Oleh: Aminah Darminah, S.Pd.I.
(Muslimah Peduli Generasi)
MuslimahTimes – Berbagai model demokrasi pernah diterapkan di Indonesia demokrasi terpimpin ala Soekarno, demokrasi pancasila masa Soeharto, demokrasi liberal masa reformasi. Masyarakat berharap penerapan demokrasi dengan berbagai model tersebut mampu menjamin kebebasan berpendapat di kalangan rakyat untuk menyampaikan aspirasi demi meraih kesejahteraan hidup.
Sayang, hingga saat ini harapan itu tinggal harapan, berkali-kali rakyat dibuat kecewa.
Menurut salah satu pengamat sosial politik, Fachry Ali, Demokrasi di Indonesia dikepung banyak persoalan. Mulai dari ketidak pastian ekonomi, kekuasaan politik dan UU ciptakerja yang ditentang oleh mayoritas rakyat Indonesia, dikepung bermacam-macam kekuasaan yang dibagi-bagi. (Kompas.com, 17/11/2020).
Hal senada diungkapkan oleh Direktur Center for Media and Democracy LP3S, Wijayanto, memprediksi kemunduran demokrasi akan terjadi tahun 2020. Prediksi ini didasarkan pada pengesahan UU KPK sementara pemerintah memberikan tanggapan represif terhadap penolakan UU ini. Pasukan siber yang tidak dikenal berkuasa melakukan teror siber, penindasan terhadap aktivis dan jurnalis serta kooptasi terhadap universitas dan sekolah (Tempo.co,17/11/2020)
Demokrasi menjamin kebebasan untuk berpendapat bagi seluruh masyarakat, banyak pihak berharap negeri ini semakin demokratis, siapapun boleh berpendapat dan berbicara tampa berhadapan dengan hukum jika pendapatnya bertentangan dengan kehendak penguasa.
Pada faktanya masyarakat tidak bisa menikmati buah berdemokrasi, hanya pesta demokrasi setiap 5 tahun. Misalnya penolakan UU KPK, UU Ciptakerja suara mayoritas rakyat menolaknya karena akan merugikan kehidupan yang menyebabkan rakyat semakin sengsara tetapi, kenyataanya jargon dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat hanyalah ilusi.
Awal kemunculan demokrasi terinspirasi dari kota Athena Yunani bagaimana seluruh warga kota terlibat dalam pengambilan keputusan. Kemudian konsep ini digali di Eropa ketika terjadi penyimpangan oleh pihak gereja dan kaisar yang melakukan penindasan kepada rakyat atas nama agama. Munculah reformasi gereja menentang dominasi gereja, walhasil agama disingkirkan dari kehidupan dan menuntut kebebasan dan lahirlah sekulerisme saat revolusi Prancis. Jelaslah bahwa demokerasi lahir dari sekulerisme dimana agama tidak boleh mengatur aspek kehidupan termasuk negara.
Indonesia negeri mayoritas Muslim wajar jika mayoritas rakyat di negeri ini menginginkan hidup di bawah aturan yang bersumber dari Islam tetapi, kenyataannya keinginan mayoritas rakyat ini ditentang habis-habisan oleh sebagian orang yang merasa eksistensi dirinya terancam. Padahal ajaran Islam hanya berlaku bagi orang yang beragama Islam.
Jelas bahwa demokrasi tidak akan pernah memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk menerapkan aspirasinya. Aspirasi hanya diterima jika sesuai dengan keinginan pihak Barat yang sedang melakukan pencengkraman terhadap negeri ini. Tujuannya supaya umat tidak bangkit dan kekayaan negeri ini mudah untuk dikeruk melalui UU yang sudah disahkan melalui majelis parlemen.
Menurut Syaikh Abdul Qoddim zallum dalam bukunya “Demokrasi Sistem Kufur” menyatakan “Demokrasi yang dijajakan Barat ke negeri-negeri Islam, tidak ada hubungannya dengan Islam sama sekali baik secara langsung maupun tidak langsung.” Dari sini kaum Muslimin tidak layak untuk mengambil menerapkan dan menyebarluaskan demokerasi karena beberapa sebab:
Pertama, demokrasi lahir dari akidah sekulerisme memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya boleh mengatur ibadah dan aspek individu tetapi, aspek sosial, ekonomi, budaya pendidikan agama tidak boleh ikut campur. Seorang Muslim haram mengambil sesuatu yang bertentangan dengan akidah Islam sebab di dalam Islam jelas majzul maddah birruh menyatukan antara materi dengan ruh artinya setiap aktivitas harus senantiasa terikat terhadap syariat Islam.
Kedua, demokrasi gagasan yang utopis. Jargon dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat hanyalah ilusi sebab perwakilan dalam demokrasi tidak pernah terwujud, faktanya yang wakil rakyat yang diuntungkan, bersama segelintir pemilik modal dan elit partai. Sementara aspirasi mayoritas rakyat Kenyataannya tidak pernah terealisasi contoh rakyat menolak UU kenaikan BBM, UU minerba, UU Ciptakerja.
Ketiga, kekuasan tertinggi ada pada rakyat suara rakyat dianggap suara tuhan, wakil rakyat berhak menetapkan hukum untuk mengatur rakyat. Hal ini bertentangan dengan akidah Islam sebab kekuasaan tertinggi dalam Islam ada pada syara’ artinya yang berhak membuat hukumnya hanyalah Allah Swt.
Walhasil, menjadikan demokrasi sebagai alat untuk menyalurkan aspirasi rakyat adalah utopis, fakta membuktikan bahwa demokrasi tidak pernah pro kepada suara mayoritas rakyat. Sudah saatnya kaum Muslimin sadar bahwa demokrasi adalah sistem rusak dan menyebabkan kerusakan tatanan kehidupan masyarakat. Saat umat bangkit memperjuangkan sistem warisan Rasulullah Saw.
Wallahualam.