Oleh. Lesa Mirzani, S.Pd
Muslimahtimes– Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat delapan orang meninggal dan 1.189 bangunan rusak akibat gempa di Jawa Timur (Jatim). Selain itu, gempa bermagnitudo 6,1 yang terjadi pada Sabtu (10/4) merusak fasilitas umum di 150 titik. “Perkembangan terkini penanganan pascagempa Jawa Timur, mencatat korban meninggal delapan orang, luka ringan 36 orang dan luka sedang hingga berat 3 orang.” Kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB.
(republika.co.id)
Presiden Jokowi meminta seluruh kepala daerah untuk selalu mengingatkan masyarakat agar selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap datangnya bencana alam serta memerintahkan pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk segera melakukan langkah tanggap darurat terhadap gempa yang bisa setiap saat terjadi. “Saya perlu mengingatkan bahwa kita ini berada di wilayah ring of fire, di wilayah cincin api, oleh karena itu, aktivitas alam dapat terjadi setiap saat” kata Jokowi. (www.inews.id)
Berbagai bencana yang melanda Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, tidak bisa hanya merespon secara reaktif ketika bencana melanda, akan tetapi harus ada langkah strategis untuk mengantisipasinya.
Sebagaimana pernyataan dari anggota DPR, Mardani Ali Sera yang mendorong adanya lembaga yang diberikan tugas untuk merespon, memikirkan sampai memitigasi bencana. Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin untuk menekankan mitigasi bencana lewat pemanfaatan teknologi karena ini adalah poin penting yang harus diterapkan pemerintah. Dari respon beberapa pihak atas bencana yang berulang menunjukkan bahwa negeri ini masih sangat minim dalam melakukan mitigasi bencana. Penguasa cenderung menyibukkan diri menanggapi bencana bukan mengantisipasinya.
Padahal sejatinya rakyat berharap negara tidak hanya membuat langkah tanggap darurat. Rakyat membutuhkan pengerahan seluruh kemampuan agar bencana alam tidak memberi mudharat yang besar pada manusia. Adapun saat ini, salah satu yang belum dilakukan sistem sekuler yang diadopsi negeri ini adalah penggunaan teknologi berbasis teknologi agar deteksi bencana dan proses penyelamatan bisa dilakukan secara dini.
Berbeda dengan Islam yang sangat memerhatikan rakyat, individu per individu maupun masyarakatnya secara keseluruhan dalam penanganan terhadap musibah. Negara, dalam hal ini Khilafah menggariskan kebijakan-kebijakan komprehensif yang tegak atas akidah islamiyah. Prinsip- prinsip pengaturannya berdasarkan syariat Islam dan ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Penanganan bencana meliputi penanganan prabencana, ketika, dan pascabencana.
Penanganan bencana atau mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengatasi bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun upaya penyadaran peningkatan kemampuan mengahadapi ancaman bencana, baik bencana alam, bencana akibat ulah manusia maupun gabungan dari keduanya. Kegiatan ini meliputi pembangunan sarana fisik untuk mencegah bencana (penanggulangan kanal, bendungan, pemecah ombak, tanggul dan lain- lain. Selain itu Reboisasi (penanaman kembali), pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan, relokasi tata kota berbasis pada amdal, memelihara kebersihan lingkungan dan lain- lain.
Khilafah membentuk tim SAR yang memiliki kemampuan teknis dan nonteknis dalam menangani bencana. Tim ini dibentuk secara khusus dengan dibekali kemampuan dan peralatan yang canggih seperti alat komunikasi, alat berat serta alat-alat evakuasi bencana dan lain-lain sehingga mereka selalu siap sedia diterjunkan di daerah- daerah bencana. Tim ini juga bergerak secara aktif melakukan edukasi terus-menerus kepada masyarakat hingga masyarakat mempunyai kemampuan untuk menangani, mengantisipasi dan recovery diri dari bencana.
Adapun manajemen ketika terjadi bencana ditujukan untuk mengurangi jumlah korban dan kerugian material akibat bencana. Kegiatan-kegiatan penting yang dilakukan adalah evakuasi korban secepat-cepatnya, membuka akses jalan dan komunikasi dengan para korban serta memblokade atau mengalihkan material bencana ke tempat yang tidak dihuni manusia atau menyalurkan kepada saluran-saluran yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan lain yang tidak kalah penting adalah penyiapan lokasi-lokasi pengungsian, pembentukan dapur umum dan posko kesehatan serta pembukaan akses-akses jalan maupun komunikasi untuk memudahkan tim SAR dalam berkomunikasi dan mengevakuasi korban yang masih terjebak oleh bncana. Oleh karna itu, berhasil atau tidaknya bergantung pada berhasil tidaknya kegiatan prabencana.
Sedangkan penanganan pascabencana adalah me-recovery korban bencana agar mereka mendapat pelayanan yang baik selama berada dalam pengungsian dan memulihkan psikis mereka agar tidak depresi, stress ataupun dampak-dampak psikologis yang kurang baik lainnya. Kegiatan yang dilakukan yaitu menyediakan kebutuhan-kebutuhan vital mereka seperti makanan, pakaian, tempat istirahat yang memadai, obat – obatan serta pelayanan medis lainnya. Yang pertama adalah recovery mental yaitu dilakukan dengan cara memberi tausiah-tausiah atau ceramah-ceramah yang bertujuan untuk mengukuhkan akidah dan nafsiyah atau pola sikap para korban. Yang kedua adalah me-recovery lingkungan tempat tinggal mereka pascabencana kantor-kantor pemerintahan atau tempat-tempat penting lainnya, seperti tempat peribadatan, rumah sakit, pasar dan lain – lain.
Jika Khilafah memandang tempat yang terkena bencana masih layak untuk di-recovery, maka Khilafah akan melakukan perbaikan secepatnya agar masyarakat bisa menjalankan kehidupannya sehari- hari secara normal seperti sediakala. Bahkan jika perlu Khilafah akan merelokasi penduduk ke tempat lain yang lebih aman dan kondusif. Untuk itu Khalifah akan menerjunkan tim ahli untuk meneliti dan mengkaji langkah-langkah terbaik bagi korban bencana alam. Mereka akan melaporkan opsi terbaik kepada Khalifah untuk ditindaklanjuti dengan cepat dan profesional. Sebagaimana sabda Nabi Saw, “Imam itu adalah laksana pengembala, dan dia akan dimintai pertanggung jawaban akan rakyatnya (yang dibelakangnya).” (HR. Imam Al Bukhari dan Ahmad).
Demikianlah serangkaian upaya atau mitigasi yang dilakukan Khalifah dalam sistem Khilafah. Oleh sebab itu, hanya dengan kembali kepada sistem Islam yang kafah yaitu Khilafah lah ancaman bahaya gempa yang membawa mudharat besar akan berakhir.