Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
MuslimahTimes.com – Memiliki pengalaman merawat orang tua ternyata membuat kita bisa lebih menghargai keberadaan orang yang sudah melahirkan dan membesarkan kita. Tak banyak yang beruntung namun tak sedikit pula yang kurang bersyukur ketika “beban” orang tua jatuh ke tangan kita.
Ada banyak alasan mengemuka, masih membangun keluarga muda, sibuk bekerja, merepotkan, tak biasa berkomunikasi dan sebagainya. Padahal orang tua bukanlah beban, mereka pun individu yang sama yang ingin dihargai.
Banyak kasus terjadi ketika hidup bersama dengan anak, orang tua justru menunjukkan kemunduran fisik yang tidak alami, ternyata berawal dari hati yang tak tenang dan penerimaan anak yang tak iklas. Di mata orang tua kita anaknya tak pernah beranjak dewasa, selalu ada tautan hati dan pikiran ketika melihat anak-anaknya berjuang hidup. Selamanya doa mereka adalah agar anaknya bahagia.
Beda generasi beda penyikapan, semakin tua usia, maka orangtua lebih sering mengulang sebuah cerita dan sekaligus mengenangnya. Secara psikologi itulah rahasia panjang umurnya, merasa dihargai. Hidup dalam kenangan adalah harta paling berharga sebagai orangtua, perjuangan mereka terpatri dalam sosok anak-anaknya. Namun jarang ada yang menyadarinya.
Hari ini, hal itulah yang kemudian menjadi konflik. Ternyata sistem aturan hari ini tidak berpihak pada orangtua, gambaran umum menjangkiti setiap individu, egois, hedonis, depresi, insecure, tak bertanggung jawab, nekad, dan sikap buruk lainnya tak lain karena jauhnya kaum Muslim dari mengingat Allah Swt sang pemberi rezeki. Bahwasannya rezeki bukan sekedar nominal rupiah, namun orangtua yang berada dalam perawatan kita juga bagian dari rezeki.
Kebebasan individu sangat dijunjung tinggi, HAM jadi payung hukumnya. Akibatnya, kehidupan tak pernah membaik bagi mereka yang lemah. Bisa jadi seorang anak hari ini merasa kuat, tak butuh bantuan siapapun dan mandiri. Padahal dahulu, merekalah yang paling orangtua harapkan untuk tetap hidup. Sementara kini, banyak fakta orang tua belum meninggal sudah dianggap mati. Dengan tak dikunjungi, tak dihargai namun harta diobrak -abrik. Digugat, digelandang ke pengadilan dan kemudian dikriminilkan.
Sekularisme mengajarkan kebahagian semu, mereka pikir orang tua renta yang punggungnya pun sudah bengkok sudah cukup hanya diberi kiriman uang setiap bulannya. Padahal itu salah besar! Mereka pun butuh perhatian, butuh eksistensi, butuh percakapan, butuh merasa dibutuhkan.
Miris jika melihat berita mereka yang memperkarakan kedua orangtuanya, perkara sepele bisa menjadi besar, mereka melihat hubungan anak dengan orang tua hanyalah manfaat. Padahal lebih dari itu, rahim Ibu tak pernah tergantikan. Islam memuliakan wanita, melalui Rahim sebagaimana Allah SWT pun memiliki sifat Ar Rahman dan Ar Rahim. Yang makna umumnya berkasih sayang. Hanya wanita, bukan pria yang dikaruniakan kesempatan luar biasa ini. Sebagai anak tak bisa memutuskan begitu saja, jika Allah Swt menetapkan Rida Allah ada pada roda orangtua.
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS An Nisa:36).
Menjadi pelajaran, bahwa perhatian kita, nyawa bagi orang tua, tak harus mahal, bahkan fisik kita sendiri ini bisa hadir kepada orang tua sudah membuat mereka mengangkat kedua tangan meminta tambahan nikmat kepada Allah Swt untuk kita. Wallahu a’lam bish showab.