Oleh. Hana Rahmawati
(pegiat literasi)
MuslimahTimes.com – Beberapa hari lalu, sebuah berita mengejutkan mewarnai berita di salah satu stasiun televisi. Sebuah badan institusi dilanda badai pelangi. Berita ini hadir diantara kabar masih maraknya unjuk rasa yang dilakukan guna memprotes UU cipta kerja. Hal tersebut diketahui melalui sebuah pernyataan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung Mayjen TNI (purn) Burhan Dahlan. Ia mengungkapkan pernah diajak berdiskusi dengan pimpinan TNI Angkatan Darat di Markas Besar Angkatan Darat. Dalam diskusi tersebut kata Burhan, pimpinan TNI AD menyampaikan kepadanya telah menemukan adanya kelompok-kelompok LGBT di lingkungan TNI. Kelompok tersebut bernama persatuan LGBT TNI-POLRI dan dipimpin oleh oknum TNI berpangkat sersan. (Bisnis.com, 19 Oktober 2020).
Burhan menyebutkan bahwa fenomena LGBT ini bukanlah hal yang baru. Ia pernah menyidangkan kasus LGBT pertama kali di lingkungan TNI pada 2008. Dari keterangan tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa sebuah lembaga institusi pun tak luput dari kasus-kasus buruknya moral individu di dalamnya. Sepanjang 2020 saja tercatat sudah ada belasan anggota TNI yang terbukti LGBT dan di pecat. Data terkait hal ini tertera di website MA. (detiknews.com, 21 Oktober 2020).
LGBT adalah akronim dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan “komunitas gay”. Pengunaan istilah ini digunakan karena lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.
Lantas yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa di badan institusi semisal TNI-POLRI kasus LGBT pun bisa terjadi?
Menurut Very Julianto M.Psi. selaku pakar psikologi dan juga dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dalam acara launching Majalah dan Diskusi “Mengambil Peran atau Diam untuk LGBT” yang diselenggarakan oleh lembaga pers dan Penerbitan Mahasiswa Nuansa (LPPM) UMY, pada selasa (29 Maret 2016) yang bertempat di gedung Ar Fachruddin B lantai 5 Kampus Terpadu UMY, ia menyebutkan bahwa pengaruh politik dapat turut mempengaruhi permasalahan LGBT ini.
Menurut Very, pengaruh politik dalam permasalahan penyimpangan seksual pada dasarnya bermula dari negara Amerika dan bagian Eropa yang menganggap kasus ini adalah hal yang wajar dan kemudian diatur dalam undang-undang. Pengaruh tersebut akhirnya membawa dampak bagi sebagian negara dalam menyikapi hal ini dan hingga saat ini penyebarannya masih cukup masif, salahsatunya di Indonesia. (www.umy.ac.id, 31 Maret 2016).
Adapun yang menjadi faktor psikologi terdapat beberapa hal yang menyebabkan seseorang mengalami penyimpangan seksual. Diantaranya, pola asuh, modeling dan juga traumatic. Maka dalam dunia psikologi, hal yang paling utama untuk dilakukan dalam upaya penyembuhan yaitu membutuhkan dukungan keluarga dan lingkungan sekitar.
//Bahaya Penyimpangan Seksual dari Berbagai Sisi //
Dalam sebuah seminar yang diadakan oleh sekolah pemikiran Islam (SPI) Jakarta, bertema “Perilaku Zina dan LGBT: Bahaya dan Penanganannya” di aula masjid Abu Bakar Shiddiq Jakarta, Dr. Dewi Inong Irana memaparkan secara detil tentang bahaya penyakit penyimpangan seksual ini dari sisi psikologi dan kesehatan. Ia menyatakan bahwa perilaku menyimpang ini 60 kali lipat lebih mudah tertular HIV AIDS dan kanker serviks. Mengutip data dari CDC (Centres for disease Control and Preventation) AS pada 2010 menunjukkan dari 50 ribu inveksi HIV, dua pertiganya adalah gay MSM (Male Sex Male). Data pada 2010 ini jika dibandingkan dengan data pada 2008 menunjukkan peningkatan 20 persen. Sementara wanita transgender memiliki resiko HIV 34 kali lebih tinggi dibanding wanita biasa.
Masih menurut Dr. Dewi, sebagaimana dikutip oleh republika.co.id, ia mengatakan bahwa ada penyakit lain yang tak kalah berbahaya yang disebabkan oleh kelompok seks ini, yakni sarkoma kaposi, sebuah penyakit baru yang beum ada penawarnya.
Sarkoma kaposi adalah kanker yang menyebabkan sebagian kecil jaringan abnormal tumbuh di bawah kulit, di sepanjang mulut, hidung, dan tenggorokan atau di dalam organ tubuh lainnya. Bagian tersebut biasanya berwarna merah atau ungu dan terbuat dari sel kanker dan sel darah. Inong juga mengatakan, tidak ada satu pun agama yang memperbolehkan hal itu sebab dampak perilaku tersebut sangat buruk bagi kesehatan.
Selain memiliki dampak buruk yang amat banyak bagi kesehatan, perilaku menyimpang ini juga sudah tentu akam memiliki dampak buruk bagi lingkungannya sendiri. Seperti dikutip dari tribunbatam.id, 28 Desember 2017, dampak buruk bagi lingkungannya tersebut diantaranya adalah:
1. Hilangnya rasa percaya diri
Jika dilihat dari sisi psikologi, kebiasaan buruk ini akan mempengaruhi kejiwaan dan memberi efek yang sangat kuat pada syaraf. Sebagai akibatnya pelaku merasa dirinya bukan lelaki atau perempuan sejati, dan merasa khawatir terhadap identitas diri dan seksualitasnya. Hal ini juga bisa memberi efek terhadap akal, menyebabkan pelakunya menjadi pemurung.
2. Merusak keluarga dan menimbulkan pertikaian.
Keluarga merupakan unit dasar bagi sebuah pembentukan masyarakat bahkan negara. Perilaku menyimpang dari kelompok seks ini tentunya akan menimbulkan pertikaian intern keluarga itu sendiri. Hal ini disebabkan karena kekecewaan yang dirasakan oleh anggota keluarga lainnya.
3. Mempengaruhi anak-anak dan mengancam mereka.
Jika ada anak yang tumbuh dalam rumah tangga atau keluarga yang terlibat, tentunya akan mempengaruhi anak-anak yang lainnya disekitarnya. Kaum homo seksual memberikan peran sebesar 33% pelecehan seksual pada anak-anak di Negara Amerika Serikat. Yang cukup mencengangkan bahwa populasi kaum homo ini sebenarnya hanya 2% dari keseluruhan penduduk Amerika.
hal itu berarti bahwa 1 dari 20 kasus homo seksual bentuknya adalah pelecehan seksual pada anak-anak. Adapun 1 dari 490 kasus perzinaan bentuknya adalah pelecehan seksual pada anak-anak.
//Liwath dalam Pandangan Islam//
Perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) yang seolah telah marak terjadi dalam masyarakat kita hari ini, selayaknya menjadikan kita mengingat kembali pelajaran yang pernah Allah berikan melalui kisah kaum Nabi Luth yang memiliki penyimpangan seks (liwath).
Pembelajaran dari kisah tersebut tiada lain adalah untuk menjadikan umat sekarang ini dan masa depan bangsa agar lebih belajar lagi bagaimana mengerikannya dampak yang ditimbulkan oleh perilaku menyimpang tersebut. Alqur’an telah membahas yang demikian jauh sebelum umat zaman sekarang ada. Ada tujuh kategori perilaku yang disematkan Alqur’an kepada kaum menyimpang ini.
Pertama, perbuatan homoseksual (pria atau perempuan penyuka sesama jenis) disebut fahisyah. “Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, ‘Kamu benar-benar melakukan perbuatan yang sangat keji (homoseksual) yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu’.” (QS al-‘Ankabut [29]: 28).
Menurut Muhammad al-Hijazi dalam at-Tafsir al-Wadhih, esensi fahisyah itu adalah perbuatan yang sangat keji, buruk, menjijikkan, dan sangat membahayakan.
Kedua, perilaku lesbian dan gay kaum Nabi Luth itu disebut mungkar (ditolak keras, tidak bisa diterima norma agama, etika, atau hukum). “Apakah pantas kamu mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?”
Maka, jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika engkau termasuk orang-orang yang benar.” (QS al-`Ankabut [29]: 29).
Tidak terima diberi peringatan, mereka justru menantang Allah melalui nabiNya untuk menurunkan adzab siksa kepada mereka.
Ketiga, perilaku kaum Nabi Luth itu dinilai mufsid (merusak). “Dia (Luth) berdoa, “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas golongan yang berbuat kerusakan itu.” (QS al-`Ankabut [29]: 30).
Mereka dinilai sebagai pembuat kerusakan karena mereka itu merusak indahnya lembaga pernikahan berbeda jenis, merusak salah satu tujuan dan fungsi pernikahan, yaitu reproduksi secara sehat dan halal, sekaligus merusak mental-spiritual dan masa depan manusia. Dapat dibayangkan, jika mayoritas manusia berperilaku seperti kaum Nabi Luth, niscaya punahlah kehidupan manusia di muka bumi ini.
Keempat, perilaku kaum Nabi Luth itu dianggap sungguh keterlaluan, atau melampaui batas, (abnormal). “Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah urusanmu yang penting wahai para utusan (malaikat)?”
Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa (kaum Luth) agar kami menimpa mereka dengan batu-batu dari tanah (yang keras), yang ditandai dari Tuhanmu untuk (membinasakan) orang-orang yang melampaui batas.” (QS az-Dzariyat [51]: 31-34).
Kelima, perilaku kaum Nabi Luth itu dinilai zalim (aniaya), baik terhadap diri mereka sendiri maupun orang lain. Hal ini dikarenakan mereka melakukan perbuatan yang menyimpang dari fitrah kemanusiaan.
Banyak riset menunjukkan asal mula timbulnya penyakit AIDS adalah karena hubungan seksual sesama jenis. Dalam sebuah penelitian menyebutkan, jika 78% dari perilaku LGBT (homoseksual) akan berdampak pada penularan penyakit AIDS.
Keenam, perilaku kaum Nabi Luth itu merupakan dosa besar bahkan lebih besar dari perbuatan zina.
Ketujuh, perilaku kaum Nabi Luth itu termasuk perilaku yang berulang kali diberi peringatan oleh Allah SWT, namun mereka tetap tidak percaya, bahkan menentang dan menantang didatangkannya azab kepada mereka.
Akibatnya, “Dan Kami hujani mereka (dengan hujan batu), maka betapa buruk hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman.” (QS asy-Syu’ara’ [26]: 173-174).
Bahaya perilaku LGBT memang sangat mengkhawatirkan dalam kehidupan di suatu negara. Dimana jika dalam suatu negara tersebut tindakan homoseksual dilegalkan. Maka tingkat keamanan justru semakin terpuruk dengan banyaknya perilaku menyimpang, seperti tindak asusila, pelecehan seksual, perzinaan yang merajalela, dan masih banyak lagi dampak lainnya.
Untuk itu, penanaman aqidah sejak dini diperlukan agar terlahir para generasi yang terbebas dari perilaku-perilaku yang bertentangan dengan Islam. Aqidah Islam adalah aqidah yang memiliki seperangkat aturan yang memuaskan manusia serta sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan. Maka, alangkah sejahtera, aman serta seimbangnya kehidupan di bumi ini jika segala sisi diatur oleh Islam. Setiap manusia akan selalu merasa terikat dalam pengawasan Allah, sehingga kemaksiatan pun tidak akan merajalela disebabkan karena tingkat ketaqwaan individu kepada Rabb Nya.
Tentunya negara berperan penting dalam hal penghapusan perilaku menyimpang ini. Dalam islam, negara bertanggung jawab dalam membina keimanan masyarakatnya, karena keimanan adalah benteng pertama yang bisa menghindarkan atas semua penyakit kemaksiatan. Kemudian secara sistemik negara pun harus ikut campur untuk menghilangkan pornografi dan pornograksi yang melibatkan media cetak ataupun elektronik.
Selanjutnya pengadilan dalam pemerintahan Islam menerapkan hukuman sesuai hukum syara terhadap mereka yang akan menimbulkan efek jera dan pencegah bagi kejahatan yang serupa. Hal ini di dasarkan pada hadist Rasulullah, “Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (liwath) maka hukum matilah baik yang melakukan maupun yang diperlakukannya” (HR. Al-Khomsah kecuali an-Nasa’i). Dan hal yang demikian hanya akan diterapkan jika negara berbasis dan mengacu kepada hukum-hukum dalam syari’at Islam.
Wallahu ’Alam bish shawab. []