Oleh. Sari, Tulungagung
Muslimahtimes.com – Hari ini 28 Rajab 1442 H. Ingatan ini tertuju pada luka lama, luka mendalam yang dialami umat Islam dan berdampak hingga sekarang. Tepatnya tanggal 28 Rajab 1342 H atau bertepatan dengan tanggal 3 Maret 1924, seratus tahun sudah tonggak tatanan Islam yakni Khilafah Islamiyah diruntuhkan oleh seorang antek Inggris keturunan Yahudi, Musthafa Kemal. Sejak saat itu umat Islam tidak lagi memiliki institusi politik yang menyatukan umat Islam di seluruh dunia. Umat Islam terpecah, bercerai berai. Dunia Islam menjadi laksana anak-anak ayam kehilangan induknya. Umat tidak punya pelindung yang bisa melindungi nyawa, harta benda, dan kehormatannya. Dunia Islam menjadi laksana gelandangan yang kehilangan rumahnya. Dan kini sudah 98 tahun umat Islam membangun rumah-rumah sementara yang memiliki dan mengekor pada konsep Barat, dalam hal berkehidupan dan bernegara, yakni menggunakan konsep nation state.
Seluruh sisi kehidupan yang sebelumnya diatur dengan syariat Islam kini harus tunduk diatur oleh hukum kufur buatan penjajah.
Umat Islam tercerai-berai menjadi lebih dari 50 negara bangsa atau nation-state yang membuat umat Islam semakin melemah. Maka sangat benar sabda Rasulullah Saw. berabad-abad silam. Umat Islam akhir zaman akan seperti buih di lautan. Meski terlihat banyak, namun tidak berarti apa-apa. Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau menjawab, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati,” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)
Dengan ketiadaan Khilafah, umat Islam dipaksa menerapkan konsep hidup yang jauh berbeda. Umat Islam mengalami pergeseran pola pikir dari yang sebelumnya meyakini kesatuan akidah sebagai pemersatu umat namun sekarang yang tertanam adalah solidaritas nasional yang paling utama. Karena kehilangan rumah induknya, umat Islam pun membuat rumah-rumah sementara. Maka bermunculanlah negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim di berbagai sudut umat Islam berada. Namun apa yang terjadi selanjutnya? Meski mayoritas penduduknya muslim, tetap saja hanyalah bagian-bagian kecil yang terpisahkan oleh sekat nasionalisme. Negeri-negeri muslim begitu mudah untuk dijajah, dikuasai kekayannya, diadu domba, bahkan dihancurkan tidak hanya dari segi fisik tapi juga secara moral dan pemikirannya.
Pada kenyataannya sampai saat ini di beberapa negara muslim masih saja terjadi konflik, perebutan wilayah kekuasaan, merenggut nyawa dan kehormatan kaum muslim, serta pembataian besar-besaran. Dari segi pemikiran, negeri-negeri kaum muslim lainnya yang seolah baik-baik saja namun di dalamnya rapuh. Paham sekulerisme; memisahkan agama dari kehidupan, yang senantiasa ditancapkan kepada para pemuda pada akhirnya menghasilkan generasi yang tidak memiliki akhlak seorang muslim.
Di saat satu negara terjajah, tidak banyak yang bisa dilakukan negara lain dengan alasan tidak berhak mencampuri urusan negara lain. Lagi-lagi kesatuan akidah dikesampingkan. Saking lamanya hidup di rumah-rumah sementara, umat Islam di masing-masing negaranya sudah merasa kerasan, nyaman, dan betah. Umat Islam mulai lupa jika ini adalah rumah sementara bahkan merasa ini adalah rumah persinggahan terakhir dan sudah final. Tidak ada lagi keinginan untuk membangun rumah yang semestinya, rumah syar’i milik mereka yang di dalamnya akan ditegakkan tatanan Islam yang semestinya dengan akidah sebagai pengikat utamanya.
Sudah saatnya peringatan runtuhnya khilafah kali ini membuat kita umat Islam semakin menyadari bahwa hanya dengan syari’at Islam-lah semua permasalahan umat akan terselesaikan. Syari’at yang hanya bersumber pada Sang Khalik, Sang Maha Pengatur segalanya. Sedangkan syari’at Islam akan bisa diterapkan secara kafah hanya dengan tegaknya khilafah. Dengan Khilafah akidah umat akan terjaga, kesucian Al-Quran terlindungi dari berbagai penistaan, serta penodaan terhadap kemuliaan Rasulullah Muhammad Saw dapat dicegah. Dengan Khilafah kehormatan, harta dan darah kaum muslim terpelihara dan umat Islam pun dapat bersatu secara hakiki dengan pemersatu akidah.
Mengenang runtuhnya Khilafah awal mula petaka dunia Islam bukan untuk diratapi, tapi untuk membuat kita sadar diri bahwa sudah terlalu lama kita berjuang tanpa perisai, hingga musuh dengan mudah dan murah bisa menumpahkan darah umat Islam, merendahkan kehormatan umat Islam, dan mencampakkan syariat-Nya. Keruntuhan khilafah bukan hanya untuk dikenang, tapi untuk diperjuangkan. It’s time to rise again, wake up ummah!