Oleh: Ragil Rahayu, SE
Muslimahtimes.com – Sebuah kisah fiksi tentang desa perempuan muncul dalam salah satu episode serial Kera Sakti tahun 90-an. Dikisahkan bahwa desa tersebut hanya dihuni perempuan. Tak ada lelaki di desa tersebut. Untuk melangsungkan keturunan, para perempuan itu minum air ajaib dari sebuah sumur. Siapa pun yang meminumnya akan mengandung anak.
Kisah tersebut fiksi belaka, namun desa perempuan benar-benar ada di Kenya, Afrika. Umoja namanya, sebuah desa khusus perempuan yang didirikan oleh Rebecca Lolosoli di tahun 1990. Desa ini merupakan sebuah tempat berlindung bagi para perempuan korban kekerasan yang melarikan diri dari budaya kawin paksa.
Banyak perempuan suku Samburu yang mengalami kekerasan dan diusir oleh suami mereka. Ketika banyak wanita berada dalam kondisi tak punya rumah dan harta, sebuah gagasan pun muncul untuk menciptakan sebuah desa dimana perempuan bisa merasa aman dan bertahan hidup tanpa harus tergantung sosok lelaki. Untuk mencari nafkah, para perempuan Umoja menjual barang kerajinan buatan mereka sendiri (cosmopolitan.co.id, 20/5/2020).
Desa Umoja viral setelah diunggah oleh pengguna TikTok yang bernama @themelomoon. Dalam videonya tersebut, sang kreator memperlihatkan sebuah desa unik dimana tidak ada pria sama sekali. Kini, desa Umoja dihuni sekitar 47 perempuan dan 200 anak-anak.
Sebagaimana dilaporkan Guardian, karena keunikannya, setiap tahunnya desa ini banyak dikunjungi wisatawan (kumparan, 12/1/2021).
Keberadaan desa perempuan Umoja tak layak dianggap sebagai keberhasilan perjuangan perempuan. Desa ini justru menjadi tamparan keras bagi negara dan masyarakat dunia.
Betapa tidak, perempuan adalah makhluk ciptaan Allah Swt yang seharusnya dimuliakan. Namun, para perempuan Samburu tersebut terpaksa hidup terpisah dari masyarakat pada umumnya karena keamanan mereka tidak ada yang menjamin.
//Gagal Melindungi//
Seharusnya, para penguasa setempat merasa malu karena gagal melindungi para perempuan dan anak-anak sehingga mereka harus melindungi diri sendiri. Namun, dunia seharusnya lebih merasa malu karena telah mengeksploitasi desa Umoja dengan menjadikannya tujuan wisata.
Sedemikian kejam sistem kapitalisme yang diterapkan dunia saat ini sehingga jeritan perempuan Samburu tidak direspon dengan uluran tangan pertolongan, tapi justru direkam dan diviralkan untuk mendatangkan keuntungan. Miris!
Yang dibutuhkan para perempuan Samburu sebenarnya bukan ramainya wisatawan yang akan membeli manik-manik buatan mereka. Namun adanya penguasa yang “benar-benar bermental lelaki”, yakni bertanggungjawab melindungi perempuan dan anak-anak sehingga bisa hidup normal dan bahagia dalam sebuah keluarga yang lengkap.
Namun, inilah sistem kapitalisme yang diterapkan pada kita saat ini. Sistem mata duitan ini tak pernah punya niat tulus untuk melindungi perempuan. Justru yang menjadi perhatian utamanya adalah perekonomian, khususnya kesejahteraan para pemilik kapital. Karena melindungi kaum perempuan Samburu dipandang tidak menguntungkan secara ekonomi, maka mereka dibiarkan mencari perlindungan sendiri, seolah anak tanpa orang tua. Sebaliknya, karena menjadikan Umoja sebagai destinasi wisata termasuk menguntungkan, maka para perempuan itu pun didorong membuat kerajinan sebanyak mungkin. Demi kesejahteraan, entah siapa.
Hal ini mirip dengan “wisata kemiskinan” yang pernah ada di Jakarta. Para wisatawan bule “berwisata” di bawah kolong jembatan dan menemukan orang-orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Lantas, mereka pun jeprat-jepret kesana kemari, sementara rakyat miskin hanya bisa melongo dijadikan objek wisata.
Inilah yang terjadi ketika sistem kapitalisme menguasai dunia. Perempuan hanya dianggap sebagai makhluk ekonomi yang harus dibiarkan bersaing memperebutkan faktor produksi agar bisa eksis. Negara cukup memberi regulasi, seolah hal itu cukup untuk mewujudkan keadilan. Nyatanya regulasi itu kian menguatkan yang kuat (yaitu para kapitalis) dan melemahkan yang lemah (yakni perempuan).
Selama sistem kapitalisme masih tegak, perempuan akan selalu tertindas. Baik tertindas oleh lelaki zalim, maupun tertindas oleh penguasa zalim. Sungguh, sistem kapitalisme ini tidak layak dipertahankan. Bahkan harus diganti dengan sistem Islam yang memuliakan perempuan.
//Memuliakan Perempuan//
Perempuan memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam sehingga ibu menjadi sosok utama yang harus disayangi dan dipatuhi anak. Di telapak kaki ibulah surga berada. Maka kaum ibu tak akan dibiarkan sedih dan menderita dalam sistem Islam. Kesejahteraan perempuan dijamin dalam sistem Islam. Perempuan tidak dituntut untuk memberi kontribusi ekonomi. Tugas utamanya adalah menjadi ibu dan pengatur rumah.
Meski tak bekerja, perempuan hidup terjamin, karena senantiasa dinafkahi oleh pihak lain. Pihak lain itu bisa suaminya (jika menikah), bisa walinya (jika lajang), bisa kerabatnya (jika suami dan walinya tidak mampu), dan negara (jika suami, wali, dan kerabatnya tidak mampu). Perempuan tidak pernah dituntut untuk menghidupi dirinya sendiri.
Allah Swt berfirman (yang artinya),
“Hendaklah [suami] yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan barang siapa yang disempitkan rezekinya, hendaklah dia memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (TQS Ath Thalaq [65] : 7)
Laki-laki (para suami) diperintahkan untuk berbuat baik pada perempuan (istrinya). Rasulullah Saw. mencontohkan berbuat baik pada istri-istri Beliau Saw.
Rasululah Saw. bersabda,
«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِه، وَأَنَا مِنْ خَيْرِكُمْ لأَهْلِي»
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku yang terbaik terhadap keluargaku.” [HR. Ibnu Majah dari Ibnu Abbas ra, Shahih Ibni Majah: 1608]
Para perempuan (istri) adalah sahabat bagi laki-laki (suami), bukan makhluk kelas dua, atau rival. Allah SWT berfirman (yang artinya),
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (TQS Al Baqarah: 187)
Ketika ada perempuan yang terzalimi, negara bertanggungjawab melindungi. Khilafah akan menyelesaikan kezaliman tersebut dan memberi sanksi pada pelakunya.
Hal ini sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw. ketika ada seorang muslimah bernama Hindun binti Utbah bin Rabi’ah yang mengadukan tentang suaminya (Abu Sufyan) yang sangat pelit terkait nafkah.
“Wahai Rasul, suamiku, Abu Sufyan adalah orang yang pelit,” kata Hindun.
Dalam riwayat al-Bukhari, kata yang digunakan Hindun adalah missik (مسيك) yang berarti syadzidul bukhl (orang yang sangat pelit). Setelah selesai mengabarkan keadaan suaminya, Hindun lanjut bertanya, “Apakah aku berdosa kalau aku mengambil uangnya untuk kebutuhanku dan keluargaku?”
Rasul Saw. berpesan kepada Hindun bahwa ia boleh mengambil uang Abu Sufyan untuk kebutuhannya dan keluarganya.
قالَ لَهَا: لا حَرَجَ عَلَيْكِ أنْ تُطْعِمِيهِمْ مِن مَعروفٍ.
“Rasulullah Saw. berkata kepada Hindun, “Tidak ada dosa bagimu untuk mengambil uangnya dengan cara yang baik “ma’ruf“‘ (HR al-Bukhari)
Demikianlah kegagahan sistem Islam, yakni Khilafah dalam melindungi perempuan. Tidak akan ada desa perempuan sebagai pelarian dari kezaliman. Wallahu a’lam. []