Oleh. Amelia Zulfitriani
#MuslimahTimes — Demi mengatasi kesulitan ekonomi masyarakat, pemerintah Indonesia telah berupaya untuk mengucurkan berbagai jenis bantuan sosial kepada masyarakat tidak mampu dan kelas menengah, seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Diharapkan dengan adanya bantuan sosial ini dapat meringankan kesulitan masyarakat perihal ekonomi dan kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Sebagai bagian dari tanggung jawab negara terhadap rakyatnya, sudah semestinya negara memberikan bantuan kepada rakyat yang membutuhkan, sebab negara punya andil dalam melindungi kesejahteraan rakyat termaksud memperhatikan kebutuhan sandang, pangan, papan serta mata pencaharian penduduknya. Namun akhir-akhir ini ditemukan adanya ketidakjelasan dalam penyaluran dana bantuan, termaksud perihal penerima dana bantuan yang tidak jelas identitasnya, kepada siapa dan di mana?
Dana bantuan yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat, justru mengalir tanpa jejak yang jelas, hal ini menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat karena dinilai terlalu ambigu.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan terdapat ketidakjelasan dalam penyaluran dana bantuan, baik program Indonesia Pintar, BPUM bahkan BLT. BPK mengemukakan penyaluran BPUM yang dimaksudkan untuk masyarakat yang terdampak Covid-19 tidak tepat sasaran. Dari hasil laporan pemeriksaan akhir tahun 2020 BPK, tercatat dana yang tersalur sebesar Rp1,18 triliun yang harusnya didistribusikan kepada 414.590 penerima justru bermasalah. (Tirto,25/06/2021)
Hal Serupa juga terjadi dalam penyaluran bantuan Program Indonesia Pintar (PIP), berdasarkan hasil laporan IHPS sekitar 2.5 jt siswa penerima program KIP batal menerima bantuan karena SK penerimaan PIP tidak diusulkan. Dana sebesar Rp2.86 triliun yang diperuntukan pada 5.364.986 siswa malah salah sasaran. Diduga data yang digunakan untuk menginput informasi penerima bantuan tidak kredibel. (CBNC Indonesia,22/06/2021)
Kasus-kasus kelalaian semacam ini mestinya mendapat penanganan serius dari pemerintah, sebab sudah berulang kali kasus serupa terjadi dan meresahkan rakyat. Kita tahu bahwa dampak yang akan timbul dari kesalahan seperti ini justru akan berakibat buruk bagi masyarakat dan negara, belum lagi kerugian yang akan dialami akibat pendanaan yang tidak tepat sasaran.
Sungguh sangat miris, di saat kondisi pandemi Covid-19 sedang berada di puncaknya, justru sebagian orang memanfaatkan kepentingan untuk mempertebal kantong sendiri, melalaikan jabatan dan tanggung jawabnya untuk mencekik rakyat sendiri.
Pengaturan sistem dan administrasi data merupakan masalah penting yang tidak boleh diabaikan, namun justru menjadi hal yang sepele di negara ini. Kebocoran data, kelalaian input hingga berujung pada masyarakat gagal menerima bantuan hingga berujung dikorupsi lagi dan lagi, sungguh sangat memusingkan.
Dalam Islam, sistem ekonomi dibangun berdasarkan akidah Islam, maka umat akan menerapkan sistem ekonomi sesuai dengan akidah Islam karena umat Islam meyakini bahwa Allah Swt sebagai pencipta manusia, kehidupan dan alam semesta mempunyai kekuasaan untuk menentukan hukum serta menetapkan apa yang baik atau yang buruk bagi ciptaannya.
Oleh karena itu, sistem ekonomi pun perlu berpondasikan hukum syara’. Dalam melakukan segala hal harus berasaskan akidah Islam, dengan begitu umat akan lebih hati-hati ketika menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dan perwakilan rakyat serta memperkecil kemungkinan terjadinya kelalaian atau bahkan meredam segala niat buruk yang ada. Terdapat tiga asas penting yang menjadi pondasi sistem ekonomi Islam, yaitu kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan di tengah-tengah manusia. Dengan tiga asas inilah, Islam menyelesaikan segala perkara ekonominya didunia. Islam meyakini bahwa harta yang ada merupakan milik Allah Swt dan Allah telah mengizinkan manusia untuk menguasai, memperbanyak serta memiliki harta tersebut. (QS.Al-Hadid [57]: 7).
Perihal penyaluran dana bantuan masyarakat masuk dalam asas kepemilikan individu, karena itu merupakan harta milik rakyat yang bukan milik negara dan harus didistribusikan kepada masyarakat dengan syarat-syarat tertentu. Maka, proses pendistribusiannya harus jelas, apalagi dalam kondisi pandemi saat ini, pemerintah harus lebih fokus dalam memperhatikan masyarakat, termasuk kebutuhan finansial. Untuk menangani proses pendistribusian harta kepada rakyat yang membutuhkan akan berkaitan dengan administrasi dan arsip kelompok masyarakat yang membutuhkan, dalam Islam dikenal dengan istilah “diwan santunan”. Dananya diperoleh dari “diwan fai’ dan kharaj, yaitu tempat penyimpanan dan pengaturan berbagai arsip pendapatan negara. Dengan pengaturan yang sedemikian rupa, maka akan mudah menangani kasus kelalaian arsip, baik disengaja ataupun tidak. Pendanaan yang jelas sumber dan tujuannya akan terbebas dari kasus ribawi dan korupsi.