Oleh. Eva Arlini, SE (Blogger)
#MuslimahTimes — Menarik bagi kita untuk mencermati perkembangan cara pandang pemuda terhadap kondisi politik dan sosial kekinian. Pemuda masih tetap sama. Mereka adalah agent of change.Arus perubahan turut ditentukan oleh pemuda. Sehingga perlu memastikan kemana arah pergerakan perubahan yang dikehendaki oleh para pemuda.
Baru – baru ini Indikator Politik Indonesia mengadakan survei melalui wawancara telepon kepada sekitar 1200 pemuda berusia sekitar 17 hingga 21 tahun. Survei dilakukan untuk mengetahui gambaran pandangan pemuda seputar politik, agama, ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Hasilnya menunjukkan bahwa anak muda cukup melek dengan kondisi kekinian.
Sebanyak 64,7 persen responden menilai partai politik atau politisi di Indonesia tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi masyarakat. Hanya sekitar 25,7 persen dari mereka yang menilai para politis sudah cukup baik dalam menampung aspirasi rakyat. (https://www.merdeka.com/21/03/2021).
Penilaian mereka sesuai kenyataan. Mekanisme pemilihan anggota dewan melalui sistem demokrasi yang berbiaya mahal meniscayakan terpilihnya para politisi buruk. Tingkah anggota dewan kerap membuat kecewa rakyat. Salah satunya pengesahan Undang – Undang Omnibuslaw yang dinilai banyak kalangan merugikan kaum buruh. Masyarakat melakukan penolakan besar – besaran termasuk pemuda juga turun ke jalan, namun suara rakyat tak didengar.
Kasus korupsi juga kerap dilakukan oleh politisi. Salah satu yang paling menyakitkan adalah korupsi dana bansos oleh menteri sekaligus anggota partai PDI-Perjuangan, Juliari Peter Batubara. Tega – teganya dia mengambil keuntungan di tengah penderitaan rakyat yang membutuhkan bantuan di masa pandemi. Mantan anggota DPR Wanda Hamidah pernah menggambarkan seperti apa dunia politik demokrasi. “Kalau kita lihat, hemm susah sekali memang punya idealisme dipolitik. Kebanyakan orang membawa kepentingan pribadi, kelompok, dan lain-lain,” ucapnya pada suatu wawancara. (https://www.tribunnews.com/2020/02/03/)
Para pemuda yang sudah cukup melek terhadap kondisi kekinian ternyata tak dibarengi oleh pandangan yang mantap mengenai arah perubahan. Sebagian besar dari mereka menyadari para politisi yang diproduksi oleh sistem demokrasi kebanyakan buruk. Namun mereka tidak menyadari bahwa sistem demokrasi itu sendiri yang menjadi akar permasalahan. Justru mereka menghendaki perbaikan pada praktik demokrasi sebagai solusi. Hal ini dapat dilihat dari pendapat 54 persen responden yang masih percaya dengan partai politik. 3 persen lagi sangat percaya pada partai politik.
Sebenarnya para pemuda muslim memiliki perasaan Islam yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari persentase tertinggi pemuda yang lebih memilih pemimpin muslim ketimbang nonmuslim. Sebanyak 39 persen anak muda menyatakan keberatan jika orang non-Muslim menjadi presiden, sedangkan anak muda yang tidak keberatan 27 persen, dan tergantung 28 persen.( https://republika.co.id/21/03/2021).
Kecenderungan pemuda pada politik Islami ditanggapi negatif oleh pihak Indikator Politik Indonesia. Pemuda disebut intoleran pada masalah politik ketika sebagian besar mereka berkeinginan dipimpin oleh pemimpin muslim. Padahal jelas hal ini bagian dari keimanan seorang muslim. Diperintahkan oleh Allah swt salah satunya pada al Qur’an surat al Maidah ayat 51. Tak layak pilihan seseorang untuk mengikuti ajaran agamanya disebut intoleran.
Justru sikap tersebut yang menunjukkan intoleransi, tak menerima perbedaan. Ia telah berani memberi penilaian negatif pada ajaran agama seseorang secara sepihak. Ini tak lepas dari kebebasan berpendapat yang dijamin oleh demokrasi, sehingga siapapun leluasa untuk berpendapat termasuk mencitranegatifkan Islam. Ya, kebebasan berpendapat ala demokrasi boleh menyinggung Islam tapi tak boleh menyinggung penguasa. Demokrasi bermuka dua.
Orang – orang pro demokrasi pun kini terus menerus melemahkan jiwa keislaman kaum muslimin. Mereka menuduh keinginan diatur oleh Islam sebagai membahayakan negara. Mereka melabeli semangat kembali pada syariah Islam sebagai gerakan radikalisme dan menjadikannya sebagai agenda utama untuk diberantas.
Tak heran dalam survei tersebut tampak sebagian pemuda termakan opini buruk tentang gerakan perjuangan Islam. Sebanyak 41,6 persen anak muda menyatakan persoalan radikalisme harus menjadi perhatian serius pemerintah karena sangat mengancam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Kabar baiknya, 24,1 persen lainnya menilai bahwa pemerintah tidak adil terhadap umat Islam, radikalisme hanya ditujukan kepada umat Islam saja.
Alhasil, meski belum sangat memuaskan, setidaknya ada gambaran para pemuda muslim masih kental perasaan Islamnya dalam memandang perpolitikan. Ini harus ditingkatkan. Pemuda muslim harus terus mengasah pemikiran mereka. Mereka harus memahami wajah demokrasi sebenarnya, sebagai sistem impor dari Amerika yang mematikan potensi kebangkitan umat Islam. Pemuda juga harus menajamkan pemahaman Islam mereka agar menjadi pemahaman Islam yang utuh.
Islam adalah sebuah mabda yakni pandangan hidup berasaskan akidah Islam. Darinya terpancar aturan – aturan kehidupan yang dapat memecahkan segala persoalan kehidupan. Wajar jika Islam disebut sebagai agama sempurna. Sebab ajarannya meliputi segala lini kehidupan manusia mencakup akidah, ibadah, makanan/ minuman, akhlak, muamalah dan uqubat. Allah swt berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah: 208)
Semoga dengan peran berbagai kalangan umat Islam terlebih para pemuda, Islam bisa bangkit secara hakiki dan membawa kebaikan bagi semesta alam. Wallahu a’lab bishawab.