapitalis sekuler. Jika yang demikian terjadi permasalahan di berbagai aspek kehidupan saat ini tidak akan pernah bisa diselesaikan dengan tuntas.
Wallahu a’lam bisshawab