Oleh. Ummu Nazry
MuslimahTimes.com– Indonesia menghadapi persoalan kenaikan utang luar negeri sejak krisis ekonomi 1998 dan era reformasi bergulir.
Utang luar negeri yang tadinya berada pada level di bawah seribuan triliun rupiah, kini sudah nyaris menyentuh Rp 6.000 triliun per Oktober 2020. (Republika.co.id, Jakarta, 2020)
Satu kata untuk utang luar negeri Indonesia: Tragis. Bagaimana mungkin negeri yang begitu kaya dengan sumber daya alam hayati dan non hayati, bisa memiliki utang luar negeri yang begitu banyak, menggunung, hingga rasanya mustahil untuk dibayar dan dilunasi. Namun begitulah kenyataannya. Utang menjadi andalan saat Indonesia mengalami “paceklik” dana. Entah dana untuk operasional pemerintahan ataupun dana untuk keperluan lainnya. Utang menjadi jalan pintas dan instan untuk memperoleh uang.
Alhasil utang luar negeri telah menjerat kedaulatan seluruh rakyat Indonesia, sehingga rakyat dipaksa kerja rodi untuk lebih keras lagi memeras keringat guna melunasi utang yang kadung datang menggunung.
Utang luar negeri langsung ataupun tidak langsung telah membuat kedaulatan dan kemerdekaan negeri ini tergadai. Rakyat semakin sulit kehidupannnya, sebab tingginya pajak yang harus dibayar guna menjawab seruan pemerintah bahwa pajak sebagai satu-satunya jalan untuk mendapatkan tambahan pendapatan negara yang akan digunakan untuk memenuhi segala jenis keperluan dan kebutuhan kenegaraan, termasuk diantaranya adalah untuk membayar cicilan utang luar negeri.
Akhirnya hidup bagaikan lingkaran setan, rakyat diperas, namun utang tak kunjung lunas. Inilah realitas hidup dalam kubangan dan jeratan sistem sekuler kapitalistik di negeri ini. Dan pajak menjadi salah satu indikator pemberlakuan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini. Sungguh, kesengsaraan dan kesempitan hidup lah yang kita tuai pada akhirnya. Sebab negara pada akhirnya tidak berdiri sebagai pelindung rakyatnya, namun berdiri sebagai pemeras rakyat dengan pajak sebagai instrumennya. Alhasil rakyat Indonesia, bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya dan mati terkapar dilumbung padi.
Sekali lagi, tragis! sebab inilah pil pahit beracun yang terpaksa harus kita telan sebagai akibat pemberlakuan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini. Sesungguhnya, lilitan utang luar negeri yang nyaris mustahil dilunasi saat ini adalah akibat kita terlalu mengandalkan nafsu kita dalam menyelesaikan masalah kehidupan kita.Kita seringkali lupa, bahwa manusia memiliki banyak keterbatasan dalam segala hal. Manusia sebetulnya butuh akan aturan dari Sang Maha Pengatur kehidupan, Allah Swt, Tuhan semesta alam. Untuk itulah sebetulnya, manusia butuh akan aturan Tuhannya untuk menyelesaikan permasalahan hidupnya. Termasuk dalam urusan kenegaraan dan menyelesaikan utang.
Maka penerapan sistem sekuler kapitalisme yang menafikan aturan Tuhan dalam kehidupan sebetulnya telah melanggar fitrah manusia, yaitu bahwa dia butuh pada Sang Pencipta (AlKhalliq) dan Sang pengatur segala urusan (Al-Mudabbir).
Karena itu, penerapan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini saat ini haruslah disudahi. Sebab penerapannya menciptakan banyak masalah, diantaranya lilitan utang luar negeri yang mustahil dilunasi. Dan yang sepatutnya kita lakukan adalah kembali pada sistem yang menggunakan aturan Allah Swt, Tuhan semesta alam, yang semuanya terekam dan terangkum dalam hukum syariat Islam kaffah, dalam sistem Islam kaffah. Sebab hanya sistem Islam kaffah saja yang lengkap dan sempurna tata aturannya dalam mengatur seluruh aspek kehidupan, baik aspek sosial, kebudayaan, ekonomi, politik bahkan pertahanan dan keamanan negeri. Semua dibahas dengan sangat terperinci dan sempurna dalam syariat Islam kaffah.
Dalam sistem Islam, pendapatan negara diatur sedemikian rupa, sehingga tidak memungkinkan negara berutang kepada negara lain. Apalagi utang dengan syarat-syarat mengikat dan sangat memberatkan pembayarannya sebab menggunakan sistem ribawi dalam proses utang-piutangnya.
Negara yang menggunakan dan menerapkan sistem Islam kaffah tidak akan terjebak dan menceburkan diri dalam kubangan lumpur hitam dan bau yang bernama utang. Sebab pos pendapatan negara sangat banyak, dan tidak bergantung, juga tidak mengandalkan pajak dalam mendapatkan dana sebagai pos pendapatan negara untuk mengurusi urusan umat di bawah kepemimpinannya.
Dana yang diperoleh dari berbagai pos pemasukan negara non pajak, semua masuk kedalam pos baitul mal dan akan dikelola untuk mengurusi seluruh urusan umat, masyarakat, rakyat yang dipimpinnya. Antara lain membangun infrastruktur dan memberikan subsidi atas seluruh kebutuhan hidup rakyat, sehingga rakyat merasa ringan, tenang dan senang kehidupannya.
Pos pendapatan negara diperoleh dari hasil pengelolaan harta milik umum (masyarakat) dan harta milik negara yang telah ditetapkan oleh syariat Islam, juga harta yang diperoleh dari pelaksanaan kewajiban individu baik Muslim semacam zakat atau non muslim semacam jizyah. Semua diperoleh dengan ketentuan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya.
Sehingga menjadi sebuah keniscayaan jika pemasukan negara sebagai modal untuk mengurusi urusan rakyat yang dipimpinnya akan terlaksana dengan baik dan akan diperoleh dengan sempurna. Jika pun seluruh hal mendasar yang menjadi sumber pemasukan bagi negara sebagai modal untuk mengurusi seluruh urusan rakyat di bawah kekuasaannya masih kurang. Maka barulah diambil pajak dari harta sisa milik orang-orang kaya saja dengan jumlah yang diambil sesuai ketentuan syariat yang tidak memberatkan. Pun jikalau pajak yang diambil dari orang-orang kaya tetap tidak memenuhi kebutuhan operasional kenegaraan dalam rangka mengurusi urusan seluruh rakyatnya tanpa kecuali, maka barulah diambil langkah berutang dari negara lain dengan syarat dan ketentuan seperti yang telah ditetapkan oleh syariat Islam kaffah.
Utang tidak akan diambil sebagai langkah untuk memperoleh dana segar oleh negara, jika syarat dan ketentuannya melanggar hukum syariat Islam. Sebab pelanggaran terhadap hukum syariat Islam adalah tindakan kriminalitas dan masuk kategori dosa.
Sebab itu adalah hal yang sangat mustahil bagi sebuah negara yang menerapkan aturan syariat Islam kaffah dalam sebuah sistem Islam akan terjebak dalam permainan jebakan utang luar negeri. Sebab negara yang menerapkan syariat Islam kaffah dalam bingkai Khilafah adalah negara yang patuh pada syariat, maka tidaklah mungkin ia akan terjebak dalam jebakan batman utang luar negeri yang sampai pada taraf menggadaikan kedaulatan dan kemerdekaannya.
Sebab negara yang menerapkan syariat Islam Kaffah dalam bingkai Khilafah adalah negara yang menggunakan aturan hidup dari Sang Maha Pengatur kehidupan yang Maha mengetahui cara dan jalan meraih kebaikan dan keberkahan hidup bagi seluruh manusia tanpa kecuali.Wallahualam.