Oleh: Rahma Atjo
Â
#MuslimahTImes — Kasus penembakan terjadi lagi. Kali ini korbannya adalah satu anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan satu lagi anggota TNI. Anggota TGPF yang menjadi korban adalah Bambang Purwoko, salah seorang dosen sekaligus peneliti dari UGM. Sedangkan anggota TNI tersebut adalah Sersan Satu TNI Faisal Akbar, Anggota Satgas Apter Hitadipa dari satuan asal Kodim 1304 Gorontalo. Kejadian penembakan terjadi di Distrik Hitadifa, Intan Jaya, Papua. (cnnindonesia.com, 10/10/2020)
Yang menarik dari kejadian ini adalah pengakuan dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNBP-OPM). Mereka menyatakan bertanggung jawab atas kejadian penembakan yang terjadi pada tanggal sembilan oktober tersebut.
Dilansir dari portal news.detik.com tanggal 9 oktober 2020, bahwa TGPF ini dibentuk pemerintah untuk mengusut kejadian penembakan bulan september lalu. Dua anggota TNI, satu warga sipil, dan satu orang pendeta, menjadi korban dari kejadian tersebut. Saling tuding antara Kelompok Kriminal bersenjata (KKB) dan aparat tak terelakkan. Pihak KKB menyatakan mereka tidak mungkin menembak warga sipil. Sementara pihak aparat menyampaikan bahwa lokasi kejadian merupakan tempat 5 KKB dan aparat tidak terdapat di sana.
Kembali ke kasus penembakan anggota TGPF dan TNI. Ini terjadi disebabkan kekesalan pihak KKB atau TPNBP-OPM terhadap TGPF bentukan Mahfud MD. Melalui sebuah tayangan video berdurasi 43 detik, pimpinan kelompok KKB tersebut, Sebby Sembo menyampaikan, bahwa mereka menolak tim bentukan Indonesia. Mereka meminta agar PBB turun menangani masalah HAM yang terjadi sejak 1963 sampai hari ini. Dalam video tersebut, Sebby juga mengancam akan menembak jika TGPF tetap diturunkan.Â
***
Apapun kondisi yang terjadi sampai hari ini, tentu merupakan rangkaian cerita yang belum selesai. Papua dengan posisi sebagai tanah kaya, tidak ditunjukkan dengan pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Kalaupun ada tentu tidak seimbang dengan kekayaan bumi Papua. Maka ini menjadi alasan yang menjadi pemicu keinginan sekelompok orang di Papua untuk terus menunjukkan gejolak rasa mereka. Apakah sekedar unjuk aksi atau usaha memisahkan diri dari Indonesia.
Dengan kondisi perekonomin yang tidak mapan, akses terhadap layanan tentu tidak mudah. Kalau pun ada industri modern dalam rangka memajukan perekonomian mereka, ternyata tidak membuat masyarakat Papua berdaya. Sebab budaya dan edukasi masyarakat tidak sebanding dengan akselerasi yang ada. Maka lagi-lagi Masyarakat Papua kembali termarjinalkan.
Ketika aksi-aksi muncul dari kalangan masyarakat, penanganan yang ada senantiasa dengan mengangkat senjata. Maka wajar kiranya masyarakat Papua menyuarakan ada pelanggaran HAM di tanah mereka. Sehingga benih-benih ketidakpercayaan antara sebagian masyarakat Papua kepada Pemerintah semakin nampak.
Semua yang terjadi mengakibatkan pemberontak-pemberontak kecil yang terus menghantui tanah Papua. Bahkan dunia luar telah mulai turut campur dalam melihat persoalan ini. Belum lagi ditambah masalah rasisme yang kadang turut mewarnai catatan kekisruhan di sana. Bagaimana Islam memandang persoalan Papua hari ini. Berikut ulasannya.
Cara Islam menangani Papua
Islam datang menjadi rahmat bagi semua, bagi semesta alam. Islam membawa keberkahan dari langit dan bumi. Memberikan cahaya untuk menutupi semua kegelapan. Tanpa memandang agama, ras, suku, bangsa, turunan, bahkan fisik sekalipun. Islam menempatkan semua manusia pada posisi yang sama, menjadi pembeda hanyalah takwa. Dan Itu menjadi ranah Allah semata. Tak ada justifikasi manusia akan ketaatan kepada Ilahi Rabbi.
Allah berfirman dalam surah Al hujurat ayat 13: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dalam menangani masalah ekonomi, Islam telah bertahan sampai 13 abad lamanya dengan pola serta gaya yang sama. Yaitu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat melalui mekanisme langsung maupun tak langsung. Mekanisme langsung berupa pemenuhan akan pendidikan, kesehatan, keamanan secara gratis. Adapun mekanisme tak langsung, berupa pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Untuk hal ini negara membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi kepala keluarga.
Adapun keinginan untuk berusaha, negara memberikan layanan berupa bantuan modal, baik dengan cara hibah maupun pinjaman. Ada pula pemberian tanah bagi mereka yang ingin mengembangkan sektor pertanian atau perkebunan.
Namun bagi mereka yang lemah, tanpa sanak keluarga, negara tetap memberikan mereka tempat yang layak. Dengan kekuatan baitul mal sebagai kas negara, orang-orang lemah ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya dalam pemenuhan semua hajat hidupnya tanpa terkecuali.
Dalam meningkatkan produktifitas ekonomi, pembangunan sektor-sektor industri akan terus digalakkan sesuai kebutuhan masyarakat. Yang tentu membutuhkan tenaga kerja yang sangat besar. Maka dengan kebutuhan yang besar ini, negara akan membuka pelatihan dan workshop yang arahnya percepatan pehamaman bagi tenaga kerja. Sehingga roda pembangunan industri akan selajan dengan kesiapan tenaga kerja yang memadai.
Untuk masalah pemberontakan yang menentang negara, perlu dipastikan kembali  apa yang menjadi latar belakangnya. Tindakan militer sebagai sikap tegas tentu bukan satu-satunya jalan. Pendekatan politik persuasif tetap perlu dilakukan untuk mencari keterangan yang lebih jelas. Sebab bila semata tindakan militer yang dikedepankan justru akan berakibat fatal. Contoh terpisahnya wilayah Balkan dari khilafah Ustmaniyah.Â
Bila terdapat campur tangan pihak eksternal, maka negara perlu melakukan: 1) Memata-matai Kafir yang betul-betul menjadi musuh negara. 2) Memata-matai pendudukan yang berhubungan dengan musuh. 3) Menutup kedutaan yang dijadikan akses untuk memata-matai negara. Serta 4) Menutup kontak kerja sama dengan pihak luar negeri dan hanya menerapkan satu pintu sebagai tindakan perfentif (Abdurrahman, 2014).
Adapun pemberontakan yang disebabkan tidak adanya layanan yang menjadi hak rakyat, tentu negara memiliki kewajiban untuk memenuhinya. Sedangkan untuk perkara syubhat, perlu dilakukan pemastian dan pembongkaran terhadap perkara tersebut. Sehingga tidak ada pemahaman yang bias dalam memahami apa yang diperselisihkan.
Sedangkan untuk pemberontakan yang dilakukan kerena membangkang kepada negara, padahal apa yang telah dituduhkan tidak benar melanggar aturan syara’ misalnya. Maka kebijakan yang diambil adalah dengan menjelaskan perkara yang dimaksud dan nash syara’ yang sesuai. Bila pihak pemberontak terus saja pada kedudukannya, maka negara memiliki kewajiban memerangi mereka. Dengan maksud untuk memberikan edukasi bukan untuk memusnahkan. Dan perang ini tidak dianggap Jihad. Harta mereka bukan harta rampasan perang. Status mereka sebagai kriminal dan  bukan sebagai tawanan.
Demikianlah Islam menuntaskan masalah pemberontakan. Maka kembali ke Islam adalah solusi jitu tuntaskan semua masalah di Papua. Wallahu a’lam.