Oleh. Norma Sari
Muslimahtimes.com – Politisi PDI Perjuangan sekaligus pendiri Gerakan Inovator 4.0, Budiman Sudjatmiko memastikan pembangunan Bukit Algoritma tak menggunakan dana sepeser pun dari APBN. Ia menjelaskan, rencana proyek senilai 1 miliar euro atau setara hampir sama Rp18 triliun tersebut berasal dari investor, baik dalam dan luar negeri. “Kami punya ide, kami tawarkan ke investor. Kemudian banyak investor dalam dan luar negeri tertarik. Kemudian dipercayakan kepada kami, kami kemudian cari kontraktor,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com Sabtu (10/4).
PT.Kiniku Bintang Raya, dalam hal ini, akan menjadi pengembang kawasan Bukit Algoritma seluas 888 hektar di Cikadang dan Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat tersebut. Kiniku kemudian menggandeng PT.Amarta Karya (Persero) sebagai kontraktor yang nantinya akan dibayar menggunakan dana dari para investor tersebut. Bukit algoritma sendiri akan dikembangkan menjadi ‘Silicon Valley’ di Indonesia, yaitu kawasan pengembangan riset dan sumber daya manusia yang berbasis industri 4.0. Harapannya, kawasan ini juga bisa meningkatkan pembangunan infrastruktur di dalam negeri secara berkelanjutan.
Berikutnya, Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan Indo-Pasifik tentu sudah terdeteksi akan memiliki peran sentral. Apalagi, Indonesia adalah negara dengan penggunaan internet tertinggi di kawasan ASEAN. Tentunya kecepatan internet di Indonesia layak menjadi tolak ukur optimalisasi aktivitas berbasis digital. Dan jelas, ini momentum emas yang kemudian ditangkap Facebook dan Google. Kedua raksasa teknologi ini berencana memasang kabel bawah laut antarbenua guna menghubungkan Indonesia, Singapura, dan Amerika Utara. Kabel bawah laut itu ditargetkan akan meningkatkan kapasitas koneksi antarwilayah yang dilintasinya. Selanjutnya, Bukit Algoritma direncanakan akan berstatus sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) sehingga dapat memperoleh berbagai insentif fiskal dari pemerintah. Artinya, proyek ini diprediksi mendorong pertumbuhan pasar properti di kawasan Sukabumi dan sekitarnya secara jangka panjang. Tak hanya itu, peluncuran Bukit Algoritma pun ibarat jawaban telak terkait daya guna proyek kabel bawah laut antarbenua tadi, sekaligus patut diduga sebagai alasan utama di balik pembubaran Kemenristek.
Ketiadaan Kemenristek selaku instansi tersendiri mau tidak mau pasti berdampak pada ketidakmandirian arah riset dan teknologi (ristek) negara kita. Tak ayal, sektor ristek di negeri ini akan menjadi lebih rapuh dan berpeluang untuk dikendalikan oleh jaringan konglomerasi teknologi global selaku pemodal. Apalagi jika sudah terkoneksi dalam satu kawasan khusus seperti Bukit Algoritma, sebagaimana Silicon Valley di AS, maka penjajahan ristek ini akan lebih efektif terkoordinasi. Maka kemungkinan yang paling parah, sektor ristek kita dipastikan akan terus mengalami ketergantungan pada asing. Alih-alih Bukit Algoritma ini akan diberdayakan untuk kemaslahatan umat. Lagi-lagi, rakyat hanya kecipratan recehan ekonominya saja. Tapi profit dari potensi besar ristek dalam negeri, tetap akan mengalir kepada para korporat pengasong kapitalisme.
Karena itu, umat harus memiliki agenda sendiri, yakni dengan cara menentukan arah ristek berdasarkan sistem politik Islam. Kaum muslimin adalah umat terbaik yang diturunkan oleh Allah di muka bumi. Tidak sepantasnya dalam sektor ristek ini membebek pada agenda penjajahan Barat yang secara lokal dimuluskan oleh rezim penguasa sekuler. Bahkan agenda penjajahan ristek ini harus dihentikan. Namun tentu saja, visi-misi ini hanya mampu diselenggarakan oleh negara berideologi Islam. Negara Islam pernah menjadi mercusuar peradaban dunia dari aspek keilmuan dan kemajuan ristek, pada saat Barat dahulu masih terbelakang dalam masa kegelapan dan buta teknologi.
Negara Islam memahami benar kebutuhan umat akan ristek sebagai penunjang ketaatan, aktualisasi ibadah, serta visi dakwah dan jihad. Ketika ideologi kapitalisme menggunakan teknologi untuk menjajah, maka negara Islam akan memosisikan teknologi sebagai instrumen pendukung kemaslahatan kehidupan umat secara luas. Negara Islam akan memberdayakan ristek sehingga umat mudah mengaksesnya, mudah memiliki perangkat penunjangnya, serta mudah menggunakannya. Negara Islam juga memiliki beragam sumber pendanaan sektor ristek dalam negeri sehingga kemandirian ristek dapat diwujudkan tanpa begitu saja bergantung pada negara asing.
Sebagaimana firman Allah Swt. “… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (TQS Al-Mujadalah [58] : 11).
Ayat tersebut menyandingkan iman dan ilmu pengetahuan. Ini menunjukkan bahwa penerapan ilmu pengetahuan yang berdaya guna bagi umat harus disertai motivasi keimanan. Maka sungguh, hanya atas nama keimanan saja keilmuan dalam wujud ristek itu layak direalisasikan. Bukan demi kemaksiatan dan kezaliman. Karena itu, tidak semestinya pula manusia sekali-kali menggunakan aspek ristek untuk melakukan penjajahan. Wallah a’lam bi ashshawab. []