Oleh: Ita Mumtaz
(Aktivis Revowriter)
#MuslimahTimes — Berita mengagetkan datang dari jantung negeri kaum muslimin, Arab Saudi. Wajah kultural Arab Saudi mengalami perubahan besar-besaran. Bahkan hampir di semua sektor. Kebijakan dari pewaris tahta Arab Saudi, Mohammad bin Salman telah mengubah wajah Arab Saudi menjadi lebih “manis”. Nampaknya keran kebebasan telah dibuka di negeri itu, dengan dalih modernisasi.
Dalam wawancara pertamanya dengan media Amerika Serikat, stasiun televisi CBS yang dipandu presenter kondang Norah O’Donnell pada hari Ahad (18/3). Sang Pangeran menyampaikan “Abaya hitam tidak wajib untuk wanita di Saudi”. Pangeran muda tersebut juga mengatakan bahwa kaum wanita boleh memakai pakaian yang layak dan pakaian terhormat sebagaimana kaum laki-laki dan keputusan itu sepenuhnya diserahkan kepada kaum wanita untuk memutuskan jenis pakaian yang layak dan hormat yang mereka pilih untuk dipakai. (Alarabiya, 19/03/2018).
Untuk pertama kalinya dalam 35 tahun, sebuah gedung bioskop akhirnya dibuka di Riyadh. Film Black Panther diputar di sana untuk para undangan. Salah satu hal yang mengejutkan, para penonton bebas memilih tempat duduk, antara khusus laki-laki, khusus perempuan, dan duduk bercampur.
Kaum perempuan Saudi kini juga diizinkan melakukan aktivitas fisik di ruang publik. Pemerintah negara tersebut untuk pertama kalinya mengorganisasikan lari jogging bagi perempuan pada awal Maret lalu. Sebuah sejarah yang berbarengan dengan Hari Perempuan Internasional, acara tersebut diikuti oleh lebih dari 1.500 orang.
Saudi Vision 2030
Perubahan ke arah kebebasan wanita ini merupakan bagian dari program Saudi Vision 2030. Sang Putra Mahkota yang juga menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Kerajaan Saudi adalah sosok di balik gagasan ini. Kebijakan tersebut utamanya bertujuan untuk merevitalisasi ekonomi domestik. Yakni diharapkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sektor swasta, serta mempromosikan hiburan dan pariwisata. Demi mengurangi ketergantungan Arab Saudi pada sumber daya migas.
Dalam lawatannya ke Los Angeles, Amerika Serikat, Pangeran Mohammad sempat bertemu pemimpin Walt Disney. Mereka membahas proyek-proyek potensial, serta meninjau kerja sama dalam bidang hiburan dan budaya, termasuk pembuatan film.
Dalam agenda mengembangkan bisnis hiburan ini, masyarakat Saudi dipersiapkan untuk beradaptasi dengan perubahan kebijakan. Pemerintah mengizinkan konser, di mana penonton laki-laki dan perempuan bisa berbaur. Dimulai tahun lalu, ketika sebuah konser mendatangkan Hiba Tawaji, penyanyi perempuan dari Lebanon. Otoritas Hiburan Umum telah mengumumkan akan diselenggarakannya banyak sekali konser dan festival selama tahun ini. Itu berarti dua kali lipat jumlah acara tahun lalu. Diproyeksikan dalam satu dekade ke depan, sektor hiburan ini meraup penghasilan 64 miliar dolar Amerika.
Antara Mempertahankan Identitas dan Menjawab Tantangan Global
Arab Saudi nampaknya ingin memperlihatkan, bahwa sebagai salah satu kota suci dan pusat ibadah umat Islam, negerinya pun mencerminkan modernitas dan searah sejalan dengan semangat modernisme. Padahal modernisasi yang menempatkan nilai nilai sekuker barat sebagai standar, jelas sangat bertentangan dengan Islam. Tak bisa dipungkiri, nyatanya Barat telah menjadi rujukan dan penasehat sepenuhnya atas perubahan yang terjadi di Arab Saudi. Emansipasi wanita yang digaungkan Barat nampak menyilaukan bagi petinggi negara ini. Padahal selama ini telah terbukti bahwa kapatalisme dan liberalisasme justru telah menodai fitrah dan menyengsarakan perempuan.
Dalam Islam, perempuan justru memiliki hak penuh dalam berbagai sektor tanpa menggerus identitasnya sebagai seorang muslimah yang terhormat dan dimuliakan. Dengan pakaian terhormatnya yakni Jilbab dan khimar yang fungsinya adalah menutup aurat yang memang diperintahkan oleh sang penguasa jagat raya ini. Para muslimah telah mencapai tingkat tertentu dalam hal partisipasi politik mereka, mengelola urusan ekonomi, mengikuti kegiatan sosial, menyalurkan aspirasi mereka dari tingkat pendidikan yang lebih tinggi mulai dari astronomi hingga kedokteran.
Sepanjang sejarah Islam, syariah Islam telah melindungi hak-hak muslimah sebagai anak perempuan, istri dan ibu. Dan Negara Khilafah menggambarkan mereka sebagai kehormatan negara yang wajib dijaga. Sebagaimana Khalifah Mu’thasim billah yang mengerahkan pasukannya demi menjaga kehormatan seorang wanita yang dilecehkan oleh orang Yahudi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kemuliaan sejati, perempuan Saudi seharusnya mengikuti jejak shahabiyah dan membuang semua konsep palsu emansipasi dan kebebasan ala barat.
Ketika bisnis pariwisata dan hiburan telah menjadi ikon sebuah negara, maka harus bersiap mendapatkan gempuran luar biasa dari budaya kebebasan yang semakin masif. Dimana kemaksiatan yang lebih besar akan menjadi prahara yang semakin tak terelakkan. Karena pasti akan diikuti sepaket kebejatan moral, mulai dari klub malam dengan pergaulan bebasnya dan suasana hura-hura yang melalaikan, bahkan beredarnya minuman keras. Bisa kita bayangkan seperti apa wajah kaum muslimin yang berada di negeri jantung mereka sendiri. Pasti akan menjadi pusat perhatian dunia dan menjadi cermin bagi negeri-negeri muslim lainnya. Ketika Saudi sudah dinobatkan menjadi model bagi penerapan nilai-nilai barat maka ini jelas akan diikuti oleh negeri-negeri muslim lain dalam menentukan arah pandangnya. Karena negeri – negeri muslim saat ini tengah kehilangan warisan pemikirannya yang cemerlang. Dan berada dalam kemerosotan berfikir yang jauh di bawah.
Perubahan besar besaran yang terjadi saat ini sebenarnya tidak lepas dari kepentingan Ekonomis Idiologis bangsa Barat. Sudahlah minyak berhasil mereka kuasai, sekarang semakin tak berdaya dengan intervensi di sektor hiburan dan pariwisata. Tidak sadar mereka telah dieksploitasi dan ditundukkan atas nama modernisasi. Padahal kemajuan dan kebangkitan hakiki sebuah bangsa justru akan terwujud dengan berpegang teguh pada Ideologi yang shahih. Ketika dasar sebuah negara adalah Ideologi shahih, maka tidak akan mudah negara-negara musuh menjebol pertahanannya. Tak akan ada jalan bagi mereka untuk mengeksploitasi dan menguasai aset yang dimilikinya. Karena negara akan bisa memandang dengan sangat jernih. Tegas dan jelas menentukan mana negara musuh yang wajib diperangi, mana negara netral yang dibolehkan untuk bekerjasama dalam rangka kemajuan bangsa. Apa saja kemajuan dari bangunan fisik dan materi yang dibolehkan untuk diambil tanpa menghinakan jati diri bangsa. Tantangan globalisasi bahkan harus dihadapai tanpa menghilangkan identitas sebagai negara muslim yang bermartabat. Teknologi terdepan justru harus dikuasai demi kebangkitan bangsa dan sebagai upaya untuk menggetarkan musuh. Demikianlah, negeri muslim seharusnya tetap berpegang teguh pada Ideologi Islam ditengah pusaran tantangan zaman. Demi meraih peradaban kuat dan disegani dunia. Layaknya negara Khilafah ala minhajin Nubuwah yang telah dicontohkan oleh Rosulullah dan para Khalifah sesudahnya.
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan ke tengah-tengah manusia agar kalian memerintahkan kebajikan dan mencegah kemunkaran sementara kalian beriman kepada Allah.” (Surat Ali Imran ayat 110).
====================================
Sumber Foto : TribunNews
Arab Saudi, Riwayatmu Kini
Oleh: Ita Mumtaz
(Aktivis Revowriter)
Berita mengagetkan datang dari jantung negeri kaum muslimin, Arab Saudi. Wajah kultural Arab Saudi mengalami perubahan besar-besaran. Bahkan hampir di semua sektor. Kebijakan dari pewaris tahta Arab Saudi, Mohammad bin Salman telah mengubah wajah Arab Saudi menjadi lebih “manis”. Nampaknya keran kebebasan telah dibuka di negeri itu, dengan dalih modernisasi.
Dalam wawancara pertamanya dengan media Amerika Serikat, stasiun televisi CBS yang dipandu presenter kondang Norah O’Donnell pada hari Ahad (18/3). Sang Pangeran menyampaikan “Abaya hitam tidak wajib untuk wanita di Saudi”. Pangeran muda tersebut juga mengatakan bahwa kaum wanita boleh memakai pakaian yang layak dan pakaian terhormat sebagaimana kaum laki-laki dan keputusan itu sepenuhnya diserahkan kepada kaum wanita untuk memutuskan jenis pakaian yang layak dan hormat yang mereka pilih untuk dipakai. (Alarabiya, 19/03/2018).
Untuk pertama kalinya dalam 35 tahun, sebuah gedung bioskop akhirnya dibuka di Riyadh. Film Black Panther diputar di sana untuk para undangan. Salah satu hal yang mengejutkan, para penonton bebas memilih tempat duduk, antara khusus laki-laki, khusus perempuan, dan duduk bercampur.
Kaum perempuan Saudi kini juga diizinkan melakukan aktivitas fisik di ruang publik. Pemerintah negara tersebut untuk pertama kalinya mengorganisasikan lari jogging bagi perempuan pada awal Maret lalu. Sebuah sejarah yang berbarengan dengan Hari Perempuan Internasional, acara tersebut diikuti oleh lebih dari 1.500 orang.
Saudi Vision 2030
Perubahan ke arah kebebasan wanita ini merupakan bagian dari program Saudi Vision 2030. Sang Putra Mahkota yang juga menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Kerajaan Saudi adalah sosok di balik gagasan ini. Kebijakan tersebut utamanya bertujuan untuk merevitalisasi ekonomi domestik. Yakni diharapkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sektor swasta, serta mempromosikan hiburan dan pariwisata. Demi mengurangi ketergantungan Arab Saudi pada sumber daya migas.
Dalam lawatannya ke Los Angeles, Amerika Serikat, Pangeran Mohammad sempat bertemu pemimpin Walt Disney. Mereka membahas proyek-proyek potensial, serta meninjau kerja sama dalam bidang hiburan dan budaya, termasuk pembuatan film.
Dalam agenda mengembangkan bisnis hiburan ini, masyarakat Saudi dipersiapkan untuk beradaptasi dengan perubahan kebijakan. Pemerintah mengizinkan konser, di mana penonton laki-laki dan perempuan bisa berbaur. Dimulai tahun lalu, ketika sebuah konser mendatangkan Hiba Tawaji, penyanyi perempuan dari Lebanon. Otoritas Hiburan Umum telah mengumumkan akan diselenggarakannya banyak sekali konser dan festival selama tahun ini. Itu berarti dua kali lipat jumlah acara tahun lalu. Diproyeksikan dalam satu dekade ke depan, sektor hiburan ini meraup penghasilan 64 miliar dolar Amerika.
Antara Mempertahankan Identitas dan Menjawab Tantangan Global
Arab Saudi nampaknya ingin memperlihatkan, bahwa sebagai salah satu kota suci dan pusat ibadah umat Islam, negerinya pun mencerminkan modernitas dan searah sejalan dengan semangat modernisme. Padahal modernisasi yang menempatkan nilai nilai sekuker barat sebagai standar, jelas sangat bertentangan dengan Islam. Tak bisa dipungkiri, nyatanya Barat telah menjadi rujukan dan penasehat sepenuhnya atas perubahan yang terjadi di Arab Saudi. Emansipasi wanita yang digaungkan Barat nampak menyilaukan bagi petinggi negara ini. Padahal selama ini telah terbukti bahwa kapatalisme dan liberalisasme justru telah menodai fitrah dan menyengsarakan perempuan.
Dalam Islam, perempuan justru memiliki hak penuh dalam berbagai sektor tanpa menggerus identitasnya sebagai seorang muslimah yang terhormat dan dimuliakan. Dengan pakaian terhormatnya yakni Jilbab dan khimar yang fungsinya adalah menutup aurat yang memang diperintahkan oleh sang penguasa jagat raya ini. Para muslimah telah mencapai tingkat tertentu dalam hal partisipasi politik mereka, mengelola urusan ekonomi, mengikuti kegiatan sosial, menyalurkan aspirasi mereka dari tingkat pendidikan yang lebih tinggi mulai dari astronomi hingga kedokteran.
Sepanjang sejarah Islam, syariah Islam telah melindungi hak-hak muslimah sebagai anak perempuan, istri dan ibu. Dan Negara Khilafah menggambarkan mereka sebagai kehormatan negara yang wajib dijaga. Sebagaimana Khalifah Mu’thasim billah yang mengerahkan pasukannya demi menjaga kehormatan seorang wanita yang dilecehkan oleh orang Yahudi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kemuliaan sejati, perempuan Saudi seharusnya mengikuti jejak shahabiyah dan membuang semua konsep palsu emansipasi dan kebebasan ala barat.
Ketika bisnis pariwisata dan hiburan telah menjadi ikon sebuah negara, maka harus bersiap mendapatkan gempuran luar biasa dari budaya kebebasan yang semakin masif. Dimana kemaksiatan yang lebih besar akan menjadi prahara yang semakin tak terelakkan. Karena pasti akan diikuti sepaket kebejatan moral, mulai dari klub malam dengan pergaulan bebasnya dan suasana hura-hura yang melalaikan, bahkan beredarnya minuman keras. Bisa kita bayangkan seperti apa wajah kaum muslimin yang berada di negeri jantung mereka sendiri. Pasti akan menjadi pusat perhatian dunia dan menjadi cermin bagi negeri-negeri muslim lainnya. Ketika Saudi sudah dinobatkan menjadi model bagi penerapan nilai-nilai barat maka ini jelas akan diikuti oleh negeri-negeri muslim lain dalam menentukan arah pandangnya. Karena negeri – negeri muslim saat ini tengah kehilangan warisan pemikirannya yang cemerlang. Dan berada dalam kemerosotan berfikir yang jauh di bawah.
Perubahan besar besaran yang terjadi saat ini sebenarnya tidak lepas dari kepentingan Ekonomis Idiologis bangsa Barat. Sudahlah minyak berhasil mereka kuasai, sekarang semakin tak berdaya dengan intervensi di sektor hiburan dan pariwisata. Tidak sadar mereka telah dieksploitasi dan ditundukkan atas nama modernisasi. Padahal kemajuan dan kebangkitan hakiki sebuah bangsa justru akan terwujud dengan berpegang teguh pada Ideologi yang shahih. Ketika dasar sebuah negara adalah Ideologi shahih, maka tidak akan mudah negara-negara musuh menjebol pertahanannya. Tak akan ada jalan bagi mereka untuk mengeksploitasi dan menguasai aset yang dimilikinya. Karena negara akan bisa memandang dengan sangat jernih. Tegas dan jelas menentukan mana negara musuh yang wajib diperangi, mana negara netral yang dibolehkan untuk bekerjasama dalam rangka kemajuan bangsa. Apa saja kemajuan dari bangunan fisik dan materi yang dibolehkan untuk diambil tanpa menghinakan jati diri bangsa. Tantangan globalisasi bahkan harus dihadapai tanpa menghilangkan identitas sebagai negara muslim yang bermartabat. Teknologi terdepan justru harus dikuasai demi kebangkitan bangsa dan sebagai upaya untuk menggetarkan musuh. Demikianlah, negeri muslim seharusnya tetap berpegang teguh pada Ideologi Islam ditengah pusaran tantangan zaman. Demi meraih peradaban kuat dan disegani dunia. Layaknya negara Khilafah ala minhajin Nubuwah yang telah dicontohkan oleh Rosulullah dan para Khalifah sesudahnya.
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan ke tengah-tengah manusia agar kalian memerintahkan kebajikan dan mencegah kemunkaran sementara kalian beriman kepada Allah.” (Surat Ali Imran ayat 110).