Oleh. Zidniy Ilma
Muslimahtimes.com – Korban kasus Covid di Indonesia jumlahnya semakin mengkhawatirkan. Angka positif dan kematian terus bertambah setiap harinya. Dilansir dari merdeka.com, pada Kamis (8/7) kasus positif telah mencapai 2.417.788 kasus. Total pasien meninggal 63.760 orang. Tentu ini bukan sekadar angka atau data, melainkan nyawa rakyat yang menjadi tanggung jawab penguasa. Sesuai dengan sabda Rasulullah, “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya…” (HR. Muslim)
//PPKM Darurat//
Dari awal kemunculannya, pemerintah sudah terlihat abai terkait pandemi ini. Bahkan beberapa sampai ada yang mengolok-olok si virus corona ini. Mulai dari kebal karena jamu, nasi kucing, susu kuda liar, dan puluhan statement nyeleneh lainnya. Di bulan Maret 2020, awal masuknya corona di Indonesia, pemerintah masih tetap terlihat santai. Pemerintah terus mengizinkan masuknya turis asing, bahkan termasuk warga Cina yang merupakan awal kemunculan wabah Covid-19. Tak ketinggalan, sampai pada akhirnya pemerintah mendapat teguran dari WHO. Dalam surat tersebut, WHO meminta Presiden Jokowi melakukan sejumlah langkah, termasuk mendeklarasikan darurat nasional virus corona.
Kini, ketika Covid telah menjamur di Indonesia, pemerintah terlihat gagap dan seolah-olah panik. Berbagai kebijakan ditempuh pemerintah. Langkah dan istilah yang terus bergonta-ganti, PSBB (pembatasan sosial berskala besar), PSBB transisi, micro lockdown, dan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat). Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mempertanyakan penggunaan istilah yang gonta-ganti tersebut. “Apakah untuk menghindari ‘berskala besar’ yang bertujuan menyelamatkan ekonomi?” ucapnya.
Terbaru, pemerintah memberlakukan PPKM darurat untuk menekan angka penularan Covid-19. Kebijakan ini telah berlangsung sejak 3 Juli hingga 20 Juli 2021 mendatang. Aturan yang diberlakukan di antaranya adalah KBM dan kegiatan perkantoran 100% daring, restoran hanya delivery/take away, transportasi umum maksimal 70% dengan pengetatan prokes, pusat perdagangan, area publik, dan tempat ibadah ditutup sementara, kegiatan konstruksi dapat beroperasi 100% dengan pengetatan prokes, juga sektor esensial dan kritikal yang baru saja dirombak melalu Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 18 Tahun 2021 (Kamis, 8/7/2021).
//Kebijakan yang Selalu Membingungkan//
Kebijakan PPKM darurat ini menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat. Mengapa tempat ibadah ditutup, sedangkan jasa penerbangan untuk warga asing tetap terbuka lebar. Bukankah hal tersebut sama saja membuka peluang penyebaran Covid-19? Beberapa asatidz pun protes terkait penutupan masjid. Alasannya karena mereka akhirnya tidak bisa salat berjemaah, sekaligus salat Jumat. Terlihat dari surat edaran, umat Islam tidak diperbolehkan untuk menyelenggarakan salat berjemaah, salat Jumat, takbiran, dan bahkan salat Iduladha. Inilah yang membuat masyarakat yang sebagian besar adalah umat Islam tidak terima dengan kebijakan yang diberlakukan.
Kebingungan yang terjadi ternyata bukan hanya di kalangan masyarakat saja, bahkan anggota kepolisian pun juga bingung. Baru-baru ini beredar video petugas lapangan penyekatan PPKM darurat ribut dengan anggota Paspampres. Keributan terjadi karena anggota Paspampres yang sedang bertugas dicegat oleh petugas penyekatan PPKM darurat. Komandan Paspampres, Mayjen TNI Agus Subiyanto, mengatakan, “Aturan PPKM darurat belum dipahami petugas di lapangan tentang sektor esensial, non-esensial, kritikal.”
Kebijakan yang berubah-ubah dan amat membingungkan membuat masyarakat hilang kepercayaan kepada pemerintah. Sedari awal kemunculan Covid pun telah terlihat bahwa pemerintah lebih mementingkan perekonomian dibanding nyawa rakyatnya. Bahkan pengangguran yang meningkat akibat pandemi, pemerintah malah mendatangkan TKA dari Cina untuk bekerja di Indonesia. Kini, ketika PPKM darurat diberlakukan, sebagian rakyat tak menghiraukannya. Fakta di lapangan, masih banyak pedagang kaki lima yang membiarkan pembelinya untuk makan di tempat. Ketika kedapatan oleh petugas, maka warung-warung atau gerobak-gerobak pedagang pun akan disemprot dengan air oleh petugas dari truk pemadam kebakaran. Seperti video viral dari Kota Semarang. Beda lagi dengan Tasikmalaya, seorang tukang bubur didenda Rp 5 juta karena kedapatan oleh petugas masih ada pembeli yang makan bubur di tempat. Miris bukan?
//Masalah Baru Muncul Akibat Sistem Sekuler//
Kebijakan yang berubah-ubah merupakan hal yang biasa dan wajar dalam sistem Kapitalis Sekuler. Sistem yang berasal dari akal manusia yang terbatas memang akan terus berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan kepentingannya. Melihat kondisi pandemi yang semakin parah, ditambah dengan sektor ekonomi yang juga memprihatinkan, di situlah muncul kebingungan apa yang harus dilakukan. Jelas ketika pemerintah memberlakukan PPKM darurat, di sisi lain proyek konstruksi dan penyambutan bagi turis asing tetap berjalan.
Sistem Kapitalis Sekuler akan terus gali lubang tutup lubang dalam hal menangani pandemi ini. Ketika ingin menyelesaikan masalah, akan ada masalah lain yang muncul dari kebijakannya. Akhirnya masalah-masalah baru pun terus bermunculan. Pandemi yang telah menghantam perekonomian, membuat pemerintah akhirnya menaikkan tarif pajak di beberapa sektor. Lagi-lagi rakyat yang menjadi korban. Lantas apa yang bisa kita lakukan?
Sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tentu kita seharusnya mencontoh apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Bagaimana cara Rasulullah dalam menangani wabah, yaitu sesuai dengan sabdanya, “Jika kalian mendengar tentang wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tentu lockdown ala Rasulullah ini tidak mungkin diterapkan dalam sistem Kapitalis Sekuler, yang notabene memisahkan agama dari kehidupan dan lebih mementingkan aspek materi. Maka, perlu ada sistem atau ideologi lain yang menerapkannya, yakni sistem Islam (Khilafah) yang juga telah dicontohkan oleh Rasulullah, para sahabat, dan para Khalifah setelahnya.