Oleh. Fatimah Azzahra, S. Pd
MuslimahTimes.com – “Dilahirkan ke dunia adalah anugerah”
Bagi para orangtua khususnya ibu, melihat anaknya sakit dan menderita sungguh sangat memilukan. Ingin rasanya menggantikan posisinya yang sedang sakit itu. Bagaimana jika anak yang polos jadi korban kejahatan seksual orang yang tidak bertanggungjawab?
Film Korea yang berjudul Hope menceritakan kisah nyata gadis berumur 8 tahun yang lugu dan polos, bertemu penjahat di tengah perjalanan menuju ke sekolah. Wajahnya penuh luka dan bagian vitalnya rusak permanen. Perut sampai anusnya sobek. Tim dokter yang mengoperasi Sowon memutuskan untuk mengangkat usus besarnya dan membuat anus buatan di pinggangnya.
Orangtua dan kerabatnya sedih sekali. Apalagi sang pelaku yang ternyata masih tetangganya hanya dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. Permohonan kompensasi pun ditolak karena pelaku melakukan kejahatannya dalam kondisi tidak sadar. Ia mabuk ketika melakukan kejahatan bejat itu.
Sementara Sowon mengalami cedera permanen, trauma psikologis yang tak ringan bahkan sempat takut pada ayahnya sendiri. Ia merasa malu. Apalagi ada pihak yang menyalahkannya karena berbagi payung dengan orang asing. Padahal ia hanya ingin menolong.
Benarlah apa yang disabdakan oleh baginda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, “Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barang siapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya.” (HR ath-Thabrani)
Maka, sungguh dipertanyakan kebijakan legalisasi miras dalam bentuk apapun. Apalagi di negeri yang katanya mayoritas muslim ini. Walau lampiran perpres investasi miras tersebut sudah dicabut, namun tak berarti pemerintah mencabut regulasi produksi, distribusi dan konsumsi miras.
Padahal sudah jelas keharaman dan kemudharatan miras, walau ada sedikit manfaatnya. Tidakkah kita ngeri dengan laknat Allah? Sebagaimana Rasul bersabda, “Allah melaknat khamr, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarnya dan orang yang meminta diantarkan.” (HR. Ahmad)
Apalah yang diharapkan jika tetap tak peduli pada larangan dari Allah selain kerusakan yang nyata? Rusak fisik dan akal, juga mengundang azab Nya yang pedih. Masihkah kita ragu akan aturan Allah yang menjaga kita dari kerusakan? Masihkah kita enggan menerapkan aturan Allah yang sempurna?
Mari bebaskan diri dari belenggu kemaksiatan dengan penerapan islam secara paripurna.
Wallahu’alam bish shawab.