Oleh: NS. Rahayu
(Pengamat Sosial)
MuslimahTimes– Ketahanan pangan adalah hal penting dalam sebuah negara, karena akan sangat berdampak pada kesejahteraan seluruh warga negara. Sebab itu ragam cara diupayakan agar stabilitas pangan terjaga.
Indonesia memilih program lumbung pangan. Program ini menjadi salah satu hal terpenting karena masuk kedalam kebutuhan dasar yang harus dimiliki suatu negara. Hal ini dikomitmenkan mulai dari pusat hingga ke daerah, karena butuh sinergi dengan keduanya.
Jangan sampai, antara keinginan daerah dan keinginan pusat, menjadi satu kebijakan tidak nyambung. Dan akhirnya cita-cita atas program ketahanan pangan nasional tinggalah angan kosong.
Karena program tersebut telah banyak diambil wilayah-wilayah yang memiliki lahan pertanian luas dan kehidupan masyarakatnya juga ditopang dari pertanian tersebut.
Ngawi memiliki luas pertanian lebih kurang 40 ribu hektar dan lebih 70% masyarakat Ngawi bergerak di sektor pertanian. Terbukti dari PDRB (produk domestik regional bruto) 30% berasal dari sektor pertanian, perternakan, dan perkebunan. Produksi pertaniannya menempati peringkat ke 2 di Jatim dan ke 6 secara nasional. Wabup Ngawi, Oni Anwar berkomitmen menjadikan Ngawi sebagai daerah penyangga pangan nasional. (Tribunnews.com, 13 Oktober 2020).
Wajar daerah yang memiliki lahan pertanian luas, berkeinginan besar untuk menjadi lumbung pangan nasional. Namun cita-cita itu sering menjadi sebuah angan-angan kosong.
Kebijakan tidak sinkron membuat ambyar ketahanan pangan
Adanya beberapa kebijakan yang tidak sinkron dengan cita-cita ketahanan pangan. Hasilnya justru keterpurukan para petani di lumbung pangan sendiri. Salah satu kebijakan yang menghambat produksi pertanian adalah pemangkasan pupuk bersubsidi dari pusat mulai dari 40-60%.
Hal ini menyebar di seluruh tanah air, apalagi di kondisi covid-19, dana pupuk subsidi justru dialihkan untuk penanganan covid-19. Juga kebijakan bagi anggota kelompok tani yang harus memiliki kartu tani. Bukannya meringankan, justru beban bagi petani, karena syarat pemilikan kartu tani untuk pupuk subsidi harus mempunyai tabungan di bank.
Bahkan adanya Program Strategi Nasional (PSN) juga membuat hancurnya ketahanan pangan. Karena berdampak menyusutnya lahan pertanian sebagai penyangga pangan mempengaruhi pertanian juga.
Pemkab Ngawi telah mempersiapkan Program Strategi Nasional (PSN) yang meliputi agro techno park, kawasan industri dan pasar besar Ngawi. Untuk kawasan industri yang semula dipersiapkan di kecamatan Pitu digeser ke wilayah kecamatan Widodaren. Pemkab membutuhkan lahan sektar 1.500 hektar untuk menyiapkan kawasan perindustrian tersebut dan telah melirik kawasan hutan yang dikelola PT Perhutani. (Bangsaonline.com, /8/20)
Pemetaan kawasan industri dengan lahan yag luas, akan membuat pembebasan lahan-lahan pertanian juga untuk alih fungsi.Dampaknya, lahan pertanian menyusut dan tanah resapan air juga terganggu, sehingga ketika musim kemarau, ancaman gagal panen mengikuti.
Sudahlah jatuh tertimpa tangga pula. Karena kegagalan itu berlanjut ketika negara mengambil kebijakan impor secara masif pada produk pertanian. Korbannya produk pertanian para petani dalam negeri yang tak terserap dan sulit mendapat pasar jual. Ibarat tikus mati di lumbung padi.
Jika menilik hal tersebut, ada kebijakan yang tak sinkron atas cita-cita negara menjadi swasembada pangan dengan memperbanyak lumbung-lumbung pangan. Disisi lain kebijakannya tidak memberikan dukungan total pada ketahanan pangan dalam negeri. Cita-cita Indonesia untuk menjadi negara swasembada pangan pun, menjadi hanya omong kosong belaka.
Ketahanan pangan merupakan suatu yang sangat penting untuk menjadi negara kuat. Namun, apalah dikata sistem kapitalis membuat peraturan yang menjadi cita-cita itu ambyar. Apalagi dengan diketok UU terbaru Omnibus Law, proteksi pertanian dalam negeri menjadi tak ada, itu artinya impor menjadi sangat mudah.
Sudah bisa dibayangkan sebelum disahkannya UU tersebut impor sudah ugal-ugalan. Maka impor akan semakin bebas. Termasuk dalam masalah pertanahan, investor bebas memilih tanah yang mereka kehendaki dengan harga murah.
Maka berharap cita-cita lumbung pangan di sistem kapitalis, mustahil terwujud, meskipun para petani berupaya bekerja siang maupun malam.
Mewujudkan cita-cita pada sistem Islam
Jika ingin cita-cita ketahanan pangan terwujud, harus didukung oleh sistem yang benar, yaitu sistem Islam. Islam bukan saja mengajarkan untuk sabar dan tawakal, namun mengajarkan pengaturan kehidupan secara utuh dan menyeluruh.
Dalam negara Islam pertanian menjadi prioritas, karena pangan menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi negara. Maka kebijakan swasembada pangan menjadi hal yang penting untuk diperjuangkan dengan aturan yang jelas dan terperinci. Sehingga tidak terjadi tidak sinkronnya dalam kebijakan.
Negara fokus dengan pemberian bantuan pupuk, bibit berkualitas, para petani di edukasi untuk menjadi petani cerdas dalam merawat tanaman dan pencegahan hama. Bahkan negara memberikan lahan pertanian dan saluran irigasi yang baik.
Maka konsep kawasan industri tidak boleh ada di wilayah pertanian dan resapan air. Karena hal itu akan mengganggu pertanian.
Hasil dari pertanian diserap oleh negara. Keberadaan para tengkulak yang merugikan petani dan konsumen diberantas. Distribusi hasil pertanian akan merata, impor hanya dilakukan jika pertanian dalam negeri benar-benar tak bisa memenuhi. Adapun, ekspor hanya dilakukan jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuh.
Gambaran real swasembada pangan ini, hanya mungkin bisa terjadi dengan menerapkan aturan Islam secara utuh dan menyeluruh di bawah khilafah. Selain itu, swasembada pangan juga harus didukung oleh sistem lainnya seperti sistem politik, ekonomi, pemerintahan, pertahanan dan lain-lain.
Wallahu’alam bishawab