Meitya Rahma, S. Pd
#MuslimahTimes — Ranking identik dengan sebuah prestasi dalam suatu bidang. Semakin kecil rangking menunjukkan capaian prestasi, bangga pastinya. Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai 10 negara pengutang terbesar di dunia. Patutkah kita berbangga dengan capaian prestasi ini? Pada tahun 2021 ini utang Indonesia semakin meningkat bahkan tembus 6000 Trilyun. Dengan utang yang tinggi itu, BI menegaskan tetap sehat, dengan didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya (republika.co.id,27/12/20). Kementerian Keuangan juga menyampaikan posisi utang luar negeri yang sejauh ini masih aman (republika.co.id.12/12/20).
Tahun 2020 pemerintah menarik utang yang besar guna mengatasi anjloknya ekonomi akibat wabah COVID-19. Pada masa pandemi, pemerintah harus menggelontorkan belanja negara yang lebih besar dari pendapatannya. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit. Dengan adanya defisit yang besar, pemerintah harus mencari alternatif pembiayaan APBN lainnya, yaitu melalui utang. Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, utang yang dibuat di tengah masa krisis untuk menyelamatkan rakyat.
Hanya para penguasa di Indonesia yang mengatakan bahwa hutang sampai trilyunan dikatakan aman. Terlebih lagi Sri Mulyani memberi alasan untuk menyelematkan rakyat. Dimana logika sehatnya? hutang negara aman, untuk selamatkan rakyat. Bukankah dengan hutang negara yang semakin menumpuk ini, satu bayi lahir di Indonesia sudah menanggung hutang negara? Masihkah pemerintah berfikiran mensejahterkan rakyat? Hutang yang semakin menumpuk ini akan berimbas pada anak keturunan kita. Karena secara otomatis pemerintah juga akan melakukan penekanan pengeluaran dan menaikkan pajak untuk menambah pemasukan. Bukan hanya pajak saja yang bertambah, subsidi untuk rakyat pun mulai dipangkas yang membuat jaminan hidup rakyat menjadi minim. Lihat saja bagaimana pemerintah memotong subsidi listrik, BPJS dinaikkan preminya. Makin menderitalah rakyat karena kondisi ekonomi negara.
Jika alasan tambahan utang untuk atasi pandemi maka apa yang terlihat saat ini pun belum bisa memberi efek yang signifikan terhadap penanganan wabah. Bahkan dana bansos pun banyak yang dikorupsi oleh mentrinya. Jika kita lihat secara nyata kondisi ekonomi Indonesiapun benar benar pada kondisi yang tidak aman. Tidak seperti yang disampaikan Sri Mulyani bahwa ekonomi Indonesia aman. Bayangkan saja ketika hutang negara sampai 6000 trilyun, maka bisa dibayangkan berapa banyak pembayaran bunga bank. Dan bunga ini semakin menumpuk karena Indonesia hanya bisa membayar bunganya bukan pokoknya ( utangnya).
Akhirnya cengkeraman kapitalisasi global di negri ini pun semakin kuat. Barat semakin menguasai negri ini yang akan menyebabkan pengaruh politik global. Selain barang tambang yang menggunung yang dikuasai mereka. Hutang pun semakin menggunung yang menjadikan mereka makin berkuasa. Bisa dikatakan bak sudah jatuh tertimpa tangga negri ini. Barat membuat negri ini bergantung kepada mereka. Lalu bagaimana agar negri ini terbebas dari hutang. Sistim ribawi dalam sistem kapitalisme menjadi alat penjajahan negara adidaya kepada negara-negara berkembang. Maka untuk memutus rantai riba yang menjadi alat penjajahan ini haruslah memiliki negara yang berdaulat dan mandiri. Karena hanya negara yang berdaulat dan mandirilah yang bisa menyelesaikan cengkeraman kapitalisme. Satu satunya bentuk negara berdaulat yang mengelola ekonomi secara mandiri sehingga tidak bergantung pada asing adalah negara yang berdiri diatas hukum syara’. Negara Islam dengan syariat sebagai sumber hukum yang mampu menyingkirkan belenggu utang ribawi.
Hal ini dikarenakan adanya pos pos sumber kekayaan negara Islam yang berasal dari (1) kepemilikan negara (milkiyyah ad-daulah) seperti ‘usyur, fa’i, ghonimah, kharaj, jizyah dll. Selain itu dapat pula diperoleh dari (2) pemasukan pemilikan umum (milkiyyah‘ammah) seperti pengelolaan hasil pertambangan, minyak bumi, gas alam, kehutanan dan lainnya. Maka sumber-sumber pemasukan negara yang didapatkan tidak akan membebani rakyat. Dari sini terlihat bahwa sistim Islam jika diterapkan dalam institusi negara akan memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyat. Bukan utang luar negri yang menyelamatkan rakyat, tapi kemandiran negara yang berdaulat lah yang bisa menyelamatkan rakyat sehingga kesejahteraan pun terwujud.
Namun untuk saat ini Islam belum bisa diterapkan. Maka bisa lihat negri kita pun masih belum bisa lepas dari cengkraman asing. Tentunya jika disuruh memilih pasti kita ingin hidup di negri yang makmur tanpa hutang, negri yang bisa menjamin semua hajat hidup masyarakat, memiliki pemimpin yang adil. Memiliki negri seperti ini bukanlah dongeng isapan jempol. Untuk mewujudkannya perlu usaha dari kita sebagai umat Islam yang telah disebutkan dalam surat Ali Imran 110 sebagai umat terbaik. Yang akan mengembalikan Islam pada kemulyaan. Untuk itu menyampaikan Islam sebagai solusi dari seluruh problematika kehidupan termasuk ekonomi wajib kita lakukan. Dengan dakwah kepada masyarakat diharapkan mampu menyadarkan umat bahwa sudah saatnya butuh adanya institusi negara yang melindungi, mengayomi rakyat. Membebaskan negri dari kedzaliman dan cengkeraman asing. Atas izin Allah dan dengan ikhtiyar yang kita lakukan insyaAllah cepat atau lambat akan terwujud.