(Oleh: Eka Putri Azzuhra)
Â
#MuslimahTimes — Tragedi tengah malam kembali berulang. Bukan kisah bahagia yang dibuat, namun kisah yang sangat memilukan hati. Masalah kesehatan akibat covid-19 yang belum juga pulih ditambah dengan masalah ekonomi Indonesia menuju jurang resesi, pun juga gelombang PHK yang terus terjadi hingga hari ini nampaknya, tidak lagi dipedulikan oleh yang konon katanya mereka adalah ‘wakil rakyat’ yang membela kepentingan rakyat dan mendengarkan aspirasi rakyat.
Dikutip dari laman website waspada.co.id rapat paripurna DPR RI yang digelar Senin (5/10) di Kompleks DPR secara resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang Undang. Rapat pengesahan RUU Cipta Kerja digelar langsung di Gedung DPR dengan setengah anggota dewan hadir sebagai bagian dari penerapan protokol kesehatan. Sebagian lain mengikuti rapat secara daring. Dalam pengesahan RUU tersebut terdapat 7 fraksi yang menyetujui dan 2 fraksi yang menolak yaitu fraksi demokrat dan PKS. (https://waspada.co.id/2020/10/tok-dpr-sahkan-omnibus-law-ciptaker/)
Keputusan yang diambil oleh DPR dalam pengesahan RUU ini sangat mengecewakan rakyat. bagaimana tidak? sebelum RUU ini disahkan dalam perjalanannya terjadi banyak penolakan baik dari ormas, para tokoh dan elemen bangsa. Undang-undang ciptaker hanya akan menguntungkan kaum kapitalis, para pengusaha investor asing dan aseng. Sedangkan kedudukan rakyat terutama kaum buruh hari demi hari akan terus tercekik.Â
Patut dicurigai ada apa dibalik keputusan yang telah diambil DPR terhadap pengesahan RUU ini, mengingat pengesahannya pun terjadi dimalam hari. Disahkannya undang-undang ini menjadi indikator bahwa aspirasi rakyat di negeri demokrasi hari ini tidak berlaku lagi. Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menjadi omong kosong belaka, lalu jika tidak untuk kepentingan rakyat, untuk siapakah DPR bekerja?
Lagi, lagi dan lagi pengkhianatan DPR kepada rakyat kembali terjadi, UU Cipta Kerja menjadi UU kelima yang kontroversial. Sebelumnya, ada UU KPK, UU Minerba, UU Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19, dan UU Mahkamah Konstitusi yang juga mendapat penolakan masyarakat. Maka jangan salahkan rakyat jika rakyat tidak lagi menaruh kepercayaan kepada DPR.
Pengkhianatan DPR dan pemerintah secara sistematis memenangkan kepentingan kaum kapitalis dalam pengesahan RUU ini dan RUU Lainnya hanya bisa terjadi didalam sistem demokrasi. Walaupun dari segi teori menyebutkan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat namun, realitas membuktikan bahwa rakyat yang dimaksud adalah para pemilik modal atau investor. Demokrasi sebuah wadah kepemimpinan yang esensinya adalah sistem kapitalisme hanya memprioritaskan kepentingan para pemilik modal dan tentunya kepentingan orang-orang yang berada didalam lingkaran pemerintahan. Prinsip dasar dalam sistem kapitalisme ini adalah untung rugi, bukanlah kemaslahatan bagi rakyat. Demokrasi yang digaungkan oleh para penguasa hanya sekedar meraup suara rakyat sesaat. bukankah semestinya realita ini menyadarkan kita bahwa kepemimpinan ini tidak benar-benar memihak pada rakyat. Keputusan yang dihasilkan pun hanya untuk mengeksekusi kepentingan pemodal belaka.
Dalam kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator kepentingan kapitalis. Akibatnya, kesejahteraan rakyat terabaikan. Kekayaan hanya dinikmati segelintir orang. Hal ini tentu sangat berbeda dengan kepimpinan islam. Didalam islam negara memiliki tugas untuk melayani urusan umat dalam segala aspek kehidupan. Negara bertugas memberi jaminan dan pelayanan. Menjamin penghidupan, kesejahteraan, keamanan, serta kebutuhan dasar rakyat. Keputusan yang diambil tentu saja yang dibenarkan oleh hukum syariat. Legislasi hukum dalam sistem Islam dibuat sesuai ketentuan Islam. Tidak ada politik kepentingan, karena islam adalah agama yang membawa rahmat bagi semesta alam. Bukan hanya bagi kaum muslimin yang akan merasakan kesejahteraan dan keadilan dalam kepemimpinan islam namun juga para pemeluk agama yang lain. Wallahu‘alam bishawab