
Oleh. Jesiati
MuslimahTimes.com – Pariwisata jadi satu di antara segudang industri yang harus merasakan imbas di tengah pandemi yang melanda dunia. Pulau komodo menjadi sasaran yang berada di kepulauan Nusa Tenggara masuk dalam kawasan Taman Nasional Komodo bersama Pulau Rinca, Pulau Padar, Pulau Motang dan banyak pulau-pulau kecil lainnya. Pembangunan kawasan wisata premium di daerah konversi komodo terus menuai polemik. Apasaja fakta yang terjadi? Yuk kita telusuri agar mengetahui sulusi tuntas permasalahan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menegaskan tetap akan mempromosikan proyek wisata Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur (NTT). Alasannya, komodo merupakan hewan yang hanya ada di Indonesia sehingga memiliki nilai jual tinggi. “Karena saya pikir komodo ini cuma satu satunya di dunia, jadi kita harus jual,” katanya dalam Rakornas Percepatan Pengembangan 2 Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP). Ia mengakui jika proyek ini memang bersifat komersil. Namun, tujuannya adalah untuk menjaga keberlangsungan hewan langka tersebut. “Kalau dibilang komersil ya kami harus komersil, karena kami mau merawat binatang ini supaya binatang ini, dia punya DNA bisa kami pelihara terus,” ucapnya (CCN Indonesia, 27/11/2020)
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memastikan pemerintah akan tetap mempromosikan pariwisata komodo di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Luhut meyakinkan, pembangunan yang dilakukan di destinasi pariwisata tersebut dilakukan untuk bisa menjaga keberlangsungan hewan langka tersebut. “Komodo ini satu-satunya di dunia jadi kita harus jual,” tegas Luhut dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Pengembangan Lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas di Jakarta. Luhut mengakui pemerintah memang melakukan pembangunan proyek wisata Pulau Komodo dengan alasan komersil. Pemerintah tidak berarti mengabaikan pelestarian binatang langka tersebut. “Itu kan ada Pulau Rinca dan Pulau Komodo, tinggal nanti kita putuskan pulau mana yang mungkin kita akan jadikan massive tourism, mana pulau yang akan kita bikin jadi six stars,” terangnya (Galamedia, 27/11/2020).
Komodo merupakan spesies langka yang dilindungi. Eksotisme kadal raksasa dan kecantikan alamnya membuat Taman Nasional Komodo terpilih menjadi The New 7 Wonders atau salah satu dari 7 Keajaiban Dunia, pada Mei 2012. Pariwisata saat ini memang menjadi primadona baru dalam dunia bisnis. Pola hidup masyarakat lebih menyukai liburan menjadikan sektor pariwisata sebagai kesempatan emas meraup untung besar. Sistem kapitalisme neoliberal berjalan tercermin dalam berbagai regulasi dan kebijakan. Pariwisata dan pembangunan infrastruktur adalah salah satu jalan liberalisasi ekonomi kapitalisme. Investor diundang dengan tangan terbuka, sementara kesejahteraan dan kebutuhan rakyat diabaikan.
Wajah kerakusan kapitalis semakin terlihat nyata. Hewan komodo pun terancam akibat penerapan sistem ini. Hewan ini juga bisa terusir dari tempat tinggalnya karena nafsu kepentingan manusia.
Sistem jahat ini mengorbankan banyak hal, yaitu alam, manusia, hewan, dan kehidupan. Negara ketika membangun infrastruktur, perlu dilihat dengan paradigma apa infrastruktur itu dibangun.
Alih-alih menyelamatkan ekonomi rakyat, adanya arena pariwisata ini justru semakin menggerus pebisnis lokal. Para pebisnis kakap dengan modal yang besar telah melibas pebisnis lokal di daerah sekitaran pariwisata. Pebisnis lokal di daerah dengan kemampuan ilmu bisnis dan modal yang tipis akan terhempas dari persaingan. Tabiat ekonomi neolib adalah menghalalkan segala cara demi meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, termasuk pada sektor pariwisata. Dalih mengundang para wisatawan, kebudayaan yang mengandung sirik pun sah-sah saja dilestarikan.
Sumber ekonomi krusial di sisi yang lain dibiarkan. Eksploitasi masif yang terjadi pada sumber daya alam kita tidak sama sekali menjadi permasalahan. Kita seharusnya serius menjaga dan mengolah sumber daya alam yang melimpah ruah ini, maka akan kita dapatkan benefit yang bukan hanya berbicara pertumbuhan ekonomi, namun lebih dari itu kesejahteraan rakyat akan tercipta. Pembiayaan negara akhirnya hanya bertumpu pada sektor “recehan” yang melibatkan para kapitalis dalam pembangunannya. Keuntungan besar bermuara bagi para pemilik modal. Negara korporatokrasi yang membolehkan asing mengelola barang tambang yang melimpah, maka yang terjadi adalah kesengsaraan pada rakyat setempat.
Pandangan Islam membatasi kepemilikan dengan mengharamkan SDA yang melimpah dikuasai oleh individu, apalagi asing. Negara akan menjadi pihak yang mengelola kekayaan alam milik umum dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat. Keindahan alam yang dijadikan tempat pariwisata seperti pantai, pegunungan, air terjun, dan yang lainnya akan dijadikan sarana dalam menyebarkan Islam. Interaksi penduduk setempat dengan semangat dakwah akan mewarnai para turis dengan budaya Islam. Pemandu wisata yang dipersiapkan, ditugaskan untuk menyebarkan pemahaman Islam maka terjadilah transfer pemikiran di sana.
Turis bukan hanya menikmati keindahan alam, namun juga beserta penjelasan tentang alam raya dan hakikat kehidupan, maka wisatawan mengenal akidah Islam dan khasanah nya. Cagar budaya yang ada akan dimanfaatkan untuk menyampaikan bukti-bukti sejarah autentik perihal kejayaan Islam. Orang yang masih ragu akan kejayaan Islam akan teryakinkan dengan benda-benda yang tertinggal dari sejarah.
Peninggalan budaya selain Islam yang bentuknya peribadatan dan masih dipakai akan dibiarkan. Islam melarang menghancurkan tempat peribadatan, inilah toleransi dalam Islam. Haram hukumnya untuk kaum muslim berwisata ke sana, karena Allah Swt. telah melarang umat Muslim memasuki tempat peribadatan umat lainnya. Cagar budaya yang sudah tidak dipakai beribadah maka tidak ada alasan untuk negara membiarkan, karena tak ada manfaatnya untuk dakwah. Prinsip adanya sektor pariwisata dalam Islam adalah untuk menyebarkan syiar Islam.
Fungsi pariwisata dalam Islam akan sulit dioptimalkan dalam sistem kapitalisme. Jangankan berdakwah di tempat pariwisata, berdakwah di masjid saja diawasi. Berdakwah dipaksa sesuai dengan kepentingan rezim berkuasa, rezim yang telah jelas memusuhi Islam. Khilafah akan memprioritaskan mana infrastruktur yang lebih utama untuk dibangun, seperti membangun infrastruktur untuk kesehatan, pendidikan, jalan, energi, fasilitas umum, dan sebagainya. Khilafah akan menerapkan ekonomi Islam secara utuh, mulai dari pengaturan kepemilikan, pengelolaan, hingga distribusinya.
Pembiayaan infrastruktur Khilafah diambil dari Baitulmal. Khilafah tidak akan memungut dana dari masyarakat. Jika kas Baitulmal kosong dan infrastruktur tersebut merupakan fasilitas umum yang sangat dibutuhkan, negara mendorong partisipasi publik untuk berinfak. Jika masih belum cukup, kaum muslim dikenai pajak khusus untuk membiayai proyek ini. Pajak hanya ditarik dari golongan orang kaya (mampu) saja. Khilafah sebagai negara mandiri tidak akan menjadikan pariwisata sebagai sumber perekonomian negara.
Khilafah tidak akan mengeksploitasi pariwisata untuk kepentingan ekonomi dan bisnis. Sumber tetap perekonomian negara Khilafah terdiri atas empat bidang, yaitu pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Khilafah juga memiliki sumber dana lainnya, yaitu harta fai’, kharaj, jizyah, ghanimah, zakat dan dharibah. Khilafah sangat memperhatikan lingkungan dan makhluk hidup di dalamnya. Islam melarang segala bentuk jenis kegiatan yang merusak lingkungan, makhluk hidup dan alam. Perlindungan Islam terhadap hewan ditunjukkan dengan adanya larangan membunuh hewan tanpa tujuan dan alasan yang jelas.
Islam sangat sempurna dan menakjubkan, mengajarkan kasih sayang bukan hanya kepada manusia tapi juga terhadap hewan. Suatu ketika Rasulullah Saw. melihat seekor burung yang terpisah dari induknya. Beliau lalu menegur dan bersabda, “Siapa gerangan yang telah menyakiti perasaan burung ini karena anaknya? Kembalikanlah kepadanya anak-anaknya.” (HR Abu Dawud)
Indahnya tatkala Islam diterapkan dalam aturan kehidupan. Jangankan komodo, semut pun terjaga dalam syariat Islam. Sistem kapitalistik berbeda dengan Islam telah mengusik komodo dari habitatnya. Pembangunan pariwisata tidak hanya merugikan manusia dan alam, tetapi juga mengalihkan dari pengelolaan SDA yang memberikan pemasukan besar. Kita suharusnya kembali kepada syariat Islam karena sudah jelas sistem sekarang terbukti gagal dalam menyelesaikan setiap permasalahan kehidupan.
Wallahu a’lam bisshawab
