Oleh: Sherly Agustina, M.Ag
(Penulis dan pemerhati kebijakan publik)
MuslimahTimes.com-Satu tahun lebih pandemi melanda negeri ini, kasus melandai bahkan virus pergi hanyalah tinggal harapan. Virus tak lagi bisa terbendung, muncul pula varian baru dengan gejala lebih parah dari virus sebelumnya. Berbagai kebijakan sudah dilakukan, mulai PSBB hingga PPKM darurat. Ironisnya, di tengah kebijakan PPKM darurat, TKA malah mendarat. Ada apa dengan negeri ini?
Sebanyak 20 pekerja asing asal Tiongkok tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin pada Sabtu 3 Juli 2021. Mereka naik pesawat Citilink QG-426 dari Jakarta, selanjutnya akan bekerja di PT. Huadi Nikel untuk membangun smelter di Kabupaten Bantaeng. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel, Andi Darmawan Bintang juga membenarkan hal tersebut. Namun, berdasarkan pemeriksaan awal, 20 orang tersebut belum mengantongi Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) dari pemerintah pusat melalui Kementerian terkait (Antaranews.com, 5/7/21).
Kedatangan TKA ke negeri ini menyisakan pertanyaan dan bagai sebuah ironi. Mengapa begitu mudah TKA mendarat di Indonesia, seperti diberi karpet merah walau kondisi pandemi. Ironi, karena para buruh di negeri ini banyak yang di PHK atau dirumahkan. Selain itu, ketika pemerintah membuat kebijakan PPKM darurat karena kasus Covid-19 semakin meningkat hingga tembus lebih dari 20.000 kasus, TKA begitu mudah mendarat.
Padahal, bisa jadi virus itu datang dari luar negeri melalui bandara-bandara. Apalagi muncul varian virus baru delta dari India yang gejalanya lebih parah dari virus Covid-19 sebelumnya. Kebijakan yang dilakukan pemerintah seperti setengah hati, benarkah ingin pandemi ini berakhir jika kebijakan yang ada demikian?
Antara Ekonomi dan Kesehatan
Ibarat berada di antara dua pilihan, yaitu ekonomi dan kesehatan. Sebenarnya mana menurut pemerintah yang harus diutamakan jika kebijakan yang ada terus seperti ini? Pandemi di Indonesia sudah lebih dari satu tahun, menuju tahun kedua. Jika kesehatan dan keselamatan tidak diutamakan kondisi bisa lebih parah dari krisis dan resesi ekonomi, serta korban yang berjatuhan akan lebih banyak lagi.
Ekonomi memang penting, tapi saat ini yang lebih penting adalah kesehatan dan nyawa rakyat. Sudah terlalu banyak korban, baik dari kalangan umum, nakes dan para dokter. Benteng utama, yaitu nakes dan para dokter sudah berguguran, hendaknya ini menjadi catatan penting bagi pemerintah.
Kalaupun faktor ekonomi sedang diupayakan bangkit, mengapa tidak memberdayakan SDM dalam negeri di tengah krisis? Rakyat kesulitan walau sekadar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kebijakan pemerintah mengambil TKA sangat tidak adil dan melukai buruh Indonesia. Padahal dari sisi kualitas, bisa jadi SDM di negeri ini bisa bersaing dengan TKA di bidang tertentu jika difasilitasi dan diberi kesempatan.
Dalam sistem Kapitalisme, materi selalu menjadi nomor satu, tak peduli hal lain walau nyawa sekalipun. Maka wajar, jika pemerintah terlihat ingin segera membangkitkan ekonomi di tengah pandemi yang belum usai bahkan semakin banyak kasusnya. Di dalam kapitalisme pun, terjadi persahabatan yang erat antara penguasa dengan para pemodal asing (pengusaha).
Hubungan mesra antara penguasa dan pengusaha sudah menjadi rahasia umum. Maka, hal yang wajar pula jika pemerintah lebih mengutamakan TKA dari pada SDM di dalam negeri. Bagi para kapitalis, materi di atas segalanya maka akan melakukan apa saja bahkan menghalalkan segala cara.
Islam Solusi yang Didamba Umat
Berbeda jauh dengan Islam, dalam Islam nyawa dan rakyat adalah prioritas utama. Karena seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah tentang amanahnya mengurus rakyat. Maka, seorang pemimpin tidak akan semena-mena dalam mengambil kebijakan.
Solusi pandemi sudah jelas di dalam Islam, langkah cepat karantina di tempat wabah agar tidak menyebar. Daerah lain beraktivitas seperti biasa dan tidak akan memengaruhi roda perekonomian. Dana yang dibutuhkan untuk daerah wabah diambil dari kas Baitul Mal, bisa dari pos pemasukan kepemilikan umum.
Adapun kebijakan tentang tenaga kerja, dalam Islam akan mengutamakan warga negara Khilafah. Bekerja sama dengan nonmuslim hanya dengam kafir dzimmi karena mereka mau diatur oleh aturan Islam. Sementara pada kafir harbi, Khilafah tidak akan melakukan kerja sama sama sekali. Khilafah akan menjaga kedaulatan negara dari ancaman siapa pun.
Konsep ketenagakerjaan dalam Islam sangatlah jelas, Rasulullah Saw. bersabda:
“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)
Kesejahteraan rakyat jauh lebih utama, tak ada peluang bagi asing menguasai wilayah kekuasaan Khilafah sejengkal pun seperti yang terjadi saat ini. Penguasa dan pengusaha menjalankan fungsinya masing-masing dengan keimanan sebagai self kontrol.
Umat sudah terlalu sulit dalam kehidupan saat ini ketika Islam tidak lagi diterapkan dalam kehidupan. Umat menanti dan merindukan kehidupan yang lebih baik, yakni kebutuhan mereka diperhatikan. Kondisi seperti itu hanya bisa dirasakan ketika aturan Sang Pencipta diterapkan di muka bumi. Karena hanya Dia yang lebih tahu mana yang terbaik bagi hamba-Nya.
Firman Allah Swt.:
“Telah sempurnalah syariat Rabbmu (Al-Qur’an) sebagai syariat yang benar dan adil. Tidak ada satu pihak pun yang mampu mengubah syariat-syariat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (TQS. al-An’am: 115)
Allahu A’lam bi ash Shawab.