Oleh. Aya Ummu Najwa
Muslimahtimes – Mencintai Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam pada hakikatnya mencintai Allah Subhanahu Wata’ala. Sebab, Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam merupakan utusan Allah yang menyampaikan risalah Allah yang sempurna yang akan membawa manusia kepada keselamatan baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Sebagai umat nabi Muhammad, tentunya umat Islam harus menunjukkan bukti kecintaan terhadap Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Dimulai dari mengenal dan mengetahui tentang kisah kehidupan dan silsilah Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, mempelajari dan berusaha mengamalkan apapun yang beliau bawa, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan-ketetapan yang beliau putusan.
Sungguh, Allah telah mengutus dan menetapkan Rasulullah sebagai sebaik-baik teladan yang harus diikuti oleh manusia. Sunnah Nabi yaitu perkataan, perbuatan dan persetujuan beliau adalah salah satu sumber hukum Islam yang sangat penting dan termasuk masalah pokok (ushul).
As-Sunnah merupakan sumber hukum Islam yang nilai kebenarannya sama dengan Alquran, karena sama-sama berasal dari wahyu. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْىٌ يُوحَى
“Tidaklah yang dia (Muhammad) ucapkan itu menuruti kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepada dirinya).” (QS. An-Najm [53]:3-4).
Artinya, apapun yang disampaikan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, baik itu Alquran maupun As-Sunnah adalah bersumber dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan dari diri beliau sendiri maupun kemauan hawa nafsunya sendiri.
Oleh karena itu seorang Muslim wajib mencintai dan mengamalkan Sunnah Nabi shalallahu alaihi wasallam, termasuk sunnah Nabi terkait sistem pemerintahan. Sunnah Nabi shalallahu alaihi wasallam harus didahulukan di atas ucapan manusia, adat, kebiasaan termasuk kesepakatan manusia. Termasuk sistem kepemimpinan yang beliau terapkan.
Walaupun kata Khilafah tidak ditemukan dalam frasa seperti itu di dalam Alquran, namun kata Khalifah sebutan bagi pemimpin dalam konteks kepemimpinan dunia telah ada dalam Alquran, sebagaimana dalam surat Al-baqarah ayat 30:
إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً.
Dan bahkan tidak sedikit kata Khilafah disebut dalam hadis, diantaranya:
إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ، فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا,
“Jika dibai’at dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir di antara keduanya.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya, Abu ’Awanah al-Isfaraini dalam Musnad-nya, al-Baihaqi Al-Sunan al-Kubrâ’).
Imam an-Nawawi asy-Syafii juga berpendapat:
*اَلْفَصْلُ الثَّانِي فِيْ وُجُوْبِ اْلإِمَامَةِ وَ بَيَانِ طُرُقِهَا: لاَ بُدَّ لِلْأُمَّةِ مِنْ إِمَامٍ يُقِيْمُ الدِّيْنَ وَ يَنْصُرُ السُّنَّةَ وَ يَنْتَصِفُ لِلْمَظْلُوْمِيْنَ وَ يَسْتَوْفِي اْلحُقُوْقَ وَ يَضَعُهَا مَوَاضِعَهَا. قُلْتُ تَوْلِي اْلإِمَامَةِ فَرْضُ كِفَايَةٍ* …
Pasal kedua tentang kewajiban adanya Imamah dan penjelasan mengenai metode (untuk mewujudkan)-nya: Umat Islam harus memiliki seorang imam yang bertugas menegakkan agama, menolong Sunnah, membela orang yang dizalimi serta menunaikan hak dan menempatkan hak itu pada tempatnya. Saya mennyatakan bahwa menegakkan Imamah (Khilafah) itu adalah fardhu kifayah.
Jelaslah sudah bahwa sistem pemerintahan Islam warisan Nabi Muhammad shalalahu alaihi wasallam adalah Khilafah. Tepatnya Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Khilafah menempatkan kedaulatan tertinggi di tangan syariah.
Oleh karena itu, seorang Muslim harus berhati-hati, jangan sampai menolak Sunnah Nabi shalallahu alaihi wasallam, termasuk sistem pemerintahan yang beliau praktikkan, karena sikap demikian merupakan salah satu tanda kemurtadan.
Maka, sebagai seorang Muslim yang mengaku mencintai Rasulullah dan bahkan mengaku memperjuangkan Islam, tidaklah pantas dan bahkan sangat berbahaya jika sampai menolak atau bahkan membenci Khilafah, dan harus segera bertaubat dan ikut memperjuangkan Khilafah agar syariat Islam bisa diterapkan secara sempurna dalam setiap aspek kehidupan.
Wallahu a’lam.